Giffari memasuki restorannya. Seperti keseharian biasanya, ia akan datang pagi-pagi dan mengecek pekerjaan karyawannya.
"Pagi pak," "Selamat pagi bos," sapa karyawan Giffari saat melihat Giffari datang.
Giffari memberi senyum ramah dan menjawab, "selamat pagi". Giffari berbasa-basi sebentar kepada kedua karyawan nya yang tengah memperbaiki letak-letak bangku restoran kemudian beranjak ke arah dapur.
Terlihat disana tengah ramai menyusun bahan makanan yang baru sampai tadi subuh.
"Bahan-bahannya aman?" Tanya Giffari pada para karyawan yang menyusun bahan makanan.
"Aman, tenang aku udah cek semua." Yang menjawab malah seorang wanita yang muncul dari belakang Giffari. Wanita tersebut dengan anggun berjalan mengarah ke Giffari. Ia berhenti di dekat Giffari dan membantu karyawan lainnya menyusun bahan makanan.
"Oh Asia, rajin banget jam segini udah datang."
"Karyawan harus rajinlah, biar bisa naik gaji bos" canda Asia. "Yang rajin mah si bos ni, udah datang aja jam segini"
Giffari hanya membalas dengan tawa kecil.
"Udah sarapan bos? Mau aku bikinin sesuatu?" Tawar Asia. Tangannya seperti sudah bersiap mengambil alat masak.
"Udah, sarapan sama Fadli tadi."
"Kalo gitu aku bikin kopi aja deh bos." Alat masak di tangan Asia sekarang berganti menjadi gelas cangkir. Gadis anggun ini memang cukup cekatan. Ia mengerjakan segala sesuatu dengan cepat.
"Iyya, tolong ya. Kopinya bawah ke ruangan saya nanti."
Asia mengangguk. "Iyaa," katanya sambil tersenyum meneduhkan.
Setelah cukup memeriksa dapur, Giffari meninggalkan ruang dapur dan menuju ruangannya.
***
"Kak Ari kok ninggalin?" Suara protes Fadli memenuhi ruangan Giffari.
Giffari memindahkan tatapannya dari laporan didepannya ke Fadli yang sekarang duduk seenaknya di sofa ruangan Giffari.
"Toh kamu punya motor sendiri." Jawab Giffari lalu kembali fokus pada kertas-kertas di depannya.
Fadli mendumbel mencibiri Giffari, sayangnya yang dicibiri terlihat sibuk sendiri dengan kertas-kertas diatas mejanya. Tapi Fadli tidak peduli, ia tetap mencibir walau tak direspon sama sekali.
Cibirannya baru terhenti saat matanya menangkap pintu ruangan terbuka dan memperlihatkan Asia yang tengah membawa 1 cangkir kopi.
"Hmmm, dibawain kopi si bos." Cibir Fadli lagi.
Tapi Asia tidak mendengar cibiran Fadli. Ia melangkah santai dan meletakkan kopi tersebut di meja Giffari.
"Ini bos kopinya. Kopi susu," jelas Asia.
Giffari mengangguk. "Makasih," katanya lalu mengambil cangkir kopi tersebut dan menyeruputnya.
"Iyya" balas Asia dengan senyum. Ia masih setia berdiri di tempatnya tadi memperhatikan Giffari minum. Ia tampaknya menunggu Giffari selesai meminum kopi buatannya dan ingin melihat respon Giffari, apa kopi itu sudah seusai seleranya atau belum.
Tapi sayangnya Giffari tidak memberikan respon apa-apa setelah selesai meminum kopi susu yang diberikan Asia. Ia malah kembali fokus pada dokumennya.
"Kak Asia masih ada perlu?" Tanya Fadli yang sedikit jengah melihat Asia masih berdiri di depan meja Giffari.
Teguran Fadli tadi membuat Giffari yang tadi fokus ke dokumennya menjadi melihat ke arah Asia. Ia tidak sadar ternyata Asia masih di sini.
"Kenapa?" Tanya Giffari ramah. Tak ingin meninggalkan kesan mengusir pada Asia.
"Engga bos, itu, nanti makan siang di sini?" Gelagapan Asia menyampaikan pertanyaannya.
Giffari terlihat berpikir sebentar lalu menjawab, "kayaknya engga, aku makan siang di luar."
"Oh dimana bos? Kebetulan aku juga mau makan di luar. Mau saya pesanin tempat?" Tanya Asia lagi.
"Bu manager, mending urus manajemen restoran aja. Ga usah ngurusin kak Ari, dia udah gede bisa urus diri sendiri." Bukannya Giffari yang menjawab malah Fadli yang menyeletuk tidak sopan.
Tak suka dengan sikap Fadli yang tak sopan, Giffari melayangkan peringatan lewat matanya. Tapi tidak hiraukan oleh Fadli.
"Ga usah Asia, saya mau ke .." belum sampai ucapan Giffari Fadli sudah memotong.
"Mau ke rumah calon istri dia kak, lagi bucin." Potong Fadli dengan santainya sambil memainkan ponselnya sehingga tidak menyadari perubahan air wajah seseorang setelah ia mengatakan hal tersebut.
Keadaan suasana ruangan menjadi legang karena celetukan Fadli membuat si pembuat onar menurunkan poselnya dan berbalik ke kedua orang yang ada di ruangan.
"Iyya kan kak?" Tanya Fadli memastikan. Ia sebenarnya tidak tahu kakaknya mau kemana, ia hanya menduga-duga tadi. Ya sekalian manas-manasin orang sih niatnya.
"Iyaa." Giffari akhirnya mengiyakan.
"Oh gitu ya bos. Ya udah saya balik kerja dulu kalo gitu" pamit Asia.
Giffari mengangguk mengiyakan. Membuat Asia langsung melangkah keluar.
"Kak Asia!" Panggil Fadli sesaat sebelum Asia menutup pintu ruangan Giffari.
"Iyya?" Jawab Asia.
"Lain kali kalo mau masuk ruangan ketuk dulu ya kak," tegur Fadli saat menyadari kalau selama ini Asia masuk ruangan Giffari seenaknya tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Asia mengerjap beberapa kali, cukup terkejut dengan teguran Fadli. Setelah berhasil mengontrol ekspresinya, Asia memasang senyum kecil atas dasar kesopanan. "Iyaa, lain kali aku ketuk dulu. Maaf ya." Katanya.
"Iyya kak." Balas Fadli, ia juga memasang senyum. Bukan senyum kecil melainkan senyum lebar menampilkan semua deretan gigi rapinya. Entah atas dasar kesopanan juga atau atas dasar yang lainnya. Hanya dia sendiri yang tahu.
Setelah Asia menutup pintu dan pergi dari ruangan Giffari, Giffari juga beranjak dari kursinya ke sofa depan Fadli. Ia berniat mengintrogasi adiknya yang bertingkah aneh hari ini.
"Kamu kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa judes sama Asia?"
"Terserah aku dong, emang ga boleh?" Sewotnya.
"Ya bukan gitu, aneh aja. Biasanya juga kamu ramah-ramah aja. Sekarang kenapa judes?"
"Gantiin peran kakak, kakak kan ga bisa judes sama cewe, ga bisa kasih batasan. Kan gawat kalo kak Asia gitu terus kayak tadi padahal kak Giffari aja udah punya calon."
Giffari ingin menyanggah, tapi Fadli ada benarnya juga.
"Lain kali kalo mau negur jangan judes-judes, kasian Asia."
"Kasian mah sama kak Lilya. Di deketin orang yang deket sama orang lain juga." Cibir Fadli tepat di depan orangnya.
"Kakak ga deket sama siapa-siapa ya"
"Kikik gi dikit simi sipi-sipi yi, Halah bullshit," cibir Fadli lagi.
"Heh omongannya."
"Udah deh kak, kakak harus konsisten. Jangan sampe kejadian kayak kemarin ke-ulang lagi. Kalo kakak ga bisa konsisten, kak Lilya biar sama aku aja."
"Sekali lagi kamu ngomong gitu kita berantem ya!" Tantang Giffari yang sebenarnya bercanda.
"Ga takut! Wlee" Balas Fadli kemudian keluar dari ruangan Giffari entah kemana.
***
Happy readiingg!!!
Don't forget to vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Under 22
ChickLitDilamar teman sendiri, apa itu masuk akal?! Bukan teman biasa tapi sahabat sedari kecil?!! Mereka murni hanya berteman bahkan 9 tahun belakangan ini mereka tidak lagi saling kontak, tapi kenapa tiba-tiba Giffari datang mengejutkan Lilya dengan lama...