"Giffari? Makan siang di sini ternyata?" Panggil Asia cepat kepada Giffari saat Giffari sudah ingin duduk di kursinya.
Ini bukan kebetulan seperti yang dikatakan Asia. Dia memang sengaja mengikuti Giffari sejak keluar dari kantor untuk melihat langsung calon istri Giffari. Ia bahkan ikut menunggu Lilya di café yang sama dengan Giffari –tentu saja dengan menghidari jarak pandang Giffari, menghabiskan waktu makan siangnya yang 15 menit lagi berakhir.
Memikirkannya lagi membuat Asia merasa bodoh, tapi mau bagaimana lagi, dia sudah sejauh ini. Bersandiwara sedikit tidak akan jadi masalah.
"Eh Asia? Kok disini?" Pertanyaan yang sudah Asia duga.
Tentu saja ia sudah menyiapkan jawabannya. "Kok bingung gitu? Aku mau makan siang disini makanya ada di sini," jawabnya santai berbeda dengan debaran jantungnya yang takut ia ketahuan berbohong.
"Boleh gabung ga? Ga ada meja kosong lagi nih," Katanya lagi memberanikan diri walau dari luar ia tampak santai saja. Wah sepertinya dia memang berbakat menjadi aktris.
Setelah permintaannya diiyakan Giffari, ia segera mengambil tempat duduk tepat di depan Giffari.
Asia menyapukan matanya, memperhatikan setiap detail Lilya. Mencari alasan apa sekiranya yang membuat Giffari tertarik, akan tetapi Asia tidak mendapatkan apa-apa. Dibayangan Asia, calon istri Giffari pastilah seorang wanita anggun dengan aura keibuan tetapi yang didapatinya hanya gadis kecil biasa yang sepertinya masih dibawah umur.
'Apa Giffari akan menikahi bocah ini?' Batin Asia
"Jadi Ini ya calon istri kamu? Masih terlalu muda ya kelihatannya," kata Asia menyinggung usia Lilya yang menurutnya masih terlalu muda. Tapi bukan jawaban mengenai umur Lilya yang ia peroleh. Yang ia dapat hanya pemandangan dua orang yang saling menatap. Entah ini hanya perasaannya saja atau apa, tapi mereka terlihat seperti dapat bertelepati antara satu sama lain membuat Asia sedikit merinding.
"Iyya kak, aku calonnya Ari," jawab Lilya mengakhiri aksi telepati mereka. Mebuat Asia hanya bisa menelan jawaban pahit tersebut.
"O .. ooh," Jawab Asia terbata. "Aku Asia, salam kenal ya," Katanya lagi yang dibalas senyuman oleh Lilya.
"Oh iya, ini pesannya gimana ya?" Tanya Asia saat menyadari daritadi belum ada satupun orang yang menghampirinya menanyakan pesanan mereka.
"Kamu belum pesan?" Tanya Giffari.
"Belum," jawab Asia dengan wajah kebingungannya. "Memangnya kalian sudah pesan?"
"Udah, pesannya di depan kak." Kali ini Lilya yang menjawab pertanyaan Asia.
"Ohh .. gitu ya," sahut Asia. "Kalo gitu aku pesan dulu."
Baru Asia ingin berdiri, Giffari sudah berdiri terlebih dahulu. "Biar aku aja yang pesenin, di depan rame banget, nanti kamu susah pesannya." Ujarnya membuat Asia mengangguk dan Lilya menghadiahkannya tatapan menyelidik.
Tapi Lilya tidak mengatakan apa-apa. Ia ingin menyimpan pertanyaannya untuk nanti saja.
Sepeninggalnya Giffari dari meja mereka membuat keadaan diantara Asia dan Lilya menjadi canggung. Mereka beberapa kali bertemu tatap kemudian saling melempar senyum canggung.
Lilya bukan orang yang mudah bergaul sehingga ia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasi ini sehingga ia hanya diam. Berbeda dengan Asia yang tampak tak nyaman dengan situasi sekarang sehingga ia memutuskan untuk memulai percakapan. Oh iya, ia tadi masih penasaran dengan umur Lilya.
"Lilya udah kerja? Atau masih sekolah?" Basa-basinya. Ia ingin langsung menanyakan umur Lilya tapi ia takut menyinggung.
"Aku kuliah kak, tahun ini lulus," jawab Lilya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under 22
ChickLitDilamar teman sendiri, apa itu masuk akal?! Bukan teman biasa tapi sahabat sedari kecil?!! Mereka murni hanya berteman bahkan 9 tahun belakangan ini mereka tidak lagi saling kontak, tapi kenapa tiba-tiba Giffari datang mengejutkan Lilya dengan lama...