#8 Si Koala

216 33 5
                                    

Sedari dulu, Lisa sangat menyukai berada di tempat tinggi. Tenang nan damai, jauh dari hiruk-pikuk orang-orang di bawah sana. Seperti saat ini, tepatnya pada bianglala yang sedang bertengger di puncak.

Menenangkan sekali, sebelum seseorang di depannya menguap lebar, baru saja bangun beberapa saat yang lalu.

"Gue ketiduran ya, Mba." Lalu kembali menguap.

Lisa memperhatikan cowok itu, sedang mengucek matanya yang sedikit merah. Meregangkan lengan, mungkin saja kesemutan.

Lisa berdecak. "Kalo ngantuk ngapain ke sini, geblek. Coba aja gak ada gue, gak turun, lo!"

Arjuna memutar bola matanya malas, memandang jendela tak acuh. Diam-diam melirih, "pret. Gue bangun sendiri, kok."

"Hah, apa?"

Buru-buru Ajun menggeleng cepat. "Nggak," elaknya.

Lisa bersandar, menyamankan posisi duduk. Mereka belum juga bergerak dari posisi semula; puncak bianglala. Angin malam samar-samar menerpa wajahnya. Ajun saja tanpa sadar sudah kembali terpejam.

Mengedarkan pandangan, Lisa tak kunjung menemukan batang hidung kedua adiknya. Entah pergi ke mana mereka.

"Besok temenin gue, fotokopi selebaran."

Lisa mengernyit, sementara Ajun bicara santai dengan mata terpejam. Nampak sangat nyaman merasakan angin sepoi-sepoi dari celah bianglala yang mulai bergerak.

"Bentar, bentar, selebaran apa lagi, nih."
Cowok itu membuka matanya sedikit, lalu kembali terpejam.

"Selebaran ekskul lah, ya kali undangan nikahan kita." Ajun berkata dengan tubuh yang semakin nyaman bersandar. Kembali mengantuk.

"Yeee, gue kan udah kelas dua belas, ege. Minta temenin adek kelas noh, banyak."

"Enak aja, belom semester dua ya, Mba. Gak usah sok sibuk!" Ajun menguap lagi, kali ini dengan genangan kecil air di pelupuk matanya. Sepertinya sudah mencapai batas, alias jam-jam si koala tidur.

Ngomong-ngomong, koala itu panggilan dari Lisa. Untuk si bocah tukang tidur, tentunya.

"Lagian, gue gak kenal anjir sama anggota baru," sergah Ajun.

Lisa bertopang dagu, menatapnya malas. "Gue dah akrab padahal, sama tu anak. Ajak kenalan, Jun. Dia tuh partner lo setahun kedepannya," tunjuknya. "Mau ngandelin gue mulu, lo? Dih ogah, mabok selebaran gue dua tahun ini."

Cewek itu melongok ke bawah, mereka sudah sampai di putaran terakhir. Artinya, mau tidak mau ya harus turun.

Yang diceramahi malah pura-pura tidak dengar, mengedarkan pandangan asal. "Bodo amat Mba, ga denger. Sampe lulus pun gue bakal hantui lo sama kertas selebaran," katanya, tertawa jahat.

Lisa tak lagi membalas sampai akhirnya bianglala mengantarkan keduanya turun.

"Makasih, Pak!"

Keduanya beriringan, berjalan tanpa tujuan diantara stan makanan maupun mainan. Mungkin akan lebih menyenangkan tanpa rengekan cowok di sampingnya.

"Ayolah Mba, masa lo tega. Lo tau kan, gue susah akrab sama cewek."

Lisa mengernyit. Kalau dipikir lagi, teman Ajun itu cuma sekitar anak-anak komplek dan teman sebangkunya.

"Lah, gue kan cewek."

"Lo cowok, Mba."

Setelahnya Ajun mengaduh. Mba Lisa itu kurus begitu tenaganya Hulk. Ia mengusap pinggang yang menjadi korban.

"Kekerasan dalam rumah tangga dih, ga like gue," decaknya.

Lisa menghela napas. "Ya masa lo mau bareng gue mulu, lo tuh harus---"

Blok BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang