"Gak boleh."
Dua kata yang Lisa benci akhir-akhir ini. Apalagi Jiun berkata dengan santainya sambil mengupas apel. Gadis itu berdecak. Sebelum kena semprot, Jiun buru-buru menyuapi saudara tertuanya potongan apel. Istilah kasarnya sih, dibungkam.
Pipi tembam Lisa menggembung dengan muka suntuk.
"Kalau bareng Bang Ji, boleh," celetuk Haru yang selonjoran depan televisi. Tangannya sibuk pada gadget yang sedang dalam posisi miring.
"Indojuni depan gang doang anjir!"
"Depan gangnya masih ngelewatin jalan raya, Mbakyu kuu cintakuu," gereget Jiun kembali menyodorkan apel.
Menerima suapan dengan senang hati, gadis itu mencibir dengan mulut penuh, "gue udah sembuh kali, alay banget."
Lisa melompat-lompat kecil. "Nih, nih, sembuh ni–AANJI-!"
Sialnya, pergelangan kaki yang masih agak bengkak itu kembali nyeri. Dia kembali duduk, tidak kuat berdiri.
Jiun terperanjat. Buru-buru mendekati sang kakak. "Eh- eh- eh- kenapa? Mana yang sakit Mba, duh mau ke dokter ga? Rumah sakit aja ayo!" paniknya.
Lisa sebenarnya ingin menangis saking sakitnya, cuma dia tahan. Mana bisa dia membuat Jiun lebih khawatir dari ini?
"G-gak, gapapa. Kepentok doang," elaknya.
Adik pertamanya itu malah melotot dan berdecak keras. "Banyak tingkah sih! Gak sekalian lo lari-lari ke komplek sebelah, siapa tau jadi kaki gajah!"
Lisa mendengus. "Gue cuma mau ke indojuni!"
Jiun berdecak pelan. Kakaknya itu kapan sih mau menyerah. Enggak tahu aja, saat dia mengentengkan begitu, orang-orang pada khawatir. "Bareng gue. Titik."
Lisa tidak lagi membantah, diam-diam menahan nyeri. Anteng disuapin Jiun tapi mukanya masih ngambek. Gimana enggak, kemarin aja mau jalan sama Rojeh dilarang. Harus dianter si Juni pokoknya.
I mean, Rojeh loh ini? Like, what the fff–?!
Semuanya gara-gara tragedi minggu lalu. Gadis itu kurang hati-hati, malah berakhir di rumah sakit. Cidera katanya, tersenggol sepeda motor. Alhasil ya begini. Enak sih, berasa jadi Putri. Iya, Putri yang dikurung di menara itu loh.
Atensi Lisa terpaku pada cairan merah di ibu jari Jiun. Goresan pisau buahnya.
"Ji, tangan lo!"
Nampaknya dia sendiri terkejut, tapi raut Jiun kembali tenang. Malah gadis di depannya yang teramat panik. Lisa hendak mengambil kotak P3K, tapi saat berdiri, nyeri kembali menyetrum pergelangannya.
Kini giliran Jiun yang panik bukan kepalang. Namun saat melihat Lisa cengar-cengir, dia mendengus kasar. "Lo bisa gak sih." Menjeda ucapannya, Jiun menatap sang kakak gereget. "Semeniit aja diem coba. Itu tuh, itu, ungu-ungu di kaki lo. Itu namanya bengkak, wahai Mbaa. Jangan lo tambahin lagi sama kelakuan pecicilan kayak babon itu! Lompat sana lompat sini, gue yang jantungan tau gak!"
Mata Lisa menyipit, tersenyum meledek. "Cieee khawatir, sayang banget lo ye sama gue."
Jiun menatap lelah. Sebenarnya yang berperan jadi kakak di sini siapa sih?
"Santai napa, santai."
Lisa menepuk sofa, mengisyaratkan agar Jiun duduk. Menurut, ia menyerahkan tangannya saat gadis itu minta.
Lisa perhatikan goresan kecil namun darahnya merembes keluar. "Gue seneng banget tau, dih. Kapan lagi bisa jadi majikan kalian, ya kan."
Pemuda itu diam-diam mencibir, "perasaan tiap hari lo ngebabuin gue deh, gila."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blok B
Fanfiction[Lisa ft. Treasure] Kisah harian Mba Lisa si kembang komplek bersama para bujang yang haus belaian kasih sayang. Alias caper!