Seorang gadis sedang asik berbaring di ranjangnya. Ditemani cemilan yang disiapkannya untuk menemani waktu luangnya, dan tentu saja sekotak tisu yang juga disiapkannya.
"Biarin aku pergi ya?"
"Jangan.. jangan pergi, tetaplah disini bersamaku."
Dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya sedari tadi. Walaupun masih terisak kecil dia tetap melanjutkan film yang sedang dia tonton. Padahal dia berharap happy ending, tapi ternyata akhir tak seindah yang ia kira.
"Baiklah, aku mengizinkan mu. Tapi.. janji?"
Pada layar laptop itu, gadis yang berperan sebagai tokoh utama disana mengangkat lengannya dan menjulurkan jari kelingkingnya kearah pria yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Dengan masker oksigen yang menutupi separuh wajahnya, namun senyum dari pria itu masih bisa dilihatnya.
"Janji padaku. Kita harus bertemu di kehidupan selanjutnya, sebagai kedua insan yang ditakdirkan bersatu oleh tuhan."
"Tentu.. tentu saja."
Pria itu mengaitkan jemari tangannya. Dibalik masker oksigen itu tercetak jelas senyuman manisnya.
"See you in the next life, my love."
Netranya perlahan-lahan terpejam. Bersamaan dengan bunyi nyaring dari mesin AKG di sebelahnya menandakan tak ada lagi detak jantungnya.
"HUAAAA KAK MAHENNN."
"Astaghfirullah! Rara kenapa?!"
Gadis itu berteriak sembari terisak. Kakaknya yang sedang sibuk membuat tugas di meja belajar itu terlonjak kaget saat sang adik meneriaki namanya. "Kak.. Jean nya meninggal, HUAAA."
Mahen yang bingung hanya berjalan mendekat kearah adik perempuannya dan memeluknya. Menatap layar laptop yang masih menyala itu, memperlihatkan gadis yang menangis sembari memeluk raga laki-laki yang sudah tak bernyawa itu.
"Udah Ayra. Jangan nangis, cup cup." Ucapnya sembari menepuk-nepuk pucuk kepala adiknya.
"Tapi kak.."
"Udah-udah. Jangan nangis lagi, orang cuma gitu doang. Emang sesedih apa sih?"
Gadis itu mengangkat pandangannya dan menatap kakaknya tajam. Membuat Mahen terkekeh kecil, walaupun setajam apapun kedua netra itu menatapnya, namun karena hidung merah itu membuatnya terkekeh. Sangat imut.
"Kasian kak.. Ceweknya sudah berjuang biar suka sama si cowok, lah saat udah jatuh cinta, tuhan ngambil cowoknya gitu aja.. hiks, kasian kak.." Ayra kembali menangis membuat kakaknya tertawa lepas.
"Ih! Kok jahat?! Malah ketawa."
"Lagian, sama fiksi aja baper."
Sungguh sindiran yang hebat. Mahen hanya belum tau bagaimana orang-orang yang tertawa, menangis, bahkan orang-orang yang dengan sukarela mengabsen seluruh kebun binatang hanya karena tokoh antagonis yang biasanya semakin dibiarin semakin ngelunjak.
"Elah, kek dia ngga pernah nangis aja. Jangankan film, nonton Upin Ipin aja kakak bisa nangis." Mahen mendelik mendengar itu, dia segera melepas pelukannya dan menatap adiknya dengan wajah menyelidik.
"Heh! Kapan kakak gitu? Jangan fitnah ya.."
"Kakak sebenernya jangan bohong! Jujur! Kakak kan yang ngabisin sekotak tissue di ruang tengah?! Ngaku kan! Gara-gara liat Upin Ipin episode kain merah itu!" Mahen tak bisa menjawab apapun sekarang. Dia hanya memalingkan wajahnya berusaha tidak berkontak mata dengan Ayra.
"Nah bener kan?! Hahahaha, aku mending nangis liat film, lah kakak liat kartun aja ngabisin sekotak tissue." Kini Ayra yang tertawa sampai dia merasa keram pada perutnya.
"Ish! Kalo masalah nistain kakak dia yang paling juara." Ayra tak mendengarkan apa yang Mahen katakan dan memilih melanjutkan tawanya. Yang semakin lama semakin membuat Mahen kesal. Dia mendekat kearah adiknya dan kemudian menggelitik pingang gadis itu.
"HAHAHA YA ALLAH KAK JANGAN!"
"Lagian siapa suruh ngatain kakak? Rasain nih, hahahaha." Ucap Mahen menirukan tawa bajak laut yang biasanya ada di kartun.
"HAHAHAHA UDAH KAK! AMPUNNN!"
"Bilang dulu 'kak Mahen ganteng'."
"NGGAK! NANTI KAK MAHEN KEPEDEAN!" Tolak Ayra mentah-mentah, masih tertawa karena Mahen belum menghentikan aksinya.
"Yaudah kalo gitu, kakak ngga berhenti." Ucapnya.
"IYA-IYA! KAKAK MAHEN GANTENG! UDAH KAK."
"Apa? Kakak ngga denger."
"Ish, KAK MAHEN GANTENG! KAK MAHEN YANG PALING GANTENG SEDUNIA!" Mahen akhirnya menghentikan aksinya, tapi dia malah tertawa saat melihat adiknya.
Ayra mendudukkan dirinya setelah lelah berguling-guling menahan geli. Dia bangun dengan rambut yang acak-acakan membuat Mahen tertawa sekali lagi.
"TOH UDAH DIPUJI MALAH NGETAWAIN!"
"Coba liat muka kamu! Hahaha, kek reog."
"Astaghfirullah, hamba terzolimi." Ucap Ayra membuat tawa Mahen semakin pecah. Walaupun dia tau kakaknya menertawainya, tapi dia suka saat-saat seperti ini. Saat dimana kakaknya bisa tertawa lepas bersamanya. Itu membuat air mata menggenang pada pelupuk matanya.
"Lho?! Kok nangis lagi?" Ucap Mahen dan mengentikan tawanya. Dia malah merasa bersalah pada adiknya karena telah menertawainya.
Namun tiba-tiba Ayra memeluk dirinya. Tapi tak terdengar tangis sama sekali dari anak itu.
"Kenapa? Maaf deh, kakak ngetawain kamu, ya?"
"Gapapa kak. Tetep ketawa kek gini ya? Adek suka." Jujur saat-saat seperti ini membuatnya mengingat kebahagiaan mereka dulu, saat keluarganya masih lengkap. Ada dia, Ayra, ayah dan ibunya.
"Makasih udah jadi kakaknya Ayra." Mahen tersenyum mendengar kata-kata itu. Namun dia tak mau membuat suasana menjadi sedih seperti ini.
"Iya sama-sama. Kamu beruntung kan? Punya kakak yang super ganteng gini?"
"Kak, kalo boleh jujur ya. Ada saat dimana aku pengen lempar kakak ke Neptunus, lho. Sangking keselnya aku sama kakak." Mahen tergelak kembali mendengar itu. Dia mengeratkan pelukannya pada adiknya, membuat Ayra bisa merasa nyaman disana.
"Kalo kamu lempar kakak ke Neptunus, kamu ngga akan ketemu lagi sama manusia seperti kakak, yang gantengnya ngga manusiawi." Ucapnya, mengundang gelak tawa juga dari Ayra.
"Iya kak, iya. Terserah kakak aja yang penting kakak seneng."
Mereka kembali tergelak bersama. Entah mengapa, mereka berdua memang orang yang cocok, karena bisa mencairkan suasana begitu saja. Tak salah semesta memberikan takdir seberat ini kepada mereka. Karena semesta tau, mereka bisa menghadapi segalanya bersama, lantas bagaimana jika semesta mengambil salah satunya?
Terimakasih kak, sudah bertahan sejauh ini bareng Ayra. Tetep jadi kak Mahen yang Ayra kenal ya? Dan tolong jangan tinggalin Ayra seperti ibu sama ayah. Sudah cukup Ayra kehilangan, jangan lagi.
*****
"Jogja kini menjadi saksi tentang hitam putihnya kisah cinta ini."Monokrom
© Indaheart, 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom | Nishimura Riki
Ficção Adolescente"Walaupun hidupku tanpa warna, namun kehadiranmu membuatnya menjadi lebih sempurna." Tentang Riki dengan hidup suramnya, dan kedatangan Ayra yang mengubah segalanya. Dan akhirnya semesta mempertemukan mereka dengan hitam putihnya cinta yang terluki...