10. Semesta Memihakku atau Tidak?

587 105 4
                                    

Ayra berjalan diatas trotoar sembari bersenandung kecil, menggenggam erat tali ransel miliknya dan menatap halte bus yang sudah berada tepat didepan matanya.

"Jalannya jangan lompat-lompat dek, nanti kesandung." Ucap seorang laki-laki di sebelahnya. Dia Mahendra, yang sekarang sedang geleng-geleng kepala dengan tingkah laku adiknya. Ayra hanya cengengesan mendengar hal itu, dia tersenyum lebar sehingga menampakkan gigi gingsul miliknya.

"Udah sampek~" ucapnya saat langkah kakinya berhenti tepat di depan halte bus. "Udah, Ayra pamit mau sekolah."

Ayra mengulurkan tangan untuk menyalami kakaknya itu dan tentu saja diterima oleh Mahendra. Dia menarik sedikit tengkuk Ayra dan mengecup singkat keningnya. Itu adalah suatu kebiasaan mereka sejak dulu, bahkan Ayra tak keberatan. Dia merasa itu adalah bentuk kasih sayang Mahendra yang tiada tara hanya untuknya.

"Nee, hati-hati." Baru saja ingin melangkah, Ayra dikagetkan dengan ucapan kakaknya beberapa saat lalu.

"Nee? Wah kak Mahen udah keracunan drama Korea!" Pekik Ayra saat mendengar hal itu, membuat orang-orang yang juga sedang berjalan memasuki bus memfokuskan pandangan mereka kepadanya.

"Eh, jangan keras-keras gitu Ra, ini bukan rumah kita yang bisa dengan bebas kamu teriak disana." Lagi dan lagi, Ayra hanya tersenyum lebar menanggapinya. Dia kemudian berjalan menuju bus yang sepertinya sebentar lagi akan berangkat. Namun sebelum masuk, dia berbalik kembali menatap Mahendra.

"Kak," Mahendra menatap adiknya dengan penuh tanda tanya. Secara tiba-tiba Ayra mengangkat tangan kanannya dan menautkan ibu jari dan telunjuknya, membentuk sebuah hati kecil.

"Saranghae." Mahendra yang mendengar itu hanya terkekeh kecil. Kemudian dia mengangkat tangannya dan menaruhnya diatas kepalanya, membentuk hati yang jauh lebih besar.

"Nado saranghae."

Terdengar sebuah kekehan dari gadis itu, dia kemudian naik ke bus dan meninggalkan kakak laki-lakinya sendirian disana. Mahendra hanya diam menatap bus yang perlahan-lahan mulai menjauh itu, semakin menjauh dan akhirnya menghilang bersamaan dengan tungkainya yang mulai kembali melangkah pulang.

Ayra. Saat memasuki bus dia dapat melihat seseorang yang duduk dengan telinga yang tersumbat earphone, dia Riki. Disana hanya ada dua tempat duduk yang kosong, yakni di sebelah laki-laki itu dan dibelakang. Dia melangkah untuk duduk, tentu saja dia memilih untuk duduk di belakang.

Ayra melewati laki-laki yang hanya diam seakan-akan tak menyadari keberadaannya, hingga secara tiba-tiba dia merasa tubuhnya ditarik kebelakang.

Bruk!

Dia kaget saat tubuhnya mendarat dan duduk tepat di sebelah Riki. Dan saat dia menyadari bahwa anak itu yang menarik tasnya dan membuatnya mundur ke belakang, dia menatap sengit Riki yang terlihat seakan-akan tidak perduli. Kembali fokus dengan benda pipih di tangannya, tak lagi menggunakan earphone karena sudah dilepasnya sedari tadi.

"Lo ngapain narik gu—"

"Diem. Lo berisik."

Ucapnya. Ayra hanya bisa mendengus dan mengubah posisi duduknya agar menjadi lebih nyaman. Namun dia merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Dia melirik ke arah kanan, dan ternyata tangan laki-laki itu masih menggenggam tas miliknya.

"Riki, tangan lo." Riki yang menyadari hal itu kemudian melepas tas Ayra tanpa mengucapkan apapun lagi.

Kini hanya hening yang terasa disana. Sebenarnya Ayra lebih suka berada di dekat jendela, tapi karena sekarang disebelahnya ada Riki, dia jadi malas.

"Cantik, mau sekolah ya?" Ayra kaget saat di sebelahnya tiba-tiba ada seorang laki-laki paruh baya yang tersenyum kepadanya. Tidak, bukan senyuman tulus, melainkan senyuman nakal. Itu membuat Ayra menjadi was-was sedari tadi.

Monokrom | Nishimura RikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang