30. Bagian yang Tertinggal

356 48 3
                                    

Dari beberapa part terakhir, aku perhatiin antara jumlah vote sama reader nya itu terpaut jauh. Jadi aku mohon sebelum beranjak dari part ini, tolong tinggalkan jejak, ya! Voting itu bener-bener berpengaruh untuk book ini kedepannya nanti:D

Selamat membaca~
.
.
.

❝ Jika nanti kau ingin aku lagi
Kejarlah sekuat tenaga
Jika kau ingin hati ini lagi
Rayulah sekuat tenaga ❞

- Donne Maula

*******

Pikiran Juna berkecamuk tentang apa yang mungkin akan terjadi kedepannya. Semakin berat rasanya untuk dia melangkah lebih jauh dengan harap yang semakin lama semakin kelabu, penuh ragu. Mau dibawa kemana perasaannya terhadap gadis itu? Juna tau bahwa jatuh cinta terkadang memang menyakitkan, tapi dia cukup percaya diri untuk melanjutkan.

Nyatanya dia tak pernah bisa membohongi dirinya tentang bagaimana perasaan kecewa melingkupi hatinya saat dia tahu bahwa kisah cintanya berakhir dengan sebelah pihak.

Dia jadi membayangkan seberapa menyebalkannya wajah Sekala yang sebentar lagi sepertinya akan tertawa terpingkal-pingkal karena aksi nekatnya yang berujung semu. Bagaimana dia harus mengatakannya pada Sekala?

Jemari laki-laki itu dengan ragu memegang gagang pintu apartemen yang dihuni Sekala. Dia sudah meninggalkan sebuah pesan barusan untuk ibunya, bahwa dia akan menginap di apartemen temannya dan disetujui oleh wanita paruh baya itu. Dia perlahan mulai memutar gagang pintu itu dan menampakkan sunyi nya apartemen sahabatnya. Juna kembali menutup pintu itu dan memilih melenggang ke dapur untuk menemui sosok yang sepertinya dalang dari suara dentingan sendok yang berulang-ulang.

Sekala di sana, dengan segelas teh yang masih berusaha diaduknya.

"Udah pulang? Cepet banget."

Juna tak menghiraukannya. Memilih untuk mendudukkan dirinya di kursi meja makan, kemudian menghembuskan nafasnya panjang. Tanpa ditanya, Sekala tentu sudah tau apa gerangan dibalik muka masam milik laki-laki itu.

"Mau teh juga?"

"Ngga usah."

Hanya basa-basi. Sekala tak mau langsung menyerang laki-laki itu dengan ribuan pertanyaan setelah melihat wajah Juna yang terpampang tanpa ekspresi.

"Udah makan? Belum, kan?" Juna mengangguk.

Sekala beranjak. Dia mengambil sekotak pizza yang ada di atas meja makan, menaruh makanan itu diatas piring dan menyimpannya selama beberapa menit dalam microwave selama beberapa menit untuk dihangatkan.

"Gue tau lo nggak bakalan mau makan, tapi setidaknya makan ini aja, biar perut lo nggak kosong kalo tidur nanti."

Juna melirik pizza itu tanpa minat. Meraihnya dan mulai mengunyah makanan itu hanya untuk menghargai Sekala yang sudah perhatian dengannya sejak barusan. Entahlah. Saat diluar barusan, dia masih bisa berpura-pura biasa saja. Dia mengobrol, terkekeh, dan melupakan sejenak masalahnya. Dan entah mengapa saat melihat sosok Sekala di depannya, Juna jadi tak bisa menyembunyikan semuanya.

"Jangan liat gue kaya gitu." Suara serak Juna memecah hening dapur apartemen itu. Sekala terkekeh menanggapinya, menarik kursi dan mendudukkan dirinya tepat di depan Juna.

"Muka lo menyedihkan banget soalnya. Tanpa gue tanya juga gue udah tau kenapa. Tapi gue salut sama keberanian lo buat ungkapin perasaan lo, keren, keren!" Ditambah kikikan kecil laki-laki itu berucap untuk mengapresiasi Juna yang bahkan tak tersentuh sedikitpun oleh apresiasi laki-laki itu.

Monokrom | Nishimura RikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang