Chapter 14- Sea, Love and Moon

4.8K 453 9
                                    

  Happy Reading 🥰




~~~~~~~~~~~~~~~

Setelah memutar arah menuju pantai, Jevano dan Karin kini duduk berdampingan di bibir pantai. Mata keduanya menatap lurus pada air laut yang tenang pada malam hari.

"Kayaknya aku pernah bilang kalo mama dulu model,". Karin memecah keheningan yang melanda mereka selama hampir setengah jam. Setengah jam yang mereka habiskan hanya untuk menikmati kesunyian malam dengan iringan suara ombak.

"Jadi, dibanding mama sebenernya aku lebih dekat sama papa. Papa yang ngerawat aku dari kecil yang selalu ada untukku dikondisi apapun,".

"..."

"Kamu tau nggak dulu papa baik banget, aku minta apa pasti diturutin, papa juga gak pernah marah kalau aku nakal. Tapi kayak mimpi semua itu hilang semenjak  aku berumur 8 tahun. Papa perlahan berubah,". Punggung Karin bergetar. Jevano

"Padahal dulu tiap papa pulang  pasti bawain makanan atau es krim kesukaanku,".

"Kalau minggu kita juga pergi picnic berdua,". Karin terkekeh mengingat kenangan manis masa kecilnya.

"Emang dasarnya anak kecil tuh kepo ya jadi aku iseng tanyain mama ke papa,"

"Dulu pernah tanya ke papa, kenapa papa mama gak tidur bareng. Papa bilang alesanya sempit jadi tidurnya sendiri biar enggak gerah,". Mengingat hal itu membuat Karin kembali terkekeh, ia menyadari dirinya dulu sangat polos.

"Mama papa bertengkar tiap hari, terus gak lama papa pulang bawa Tante Morena,".

"..."

"Mama parah banget, aku dulu gapaham. Kenapa mamaku kayak orang linglung suka marah-marah gak jelas, sampai akhirnya tiba-tiba mama udah pergi dari rumah,"

"Tiap hari aku coba cari perhatian ke papaku lagi tapi, bahkan itu semua gak guna,"

"Aku udah capek, apa yang aku lakuin semua salah, semua ga bener dimata papa atau tante Morena. Aku gak tau kenapa semua orang benci aku,"

"Mama pulang kerumah, waktu itu aku udah SMP. Jijur aku bingung keadaan semua aneh. Papa udah kaya benci banget sama aku, kepulangan mama malah buat kondisi rumah semakin aneh. Semua orang dirumah gak pernah anggap aku ada. Makanya pas mama pulang aku berharap banget semua akan membaik"

"Aku coba akrab sama mama dan ternyata mama dulu pergi karena papa kirim ke RSJ,". Karin mengigit pipi dalamnya menahan untuk tidak menangis.

Jevano diam, masih membiarkan gadis itu untuk menyelesaikan cerita yang menjadi bebannya selama ini.

"Bukan mama, bibi yang bilang. Padahal aku pikir mama dulu ninggalin aku karena benci aku juga, karena sedari awal mama never behind me,".

"Bahkan yang kupikir kalau ada mama everything gonna be okay, gak pernah terjadi,". Jevano melihat punggung Karin bergetar. Ia merengkuh wanitanya itu kepelukannya.

"I'm here with you.. Forever!,". Nada rendah suara Jevano membuat Karin nyaman.

"Aku coba rawat mama,  Sampai kondisi mental mama jauh lebih baik,". Jevano mengelus rambut hitam Karin, memberi kenyaman bagi gadis itu.

"Tapi kayaknya Tuhan bener ga bisa buat hidupku tenang,". Karin terkekeh dengan air mata yang mengalir.

"Mama sakit, bukan cuma batinya aja Jev tapi fisik juga. Aku gak tau lagi Jev harus pertahanin mama pakai cara apa, That's why I married you,".

"Aku bebas dari keluarga ku dan mamaku mau berangkat berobat,".

"I'm Sorry for using you," Jevano menggeleng melepas pelukannya pada Karin beralih memegang pundak Karin.

"Aku cuma mau mama bahagia barang sekali."

"Karin lihat aku, aku yang harusnya minta maaf ke kamu, dan aku malah seneng kamu mau manfaatin aku. Aku gak masalah sama sekali sama hal itu,". Karin menatap mata Jevano yang biasanya telihat tajam kini terlihat teduh.

"Use me everywhen you need, I'm yours, ehmm?,". Karin tersenyum mengangguk bersamaan dengan air matanya yang mengalir.

"Sekarang kamu bebas, aku akan buat kamu bahagia, karena aku akan ada untukmu setiap saat jadi jangan pernah pergi dariku,".

Karin memeluk Jevano erat menghirup dengan rakus aroma milik pria itu.

"Aku nggak akan, tapi kalau kamu gak tau..,".Sahutnya lirih.

"Sst.. gak usah ngomong aneh-aneh,". Jevano ikut mengeratkan pelukannya.

"Jevano,"

"Hmm?,"

"I love you,". Karin berbisik dari pelukan Jevano. Jevano dengan cepat melapas pelukannya.

"Apa? Gak kedengaran coba bilang sekali lagi,". Karin membuang muka.

"Bukan radio, gak ada siaran ulang,".

"Ayooo apa aku gak deenger, sekali ajaa". Jevano menggoyang-goyangkan lengan Karin dengan bibir mengercut seperti anak kecil. Karin yang meliriknya tidak kuat menahan rasa gemasnya.

"Aku cinta Ka-hmpp..

Belum sampai kalimatnya selesai Jevano sudah terlebih dahulu meraih tengkuk Karin dan menempelkan benda kenyal itu yang kini telah menyesap rakus bibir Karin tanpa aba-aba dari sang empu.

Dibawah sinar bulan malam itu keduanya saling bertukar saliva, memainkan lidah dan menyesap bibir satu sama lain. Merasa keduanya membutuhkan nafas, Jevano melepas pagutan mereka, menempelkan dahinya pada dahi Karin. Saling berebut pasokan oksigen. Keduanya tersenyum saling menatap netra hitam milik satu sama lain

.
.
.
.

"Coba lihat deh langitnya,". Setelah adegan Ciuman beberapa jam lalu keduanya kini telah tiduran pada pasir dengan lengan Jevano sebagai bantalan Karin.

"Bintangnya banyak ya,". Tuks Karin seraya tangannya menunjuk ke arah langit.

"Mau kuambilin?,". Karin terkekeh menpuk pelan perut Jevano.

"Bisa banget Gombalnya,".

"Beneran, kamu kalau mau sekarang aku siap,". Jevano menatap Karin yang sedang tertawa. Jevano tersenyum tipis melihat istrinya, sungguh cantik pikirnya.

"Ga jelas banget kamu,". Jevano terkekeh.

"Gak apa deh gajelas, asal kamu cinta sama aku,". Tawa Karin semakin keras mendengar penuturan Jevano.

TBC..

Khusus part bercerita.

Play Love - JENRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang