Chapter 23 - Missunderstanding or Planned

4K 303 18
                                    

HAPPY READING

.

.

.

Tanpa sepengetahuan karin, Zion tetap datang menemui Anin. Anin tersenyum lembut melihat Zion yang diam menunduk menatap sepatunya. Pria munggil yang dulu menghampirinya dengan segunduk bunga dan permen ditangannya ketika tidak ada siapapun yang menyalurkan tangannya ketika dia diambang kehancurannya kini sudah dewasa, tapi menurutnya Zion masih menggemaskan seperti dulu, pipi merah yang tidak pernah hilang.

"Aku sudah bilang harusnya mama  nurut padaku,". Zion bersunggut-sunggut membuat Anin terkekeh kecil merasa lucu.

"Lihatlah kebebasan itu,". Anin menunjukkan bunga-bunga yang mulai bermekaran dengan kupu-kupu hinggap diatasanya pada taman Rumah sakit.

"Kamu ingget nggak dulu kamu datengin mama bawa apa?,". Zion menoleh menatap Anin lekat seraya mengingat.

"Lily?,". Anin mengangguk.

"Day Lily yang berarti ibu,". Anin meraih tangan Zion, mengelusnya lembut.

"Zion, kamu  kamu dan Karin itu satu-satunya alasan mama bertahan sampai saat ini,"

"Mama sedikit menyesal dulu ketika mama masih sehat jarang sekali memperhatikan Karin, bahkan papamu dulu lebih dukung mama berkarir daripada ngurus Karin,". Anin tertawa kecil mengingat bagaimana suaminya berlagak khawatir jika ia terlalu capek atau membiarkannya meraih keinginannya yang selalu ditentang ayahnya dulu, padahal tujuan pria itu sebenarnya adalah membuatnya jauh dari Karin.

"Mama tuh egois banget  ya sama Karin?, minta dia ini itu tapi mama sendiri enggak lakuin apapun untuk Karin,". Zion  hanya diam mendengarkan apa yang sedang dikeluhkan wanita disampingnya ini.

"Tapi Zion, mama udah coba kok berusaha selam 12 tahun mama gak berhenti kok minum obat, mama rajin minum obat tapi, kenapa gak ada perubahan? bahkan kondisi mama malah seolah ketergantungan sama obat,".

"Mama capek minum obat, ngejalani perawatan ini itu. Jadi Kali ini biarkan mama Menikmati dunia mama tanpa obat atau apapun itu ya?. Untuk terakhir kalinya mama ingin menikmati kebebasan. Mama rasa kali ini udah cukup, seberapapun kita berusaha kalau udah waktunya pun kita gak bisa menggelak kan?". Zion diam mengalihkan pandangannya kearah lain, Air matanya sudah terbendung tak lagi bisa ia tahan.

Dibalik tembok Karin mendengarnya tangannya mengepal kuat matanya sudah berderai air mata, dia menutup mulutnya menahan suara tangis yang mungkin akan terdengar, dia berjalan meninggalkan tempat itu dengan isak tangis tanpa suara.

"Tapi Zion, mama seneng banget Karin ketemu Jevano lagi,".

"Lagi? Emangnya mereka pernah ketemu?,". Anin mengangguk

"Iya, dulu waktu Karin kecil kan dia yang minta ke kakek untuk  dinikahin ke cucu temannya ya itu, dia Jevano,".


*****

Jiya berjalan kearah mobilnya,dia ternsenyum mendapati Jevano yang berdiri disamping mobilnya. Pria ini tiba-tiba sudah ada di parkiran Lab tempat ia praktek. Dengan cepat ia mempercepat langkahnya. " Apa yang kamu lakuin disini?,". Tanyanya dengan senyum lebar.

"Bisa lo berhenti melakukan hal buruk seperti itu?,". Jiya menatap Jevano bingung. Melihat Jevano seperti aura marah membuatnya heran. Dia pun berdecak. "Kamu kenapa? Apa yang kulakukan?,".

Jevano menyerahkan ponselnya pada Jiya, gadis itu menerimanya. "Siapa dia?,"
"Jangan mengelak Jiya gue tahu lo yang ngelakuin ini ke Karin,". Jiya menatap Jevano tidak percaya akan tuduhan yang diberikan pria itu padanya.

Play Love - JENRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang