Chapter 16 - Set

3.6K 396 52
                                    

'Iya, aku baik-baik aja kok. Mama banyakin !'. Karin menatap layar ponselnya yang menampakkan wajah ayu yang terlihat pucat milik mamanya dengan senyum tercetak pada bibirnya.

'Kamu sama Jevano ?,'. Wajah Karin sedikit memerah muncul tidak bisa menahan semburatnya ketika mendengar nama Jevano. Anin menyadari bahwa anaknya itu kini sedang salah tingkah.

'Request Cucu 2 ya Rin,'

"Ih mama apaan sih,". Terdengar kekehan manis dari sebrang telfon.

'Karin, sudah dulu ya,' Karin tersenyum mengangguk paham.

"Inget apa yang aku bilang tadi ya ma,"

'Iya sayang,'. Panggilan Terputus Karin kembali memasuki restoran sushi disalah satu mall yang ia kunjungi dengan Giana dan Winna.

"Lama banget, siapa?,". Winna bertanya setelah Karin mendudukan dirinya disampingnya.

"Mama,". Winna mengangguk paham

"Rin, mama sama saudara tiri lo itu udah gak pernah aneh-aneh lagi kan?,".

"Mana berani mereka Gi, gue kan sekarang tinggalnya sama Jevano, kenapa nanya gitu?,". Giana hanya menggeleng.

"Gue pikir lo diusik lagi, firasat gue gak enak aja. Kalau ada apa-apa cerita jangan disembunyiin,". Karin terkekeh, apa Giana ini peramal, bagaimana ia tahu ia sedikit mendapat gangguan. Karin masih belum ingin membahasanya, ia masih merasa mungkin pesan-pesan yang dikirim padanya beberapa minggu ini hanya sekedar spam.

"Iya Giana yang paling cantik,".

*******

"Makasih ya Zion kamu udah bantuin,". Zion tersenyum tipis, tanganya membenahi selimut pada ibu tirinya itu.

"Aku kan juga anak mama,". Tangan Anin meraih pipi Zion mengelusnya samar.

"Mama beneran nggak mau berangkat ke US?,". Wanita itu hanya menggeleng pelan, menatap Zion yang tengah duduk disamping brangkarnya.

"Kalau Kak Karin tau dia bakal marah lo!,". Omelnya lagi.

"Kan kamu yang belain nanti,". Anin terkekeh melihat Zion yang bersungut.

"Zion, kamu gak mau bilang ke Karin kalau itu bukan kamu?,". Zion menghela nafas, ia diam tidak menjawab apapun.

"Aku pulang, besok abis kelas baru kesini lagi,". Anin menatap sayu pundak Zion yang telah melangkah pergi, selalu seperti ini jika ia membicarakan scandal awal semester Karin. Pergi menghindari topik daripada membahas dengannya.

Zion yang berjalan di lorong rumah sakit tanpa sengaja melihat Jevano yang duduk didepan ruang inap. Hendak ingin menghampiri, tapi ia urungkan ketika mendapati Alex duduk disamping Jevano.

"Sejak kapan?,". Jevano memecah keheningan antara dirinya dengan Alex.

"5 tahun yang lalu,". Alex menghela nafas panjang.

"Nyokap Jiya itu ekstrim banget, makanya Jiya banyak tekanan. Bahkan, ketika nikah sama bokap gue nyokapnya udah tau kalau Jiya waktu itu pacaran sama gue,".

"..."

"Jiya udah lama ga gini sih, tapi beberapa bulan yang lalu dia mulai kambuh,".

"Self harm?,". Tanya Jevano, Alex menggeleng.

"Selama 3 tahun baru kali ini dia self harm lagi,". Alex menunduk matanya menatap lantai rumah sakit seolah benda tersebut merupakan benda oaling indah.

"Sorry,". Alex menoleh menatap Jevano yang menatap lurus kedepan. Alex mengehela nafas, ia sendiri juga bingung dengan keadaan yang terjadi saat ini.

Alliya keluar dari Ruangan Jiya, "Jev, Jiya pengen ngomong,".  Sejenak ia terdiam, Alex menepuk pundaknya.

"Sekali aja,". Jevano menghela nafas ia melangkah memasuki Kamar Jiya, menutup pintu itu perlahan.

Netranya menatap Jiya yang terbaring lemah di brangkar. Perlahan ia menghampiri gadis itu.

"Maaf,".  Jiya menoleh sudah mendapati Jevano duduk di samping brangkarnya. Ia diam menatapi Jevano yang kini masih menunduk. Perlahan tangannya meraih pipi pria itu.

"Aku yang harusnya minta maaf,". Jevano menggeleng tangannya memegang tangan Jiya.

"Harusnya aku dengerin penjelasan kamu dulu, harusnya aku selalu ada buat kamu, harusnya aku dulu lebih peduli sama kamu,". Lirih Jevano menatap mata Jiya, seolah sedang mengakui dosa.

"Kalau gitu, kenapa nggak sekarang?,". Jevano kaget, ia menggeleng menatap Jiya sayu. Meskipun masih ada rasa dengan Jiya tapi kali ini ia masih sadar bahwa dia telah terikat dengan orang lain.

"You never love me right?,". Jiya menatap Jevano menuntut penjelasan pria itu.

"No, I still Love you,". Jevano menghela nafas berat. Tangannya menurunkn tangan Jiya yang masih bertengger dipipinya.

"But, I can't Jiya, aku gak bisa sakitin orang lain lagi,". Jiya memalingkan wajahnya. Mengigit bibirnya menahan bulir air matanya.

"Lalu aku?, kamu nyakitin aku lebih dari siapapun then you gone and never give me a reason,". Kini air mata Jiya telah jatuh, ia menatap Jevano penuh luka. Melihat Jiya seperti ini membuat Jevano sesak. Ia tidak tega, dan tidak ingin menyakiti hati siapapun.

"Aku tau aku salah, tapi aku harap kamu juga pikirin lagi apa yang  kamu katakan ke aku sekarang. Bagaimana pun aku udah nikah Jiya,".

"Jiya, it's nice to met you, kamu gadis hebat dan cantik. Dan aku nggk mau ngerusak kenanganku denganmu lagi setelah beberapa hal sudah jelas. Kamu enggak bisa naruh kepercayaan kamu ke aku dan begitu juga aku,"

"Kita bahkan gak bisa percaya satu sama lain, kamu dan aku pun gak pernah ada usaha untuk mematahkan segala hal ketidakmungkinan untuk menjadi mungkin, bagaimana bisa kita tetap bersatu?,"

"Nggak bisa sekali aja kamu kasih aku kesempatan?," Jevano menggeleng menatap lamat Jiya.

"Im married now Jiya. Kamu tahu aku benci perselingkuhan,". Jevano mengusap air mata Jiya.

"Aku dan Karin enggak pernah berhubungan dibelakang kamu, Kita belajar saling menerima setelah menikah. She is priority in my life right now and I hope you can understand that,". Jevano berdiri hendak meninggalkan ruang inap Jiya.

"Satu minggu, satu minggu aja buat kenangan terakhir. Setelah itu aku nggak akan ganggu kamu,". Jevano menghentikan gerakannya, ia berbalik menatap Jiya yang menatapnya putus asa.

"Seperti katamu tadi, aku mau kenangan baik untuk terakhir kalinya,".

"..."

"Kalau nggk mau aku bakal-".

"Okey, satu minggu, aku harap kamu tepati,". Jevano berbalik melanjutkan langkahnya meninggalkan rumah sakit.

*****

Uknown
Jangan mengabaikanku
16.16

Uknown
He never love you!
17.15

Uknown
I will show you some fun!
*Send pic
19.00

Uknwon
Do you like it?
19.01

Karin semakin mengernyit pesan aneh semakin sering hari ini. Biasanya hanya 1 sampai 2 pesan saya, tapi hari ini hampir 10 pesan ia terima.

Tangannya hendak membuka foto peneror itu kirimkan, matanya membola tangannya menutup mulutnya sehingga, tanpa sengaja ia menjatuhkan ponselnya.

"Karin kau kenapa?,". Karin tersadar dengan cepat ia mengambil ponselnya, lalu menggeleng menatap Jevano yang berdiri di ujung pintu kamar mereka.

Tbc...

Hai lama tak jumpa....
Lagi lumayan sibuk bangeet minggu ini...
Semoga masih tetap setia menunggu part selanjutnya yaa.

Vote dan komen adalah penyemangatku terimakasih yang berkenan memberi 💞

Hhah lucu deh liat kalian marah-marah. Padahal udah dibilangin jangan salah paham sama Jiya :v. Entah baik beneran atau sekedar badut, tetap postif aja yekan wkkwk 😎🕶🤏🏻😭

Tim tragic ending apa happy ending nih kalian?

Play Love - JENRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang