9

230 41 14
                                    


"Minggu depan ada fansign ya, jangan lupa!" Teriak seorang staff agensi pada Wendy yang tersenyum sembari membungkuk, undur diri.

Ia memijit kepalanya saat sudah duduk di samping kemudi, menghela nafas agak panjang dari biasanya.
Tuan Jang, yang biasa menjadi driver pribadi dari grup idola bernama Moonlight itu bahkan mulai hafal kebiasan Wendy yang seringkali menghela nafas dengan berat, setidaknya tiga bulan belakangan ini.

"Capek ya? Anak-anak itu memang bermasalah" komentar dari Tuan Jang yang jarang sekali bersuara. Setidaknya itu yang Wendy tangkap di setiap kali perjalanan mereka antar jemput member. Bahkan ketika Irene atau bahkan Joy yang suka meminta destinasi di luar jobdesk, Tuan Jang masih saja menuruti tanpa ekpresi.

Kalau kata orang-orang sih, pria tua ini terlalu berdarah dingin untuk ukuran seorang supir.

"Yah, mau gimana lagi Pak. Udah tugas saya"

Tuan Jang tersenyum simpul, lalu menurunkan suhu air conditioner mobilnya, berharap kalau udara dari pendingin itu bisa menyejukan perasaan orang di sebelahnya.

"Kalau capek, bilang aja. Biar saya yang urus"

"Bisa kok, sisa kontrak mereka juga sebentar lagi kan? Saya cuma harus bersabar aja" ucap Wendy menutup pembicaraan singkat mereka, lalu menyarankan Tuan Jang untuk segera menjalankan mobil, untuk menjemput Joy yang sedang melangsungkan syuting drama baru nya.

Wendy memejamkan mata disepanjang perjalanan, kantung matanya menebal dan menghitam, seolah menunjukan kalau dia memang kurang tidur. Baru kali pertama di hidupnya mendapatkan pekerjaan yang begitu menyita energi dan waktu, serta tenaga.

Ia berharap kalau kontraknya sebagai manager grup ini akan segera berakhir. Terlalu banyak masalah yang ia tutupi bahkan di hari pertama bekerja, mungkin terlampau lelah.

Jika semua orang bertanya, apa sulitnya menjadi seorang manager grup idola? Bukankah segala perilaku mereka sesuai dengan apa yang kita lihat di layar kaca. Idola terlalu sempurna di mata para penggemar mereka, terlalu rajin tersenyum, baik hati serta tak punya dosa.

Bagaimana jika suatu saat mereka tahu kalau idola yang mereka jadikan panutan itu ternyata hanya sekumpulan sampah yang gemar membuat masalah, tanpa berpikir kalau mereka juga manusia biasa, bukan dewa atau dewi yang seperti orang-orang idamkan.

"Sudah sampai" ucap Tuan Jang ketika memarkirkan mobil di sebuah lokasi syuting, yang terlampau jauh dari kota.

"Baiklah, terimakasih Pak. Nanti saya telfon ketika Joy sudah selesai, Bapak silahkan istirahat dulu" ucap Wendy sesaat mencoba turun dari van.

Ia mengeratkan coatnya, berhubung salju sudah mulai turun ke permukaan bumi, udara dingin terlalu menusuk kulitnya.

Lokasi kali ini berada di sebuah sekolah, yang agak jauh dari pusat kota. Mungkin karena drama ini berlatar belakang kisah masa remaja, seorang gadis desa yang jatuh cinta pada kolongmerat pada pertemuan pertama, entahlah. Melihat sinopsis nya aja udah bikin bulu kuduk Wendy merinding, mana ada cinta jenis begitu di jaman sekarang? Si miskin dan si kaya gak bakal bisa bersatu karena beda status sosial.

Realistis.

"Hi, udah daritadi?" Tanya Joy yang mulai menghampiri Wendy di satu area kelas. Tempat wardrobe.

"Enggak kok, baru aja. Jalanan macet banget" ujarnya pelan sembari tersenyum hangat.

Ia menyerahkan sekantong vitamin dan air mineral. Untuk Joy minum selama perjalanan pulang mereka. Maklum, seorang seniman seperti mereka memang perlu doping lain untuk tetap bugar.

Joy menerima kantong berlabel salah satu apotek itu dengan wajah cemberut, sejujurnya dia lelah menelan sejumlah pil itu dalam waktu yang lama. Bukankah sejatinya manusia hanya perlu makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup untuk tetap hidup dengan baik?

Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang