Suara berisik dari luar kamar membangunkan Irene tanpa sadar dari tidur singkatnya, baru tiga jam mata itu terpejam, sudah kebangun aja karena suara berisik dari dua member yang udah pasti dia hafal mati siapa.
Irene mengucek mata seraya menyisir singkat anak rambut yang berantakan dengan jemarinya, ia memutuskan turun dari kasur, untuk beranjak keluar kamar.
Benar aja, ruang tengah dorm udah di isi sama dua manusia yang lagi bertengkar kecil karena game mobile di ponsel salah satu, siapa lagi kalau bukan milik Seulgi. Sedangkan Yeri yang duduk berdempetan di sebelahnya cuma bisa ngoceh daritadi, baginya Seulgi terlalu bego buat namatin satu level semata.
"Gak kayak gitu kak, lo kill dulu yang itu baru maju kedepan!" Ucapnya tampak frustasi, sedangkan Seulgi yang merasa gak salah juga ikutan ngedumel,
"Ya biarin anjir, hape-hape gue kok elo yang sewot!!" katanya kemudian yang kini duduk menyamping, memunggungi Yeri.
"Gak seru!"
Yeri berteriak kesal, lalu beranjak dari sofa. Ia tak sengaja bertatap mata dengan Irene yang kini lagi meneguk sebotol air mineral dari kulkas.
"Siang kakaku tercinta" sapanya sembari berjalan mendekat, tentunya untuk memeluk member tertua.
Walau suka jahil, gini-gini Yeri paling sayang sama Irene. Kalau Irene bilang A pasti dia nurut ngelakuin A juga. Udah di anggep kayak kakak sendiri lah.
Irene membalas pelukan member yang udah dia anggap kayak anak sendiri itu dengan erat, Yeri ini sudah bareng dia dari jaman traine di umurnya yang masih bocah banget, gak jarang juga dia ngurusin Yeri. Mulai dari nyetrikain baju, bantuin ngerjain PR bahkan sampai nyiapin bekal. Kurang sayang apa coba?
"Udah daritadi kah?" Tanya nya pelan, sembari mencari sosok lain di ruang ini yang gak tampak di mata.
"Sejam lalu deh"
Irene mengangguk lagi, lalu membuang botol plastik kosong itu di tong sampah samping kulkas.
Yeri menarik tangan Irene untuk ikut duduk di sofa, Seulgi yang menyadari kedatangan Irene pun langsung mematikan ponselnya dalam sekejap.
"Gimana, Kak. Seminggu pertama syuting jadi straight?" Tanya nya pelan mencoba bercanda, yang di tanya cuma bisa mengendihkan bahu sembari menyandarkan tubuh di sandaran sofa.
"All goods, lawan main gue juga super baik mau bantu ini itu. Walaupun gue rada kagok di awal" ucapnya sambil mengelus rambut Yeri yang kini berubah warna jadi coklat terang, sesuai kebutuhan untuk syuting project solonya pekan depan.
Seulgi mengangguk, lalu merenggangkan tubuhnya sebentar karena merasa pegal setelah duduk dua jam di sofa.
"Syuting lo jam berapa nanti?"
"Agak sorean sih, nunggu Wendy jemput" kata Irene lagi sembari mengucek matanya yang masih terasa bengkak. Dia baru bisa balik ke dorm setelah dari kemarin gak tidur karena harus merekam beberapa adegan, makanya bisa dapetin waktu tidur di kasur yang proper meski hanya tiga jam rasanya luar biasa buat Irene.
"Lo gak dapet kabar? Hari ini dia ijin nganterin Joy seharian. Cek hape lo deh, tadi udah nelfon juga" ucap Seulgi yang kini berdiri dari sofa, hendak mengambil pesanan makanan yang ia beli lewat aplikasi.
"Ntar gue bareng siapa dong?"
"Bareng manager pengganti, tadi udah di kabari juga sama orang perusahaan" ucap Yeri santai yang kini mengonta ganti siaran televisi yang menurutnya menarik, maklum di waktu-waktu senggang kayak gini suka bikin dia gabut sendiri kalau di dorm. Paling bentar lagi juga kelayapan, entah bertandang ke rumah teman artis mana. Sebab Yeri punya banyak teman dari agensi-agensi luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
RomanceWendy menjadi manager sebuah Girl grup terkenal yang banyak kontroversi. 100% fiksi, bahasa non baku. Gxg content.