6

268 44 9
                                    


"Cut!!" Teriak sang sutradara dari balik kursinya, sontak semua kru bertepuk tangan sembari membereskan alat-alat syuting mereka.

Take untuk episode minggu depan sudah rampung adanya, meski harus memakan waktu semalaman, tetap saja bisa membuat simpul senyuman dari pada staff dan kru yang sudah berkerja ekstra.

Sementara Wendy yang sedari tadi membagikan minuman energi untuk para pekerja, kini ikut menghembuskan nafasnya dengan lega. Tugasnya hari ini sudah selesai. Dan ia masih punya empat jam lagi sebelum rembulan menyentuh lelah untuk digantikan fajar.

"Jadi ke makam ibu?" Tanya Wendy lembut sambil menyusun barang-barang Irene ke jok belakang. Hari ini ia membawa mobil pribadi, dan tentunya tanpa bantuan supir dari perusahaan. Sebab, kedatangannya ke lokasi terbilang urgent dari jadwal seharusnya.

Irene menggelengkan kepalanya lemah, ia memilih untuk menyandarkan kepala di sandaran seat, sembari memejamkan mata. Mungkin terlalu lelah akibat bergadang selama berjam-jam untuk menyelesaikan beberapa scene yang sempat tertunda.

Wendy mengangguk pelan, seakan paham sama kondisi artisnya. Ia pun duduk di seat kemudi, lalu dengan pelan menyalakan mesin.

"Perlu musik?" Tanya nya pelan, barangkali si artis butuh sesuatu yang merdu untuk menemani tidur, atau bahkan tidak sama sekali.

Irene mengangguk pelan, menatap teduh ke arah Wendy sebentar sebelum memejamkan matanya kembali,

"Mau lagu yang lo nyanyiin kemarin dong" ucapnya.

Sontak Wendy kaget, karena gak menyangka kalau senandung yang ia nyanyikan pelan di kala menyetir dapat menarik atensi. Meski gak di pungkiri kalau dia pun tersipu.

"Suka penyanyinya?"

Irene menggeleng lemah,

"Gak kenal, tapi suka aja waktu lo nyanyi walau gak jelas. Faktor suara lo bagus kali ya"

Wendy terkekeh geli, ucapan Irene barusan terdengar bak ledekan halus baginya. Tapi tak mengapa, ia tetap menyetel satu playlist yang berisi dengan musisi favorit, yang akhir-akhir ini suka ia nyanyikan.

Take a chance with me - Niki 🎶

Ia menginjak pedal gas dengan pelan, melajukan kendaraan roda empat itu dengan santai menyusuri jalanan ibu kota. Di sepertiga malam begini, tentunya kondisi jalanan cukup lenggang dari lalu lalang kendaraan. Akan tetapi, Wendy tetap santai membawa mobilnya melaju, terlalu takut untuk membangunkan orang di sebelah yang perlahan lelap.

Bahkan dengkuran halus sudah terdengar dari mulut yang perlahan terbuka, ia terkekeh pelan, menatap wajah lelah dari Idol tercantik seantero negeri yang sangat di puja-puja itu. Baginya, Irene hanyalah seorang gadis biasa yang butuh kasih sayang tulus dari orang-orang sekitarnya. Setidaknya, bagi Wendy mereka hanyalah manusia biasa yang bisa saja kesepian dan mengalami lelah. Meski yang orang lain tahu, kalau Idola tak boleh mengeluh dan melakukan kesalahan.

Ia membelokan setir ke arah restaurant cepat saji, sebab perutnya mulai keroncongan karena belum makan dari jam 8 malam tadi. Setelah sampai di antrean mobil, ia pun buru-buru mengambil selimut untuk menutupi setengah badan Irene yang sejak tadi hanya berbalut kemeja tipis yang bahkan kancingnya ia biarkan terbuka menunjukan dada.

Ia memajukan gas dengan pelan, lalu berhenti lagi saat ingin memulai gilirannya untuk memesan, ia berbicara di samping speaker, membiarkan sedikit celah pada kaca jendela yang hanya diturunkan seperempat.

"Uhm, dua burger dan dua cola, sama kentang goreng deh satu" ucapnya, lalu menunggu arahan untuk menuju area pick up.

Sembari menunggu mobil di depan mengambil orderan, Wendy lebih dulu melepas topi biru muda yang ia kenakan itu untuk ia pasangkan pada kepala Irene. Tentu alasan terbesarnya, karena takut jikalau pegawai resto tersebut mengenali artisnya, atau bahkan di kemungkinan terburuknya; ada penggemar toxic yang mengambil gambar. Kan gak lucu mulut lagi ngangga malah di foto!

Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang