Irene mengumpat dalam hati seiring melangkahkan kaki, menyusuri rerumputan tebal yang menghiasi sebuah bukit di pinggir kota. Obrolan singkatnya dengan sang manager baru itu berhasil mengusik emosinya. Tentu kesan pertama di pertemuan mereka itu terbilang buruk. Dan dia benci dengan seseorang yang mencoba mengusik kehidupan pribadinya.
Sembari mata elangnya menyusuri seluruh area, mencoba mencari keberadaan seseorang yang ia rindukan. Di balik pohon rindang, tampak seseorang yang sedang duduk bersandar di batang pohon, lengkap dengan earphone yang menyumbat kedua telinga, tampak tak terganggu sama orang-orang di sekitar yang berlalu lalang.
"Hei, udah lama?" Ujar Irene lembut sembari ikutan duduk di samping, yang di panggil kini merasa tidur nya terusik, ia pun dengan sigap melepaskan satu earphonenya, dan memberikannya untuk Irene pakai.
"Aku lagi dengerin album baru mu" jawabnya kemudian, lalu menarik bahu Irene untuk dia jadikan sandaran kepala.
"Kamu suka lagu yang mana?"
"Semua, terutama yang punya part kamu terbanyak" ucapnya sembari tersenyum simpul.
Bisa di pastikan kalau hati Irene kembali menghangat di buatnya. Sudah tiga tahun hubungan 'backstreet' yang mereka jalani, rasanya perasaan cinta itu malah semakin dalam. Setidaknya bagi Irene.
Meski dia sendiri gak tahu pasti apa yang di rasakan sang kekasih yang ia temui di masa sekolah itu, apakah cintanya juga makin kuat? Atau mungkin sebaliknya, sebab ia tahu kalau menjalin hubungan dengan idola superstar seperti dirinya memang tak mudah.
"Tidur di apart ku ya?" Pinta nya pelan, jemari yang entah sejak kapan mengelus perutnya itu. Sontak Irene langsung memejamkan matanya.
"Besok masih ada jadwal" ujarnya halus, takut mengecewakan orang tersayang.
"Malam ini aja, kamu boleh pulang lebih cepat" nada yang terdengar langsung berubah drastis, ada titik kemarahan yang terdengar walau sedikit. Irene sadar betul kalau orang di samping ini tak suka adanya penolakan.
Gak perduli selelah apapun tubuhnya karena jadwal yang padat, ia harus selalu menyempatkan waktu untuk hadir, dimanapun dan kapanpun kekasihnya mau.
Bisa di bilang Irene memang bucin total.
"Aku kabari anak-anak dulu" jawabnya pelan.
"Good girl"ucap orang itu sembari tersenyum puas.
...
Wendy mengecek arlojinya berulang kali. Sudah pukul tujuh pagi, tapi keberadaan seseorang masih belum terlihat di kedua mata nya. Lima menit lagi acara Music Show bakal berlangsung di sebuah stasiun tv. Tentu bakal jadi boomerang untuk mereka.
Sementara member lain sudah lebih dulu siap dengan make up dari penata rias yang bahkan dari pukul lima sudah sampai lokasi. Ironis.
"Moonlight ready ke panggung ya" ucap salah satu staff dari acara yang kini berdiri di balik pintu.
Wendy mengangguk, mengacungkan jempolnya sebagai jawaban. Sementara tiga member lain menatapnya tak kalah cemas.
"Gimana?" Tanya Joy kesal, kali pertama mereka kehilangan sosok leader yang selalu jadi tiang di grup mereka. Ibarat kalau gak ada Irene gak bakal ada penguat untuk menjalani setiap kegiatan.
"Gas aja, main bertiga bisa kan?"
"Udah gila, koreonya ngacak dong" cerca Yeri yang ikutan kesal. Mereka sudah di takdirkan untuk tampil berempat, yakali sekarang harus menari dengan komposisi tiga orang?
"Gak perlu ada yang harus di rubah, kalian lakuin aja kayak biasa. Biarin space Irene kosong"
"Nanti kita harus kasih alasan apa ke mereka?" Tanya Seulgi mencoba mencerna situasi dengan kepala dingin, sebagai member tertua kedua, sudah pasti ia harus lebih tenang dari yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
RomanceWendy menjadi manager sebuah Girl grup terkenal yang banyak kontroversi. 100% fiksi, bahasa non baku. Gxg content.