Kecurigaan

4 3 1
                                    

Aron merasa ada yang mengikutinya sedari tadi. Tadi, saat dia membeli minuman rasanya ada yang mengikutinya di belakang dan memotretnya. Aron terus mengabaikan orang itu, tetapi orang tersebut terus mengikutinya sampai dia menghampiri Elin.

Karena Elin tengah fokus dengan anak kecil yang didepannya, Aron segera menghubungi Arzan tentang kejadian barusan.

“Halo bang?”

“Ada apa Ron?”

“Bang ada seseorang yang mengikuti gue sama Elin, tapi gue nggak tau siapa itu dan tujuan apa”

Oke biar gue selidiki”

Makasih Bang”

Kemudian, Elin mengajaknya untuk pulang. Lagi-lagi Aron melihat orang itu berada di balik pohon, namun tetap terlihat bayangan nya. Aron semakin penasaran dengan orang itu. Dia berniat untuk mengecek cctv di lobby apartemen.

“Lo duluan aja, gue masih ada urusan”, Elin yang bodo amatan dengan itu dia hanya mengangguk.

Aron langsung memasuki ruangan keamanan. Dia memiliki akses khusus untuk keamanan di apartemen ini.

“Pak tolong cek cctv bagian lobby apartemen kemarin sekitar pukul 11.00 malam”, perintahnya.

“Baik pak”, hormat kepada keamanan apartemen.

Video tersebut masih belum menampilkan hal-hal yang mencurigakan, tapi di menit tertentu ada mobil yang mencurigakan. Lalu, keluarlah seorang lelaki dengan wajah yang tertutup. Lelaki itu mengamati sekitar, kemudian dia berdiri di balik pohon dengan membawa kamera.

“Kalau begitu terimakasih pak, permisi!”, ucap Aron sopan.

Di apartemen, Elin merasa ada yang tidak beres dengan Aron. Dia terlihat sedang menyelidiki sesuatu. Tetapi, dugaan tersebut Elin bantah sendiri. Karena lama, Elin langsung masuk unit apartemen Aron. Bibi terlihat sedang menyiapkan sarapan.

“Mbak Elin, saya sudah selesai bikin sarapan. Jadi saya harus pulang ke rumah nyonya”, pamit bibi.

“Loh kok cepat banget bi, bibi nggak sarapan dulu bareng saya?”, tawar Elin secara halus.

“Makasih mbak, tapi maaf tadi saya sudah ditelpon nyonya untuk pulang ke rumahnya”, Elin yang mendengar penuturan itupun hanya mengangguk.

“Kalau gitu makasih ya bi buat sarapannya”.

“Iya mbak, kalau begitu saya pamit”.

Kemudian diantar oleh Elin sampai pintu depan, karena Aron tiba-tiba muncul dan menawarkan tumpangan. Bibi awalnya tidak mau, katanya sungkan. Namun, dengan bujukan Elin akhirnya bibi menerima tawaran itu.

Lalu, Elin masuk ke dalam kamar untuk mandi. Selesai mandi Elin mengenakan kaos milik Aron dan celana jeans-nya yang kemarin dipakainya.

Sementara itu, di rumah Aron, mamanya langsung menyambutnya dengan gembira. Karena jarang-jarang Aron pulang ke rumah.

“Anak ganteng Mama akhirnya pulang”, sambut mamanya dengan memeluk Aron.

“Ma, aku kesini cuma nganterin bibi”, ucap Aron malas dengan tingkah mamanya.

“Nyonya tadi di apartemen den Aron  ada perempuan cantik banget”, kompor bibi ke Mama agar Aron segera memiliki pacar.

“Loh kamu kok nggak cerita ke Mama kalo punya pacar?”, tanya Mamanya dengan kegirangan.

“Ma! Dia bukan pacar aku”, ucapnya dengan sebal.

“Yaudah kalau nggak mau ngaku yang penting jadi”, kekeh mamanya itu.

“Terserah Mama aja, kalau gitu Aron pamit ya ma”, pamit Aron dengan menyalami mamanya.

“Kok buru-buru banget?”, tanya mamanya heran.

“Pasti mau nemenin cewek kamu kan?”, lanjut mamanya.

“Apasih ma! Yaudah aku pamit”, ucap Aron langsung melenggang pergi.

Saat diperjalanan Aron menerima telepon dari Arzan.

“Hallo bang?”

“Gue udah tau siapa yang ngikutin kalian”

Siapa bang?”

“Dia Raskal, orang masa lalu yang mengusik ketenangan hidup gue dengan menyelakai Elin”

“Sepertinya dia ingin balas dendam”

“Gue titip Elin untuk sementara ini tinggal di rumah atau apartemen lo”

Oke nanti gue bujuk dia”, mereka langsung menutup telponnya masing-masing.

Sesampainya di apartemen, Aron kaget dengan penampilan Elin. Aron merasa tidak asing dengan kaos yang dikenakan Elin.

“Lo pake kaos gue ya?”, tebaknya.

“Iya, kenapa?”, tanya Elin dengan melihat tv.

“Aneh aja gitu”.

“Jadi Lo masuk kamar gue?”, lanjut Aron dengan menggaruk kepalanya padahal tidak gatal.

“Iya lah buat ngambil kaos”, Aron yang mendengar itupun tersipu malu.

“Makan yuk! Laper gue”, keluh Elin.

Dijawab anggukan saja oleh Aron. Saat mereka makan tidak ada percakapan apapun, hanya denting sendok makan yang terdengar. Setelah selesai makan Aron ingin membicarakan hal tadi yang telah dibahasnya dengan Arzan.

“Ron?”

“Lin?”, ucap mereka secara bersamaan.

“Lo duluan aja”, Aron mengalah, mungkin ada yang ingin disampaikan Elin.

“Gue mau pamit buat kuliah”, ucap Elin.

“Gue anterin! Jangan bantah ini perintah”, ucap Aron penuh penekanan.

“Oke! Terus tadi Lo mau ngomong apa?”, tanya Elin penasaran.

“Lo masuk jam berapa?”, tanya balik dari Aron.

“Gue masuk jam 9, sekarang masih jam 8”.

“Oh, tadi kakak Lo cuma pesen, buat Lo sementara ini tinggal di rumah gue”.

“Kenapa?”, tanyanya heran dan dia juga berpikir yang tidak-tidak.

“Ada sesuatu yang nggak bisa Lo tau”, ucap Aron dengan melihat ke arah lain.

“Oke gue tanyain ke kakak dulu”, ucap Elin memastikan.

“Silahkan. Sekarang gue nganterin Lo pulang dulu buat ganti sama ngambil buku”, ajaknya.

“Oke, yuk!”.

Mereka langsung pergi ke rumah Elin untuk mengambil beberapa barang untuk kuliah dan ganti baju. Saat diperjalanan Aron merasa ada yang mengikutinya. Mobil yang sama dengan mobil penguntit Elin. Aron langsung mengambil jalan putar balik.

“Loh kok putar balik sih?”, tanya Elin heran.

“Gak papa, tadi ada perbaikan jalan waktu gue lewat”, ucap Aron mengelabui.

Sedangkan Elin hanya mengangguk-anggukan kepala dan percaya dengan omongan Aron. Mobil Aron terus menambah kecepatan dan mobil di belakangnya terus mengikuti. Ketika sampai di rumah Elin, untungnya rumah itu berpagar tinggi dan dengan penjagaan yang ketat setelah Arzan mendapat laporan tadi pagi.

“Masuk yuk!”, ajak Elin. Aron merasa rumah ini lebih besar daripada miliknya, tetapi kenapa Elin begitu terperangah melihat tampilan apartemennya.

Aron melihat sekeliling, memang rumah ini tidak memiliki pekebun ataupun pembantu. Jadi sekarang dia tidak heran mengapa Elin bisa memasak. Karena, keadaan yang mengharuskannya bisa.

Setelah Elin selesai mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih elegan. Walaupun pakaian yang dipakai Elin terkesan tomboy. Padahal Elin sangat feminim, cara berpakaiannya berbanding terbalik dengan karakternya.

Lalu, Aron langsung mengantarkan Elin ke kampusnya. Tapi, Aron tidak melihat lagi mobil yang tadi mengikutinya. Sepertinya akan ada sesuatu yang tidak beres, pikirnya.

Revenge My FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang