Penembakan

6 4 0
                                    

Raskal terselimuti emosi yang membara seperti api yang berkobar. Dia merasa cerita dari Arzan hanyalah sebuah bualan semata. Elin baru kali ini melihat kakaknya semenakutkan itu.

“Elin kamu jangan takut ada kakak”, Arzan menenangkan Elin untuk tidak menangis.

“Sebenarnya aku juga tidak ingin berbuat seperti ini pada adikmu!”, tegas Raskal.

“Oke, kalau begitu Lo ikut gue sekarang”, titah Raskal.

Disisi lain ada bodyguard Arzan yang melihat ada senapan yang mengarah pada Arzan. Namun, dia tidak dapat melakukan apapun karena mereka tadi tidak ada yang membawa senjata tajam. Arzan baru saja berjalan, suara tembakan menggema di seluruh ruangan dan ada peluru yang mengarah ke dirinya dari atas, semua yang melihat pun berteriak.

“Kak Awa!”, teriak Elin kencang.

Peluru melesat begitu cepat ke arah Arzan, sehingga pelurunya menembus bahu Arzan, saat itu dia mencoba menghindari tembakan itu. Namun, tetap terkena peluru.

Elin yang melihat itupun berlari secepat mungkin seperti kuda yang berlari untuk menuju kakaknya yang memegang bahunya. Arzan melihat darah mengalir dari bahunya, dia terus mencoba tersenyum saat melihat adiknya menuju dirinya.

“Kakak!”, panggil Elin dengan menangis tersedu.

“Kakak hiks.. nggak apa-apa hiks hiks..?”, tanya Elin disela-sela tangisnya.

“Kakak nggak apa-apa, ini nggak sesakit itu kok”, Arzan mencoba menahan rasa sakitnya.

“Itu akibat dari apa yang Lo perbuat selama ini Arzan!”, ucap Raskal dengan penuh kebahagiaan.

Pandangan Arzan mengabur secara perlahan, kemudian dia hanya mendengar teriakkan Elin untuk terakhir kalinya.

Selama diperjalanan Elin terus menangis, dia belum siap untuk kehilangan kakaknya. Aron merasa peluru itu bukan peluru biasa, tetapi peluru yang telah diisi oleh racun.

Sesampainya di rumah sakit Arzan langsung mendapatkan pertolongan. Arzan masuk ruang UGD dan setelah pemeriksaan, dokter langsung menyarankan untuk di operasi agar racun di peluru itu tidak menyebar ke seluruh tubuh. Elin yang mendengar itupun merosot seketika. Aron yang melihat Elin tidak tega, dia langsung menarik Elin dalam pelukannya. Di ruang tunggu operasi mereka mencemaskan keadaan Arzan saat ini.

“Apa yang pernah kakak lakuin sebelumnya ke kak Raskal, Ron?”, tanya Elin penasaran sekali sampai-sampai harus terjadi kejadian seperti ini.

“Aku ceritakan, tapi tidak semuanya karena itu rahasia mereka”, jelas Aron.

“Ceritakan saja”, ucap Elin dengan menguatkan dirinya sendiri untuk tidak terus menangis.

“Dulu Bang Arzan sama Raskal berteman dekat atau sahabat, mereka saling support satu sama lain. Waktu SMA mereka berdua bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Violet. Mereka mencintai satu orang perempuan yang sama. Tapi, Violet mencintai Raskal sehingga bang Arzan mengalah. Namun, saat menginjakkan ke jenjang yang lebih tinggi bang Arzan sering tidak sengaja mendengar pertengkaran antara Raskal dengan Violet. Awalnya, bang Arzan tidak ingin ikut campur dalam urusan orang lain. Sampai saat Violet datang pada dirinya untuk meminta bantuannya yang...”, cerita panjang lebar Aron yang terpotong, karena panggilan dokter.

“Dengan keluarga pasien?”, tanya dokter menyela.

“Saya adiknya sok. Bagaimana keadaan kakak saya?”, tanya Elin cemas.

“Operasinya tadi berhasil, tapi Kakak kamu untuk sementara ini masih di ruangan ICU, karena keadaan yang masih kritis”, jelas dokter.

“Terimakasih dok”, ucap Aron.

Sedangkan tubuh Elin langsung lemas saat mendengar penuturan dari dokter. Elin menangis sejadi-jadinya dengan tersedu seperti hujan deras dengan langit bergemuruh. Aron menguatkan Elin, walaupun dirinya sendiri juga sedih.

Elin sebenarnya sangat menyayangi kakaknya selama ini, walaupun sering berantem. Dia menyesali perbuatannya yang terus menerus menyuruh kakaknya untuk menikah atau memiliki kekasih.

Mereka sedang di depan ruangan ICU. Elin yang masih penasaran dengan kelanjutan cerita tadi, menyuruh Aron untuk menceritakan kelanjutannya.

“Ceritakan lanjutan cerita yang tadi”, titah Elin pada Aron dengan menatap lurus ke depan.

“Oke, Violet meminta bantuan ke bang Arzan untuk merahasiakan kepergiannya ke New York untuk penyembuhan penyakitnya. Violet juga nggak cerita tentang penyakitnya pada bang Arzan. Bang Arzan sama Raskal hubungannya pun masih baik-baik saja. Meskipun begitu, Raskal dengan cepat mendapatkan informasi tentang kepergian Violet dengan bantuan bang Arzan. Raskal yang mengetahui informasi itu, langsung menemui bang Arzan. Kemudian terjadilah baku hantam yang terus-terusan ketika mereka bertemu. Saat mereka sudah lulus, mereka bertemu lagi di acara-acara tertentu, karena bisnis mereka sama. Sampai sekarang pun Violet juga masih tidak bisa dihubungi ataupun ditemukan. Sehingga ada balas dendam di antara mereka”, jelas Aron sampai keadaan saat ini.

“Aku harus nemuin kak Violet, dia yang harus menjelaskan semuanya ke kak Raskal sama kakak”,ucap Elin dengan tegas.

“Jangan dulu! Karena kakak kamu yang tahu dimana letak apartemen lama Violet”, cegah Aron.

“Jadi kakak sempat mengantarkan kak Violet sampai New York?”, tanya Elin kebingungan.

“Yap, jadi kakakmu juga ikut mengantarkan Violet ke New York bersama Kakak perempuan Violet”, ujarnya.

“Sekarang aku harus bagaimana?!”, Elin merasa frustasi dengan masalah itu.

“Dan kamu juga harus tau, kalau selama ini kakakmu juga yang membiayai pengobatan Violet, tapi kakakmu tidak boleh mengantarkan Violet ke rumah sakit ataupun menjenguknya”, jelas Aron yang semakin membuat Elin penasaran.

“Aku bingung dengan ini semua!” kesalnya dengan dirinya yang tidak mengetahui apapun.

“Daripada teriak-teriak nggak jelas mending Lo, gue anterin pulang ke rumah gue”, tawar Aron yang dijawab gelengan oleh Elin.

“Kenapa?”, tanya Aron yang sama frustasinya.

“Gue malu sama nyokap lo”, ucap Elin dengan menunduk.

“Biasanya juga malu-maluin”, ucap Aron yang jengah melihat kelakuan Elin.

“Yaudahlah yuk! Gue titip kakak gue ya!”, ucap Elin tanpa sadar.

“Bukannya gue masih mau nganterin Lo? Kok ngasih pesannya disini?”, Aron hanya geleng-geleng kepala.

“Oh iya ya”, ucap Elin dengan menggaruk kepalanya karena malu.

Mereka langsung menuju rumah Aron, yang lumayan jauh dari rumah sakit tempat dirawatnya Arzan. Aron melihat ke samping, ternyata Elin sudah tertidur pulas. Aron tersenyum melihat tingkah laku adik bos nya ini.

Sesampainya di rumah Aron langsung menggendong Elin, karena dia tidak tega membangunkannya. Aron melihat Elin yang berada di gendongannya seperti dia saat menggendong kucing milik Mamanya.

Aron mengetuk pintu, yang langsung dibukakan oleh mamanya. Mamanya yang melihat ada perempuan digendongan anaknya pun kaget. Mamanya langsung menyuruh Aron untuk menidurkannya di kamar tamu.

“Itu siapa Aron?!”, tanya mamanya yang tidak santai.

“Oke bentar lagi aku jelasin kok ma”, ucap Aron dengan santai.

Mamanya sudah telpon papa Aron yang masih berada di kantor untuk cepat-cepat pulang.

“Dia itu...”, ucap Aron yang terpotong oleh kalimat Mamanya.

“Jelasinnya nunggu papa aja!”, titah mamanya.

“Ma! Aku harus balik ke rumah sakit”, kesal Aron pada mamanya yang terlalu heboh.

“Oke deh jelasin sekarang”, ucap mamanya pasrah.

Revenge My FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang