Dia kini sibuk memandang kesekitar. Mencari spot yang menarik untuk kameranya. Hari ini dia ingin menyibukan diri, apapun akan ia lakukan. Namun usaha itu tak kan mengubah apa yang telah ia rasakan. Pasalnya hati gadis ini belum kunjung sembuh dari bekas luka yang kian membiru.
Hanya satu yang bisa membuat dia sedikit lupa dari bekas luka itu, lupa dari sakitnya dipatahkan. Hanya sibuk dengan kamera, dia bisa seketika melupakan semuanya. Walaupun pada dasarnya, dia sedang tidak memiliki tugas apa pun dari kampus.
Seorang manusia, baru sadar dari tidurnya. Sosok gadis lain kini berdiri di ambang pintu. Sembari berdecak pinggang, gadis ini memusatkan perhatian pada Delin, melihat Delin dengan penuh keheranan.
Kemunculannya, membuat Delin memalingkan pandangan. Tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat manusia itu baru sadar dari tidurnya.
"Pagi sekali ya lo bangun," celetuk Delin.
Yuna meregangkan otot-otonya. Mengumpulkan beberapa energi yang sempat hilang dari tubuh. Untuk bisa membalas ledekan sepupunya.
"Lo juga tumben, udah keluar kamar," balas Yuna tersenyum.
"Biasanya ya, gue nggak lihat lo di sini siang-siang kaya gini," lanjutnya lagi.
Delin hanya diam, kata-kata Yuna telah membuat dia tak bisa lagi membalas. Dia hanya kembali pada pekerjaannya, beberapa gambar telah ia dapatkan. Sesekali ia melihat hasil fotonya. Dia tersenyum puas, dia memang pandai membidik dengan sempurna.
"Dari pada lo foto- foto bunga, mending gue yang lo foto!" kata Yuna.
Delin berhenti melakukan pekerjaanya.
"Kamera gue itu, butuh yang menarik. Lo kan nggak menarik!" Cibir Delin.
Yuna kemudian duduk di sebuah kursi, mengambil buku berwarna hitam yang terbentang di atas meja. Di halaman depannya tertulis:
"YANG PEGANG BUKU INI RESMI JADI PENGEMAR GUE"
Terlihat sangat begitu memaksanya tulisan tersebut. Dan mungkin saja bagi mereka yang nggak tau apa yang tertulis di dalamnya ,otomatis sudah menjadi pengemar Delin.
Yuna tidak peduli dengan tulisannya. Dia adalah satu-satunya orang yang Delin izinkan membuka buku tersebut. Dan bahkan, ini bukah kali pertama dia memegangnya. Dia membolak-balik lembaran demi lembaran.
Memasang wajah kagum terhadap rangkaian kata-kata yang Delin tulis. Dia mencari lembaran baru, puisi yang kira-kira belum pernah dia baca.
Delin memperhatikan Yuna yang begitu serisus melihat hasil tulisan-tulisannya.
"Kenapa lo, puisi gue terlalu bagus ya?" Tanya Delin percaya diri.
Dia berjalan menghampiri Yuna dan ikut duduk. Sedikit melepas lelah, Delin kembali melihat hasil foto-fotonya. Sementara Yuna masih membaca agendanya.
"Gue itu sempai sekarang, heran sama lo," celetuknya saat masih melihat barisan puisi. "Kenapa lo nggak ambil jurusan sastra aja? Tapi lo malah jadi anak photografi sekarang."
"Ya, gue cuma mau belajar hal-hal yang sama sekali nggak gue paham. Kayak photogafi. Gue banyak mendapat pelajaran dari hal ini. Kalau soal buat puisi, cerpen, nggak perlu kuliah di jurusan sastra kan? Semua orang bisa bikin puisi." Jelasnya. " Lo pasti juga bisa!" Sambungnya lagi.
"Gue bukan anak yang puitis Delina," bantah Yuna.
Delin meletakkan kameranya, melirik ke Yuna. "Gue juga nggak bilang lo itu puitis. Yang namanya puisi itu, cuma soal cara lo luapin isi hati lo."
Yuna menganggukan kepala, mendengar penjelasan dari Delin.
"Oh iya, lo ikut kan nanti sore nonton pertandingan sepak bola?" Tanya ia tiba-tiba.
![](https://img.wattpad.com/cover/303176227-288-k741238.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh
Fiksi RemajaIni sih bukan cinta dalam diam lagi. Tapi, cinta itu harus ada tindakannya. Mau sampai kapan kasih kode di story. Kasih perhatian di dunia nyata kali. Peduli atau nggak, yang penting usaha ya nggak? Ya... Begitulah kira-kira pikiran si cewek manis b...