Yang suka nanyain Keizaa mana? Ini aku kasih lagi.
Keizaa menguap. Rasanya masih malas untuk bangun. Perutnya terasa tidak enak. Menyadari kondisinya, dia segera beranjak ke kamar mandi.
Dugaan Keizaa benar. Dia mengalami menstruasi. Ini yang pertama kali sejak kejadian di rumah Prasetya. Seketika, Keizaa menangis. Bagaimanapun, ada kecemasan yang belakangan menghantuinya.
Sekarang, Keizaa merasa lega. Kemungkinan besar, peristiwa itu terjadi saat dirinya sedang tidak subur. Dia sangat bersyukur karena itu.
Kemarahannya pada Prasetya semakin menipis. Setidaknya, dampak kejadian itu berkurang satu. Sangat wajar jika dia mengkhawatirkan akibat kejadian itu. Apa yang akan terjadi jika dirinya sampai hamil? Dia tak siap menghadapi itu.
Pras harus tahu. Mungkin dia juga mengkhawatirkan masalah ini. Dia jadi teringat omongan Bunda Alysa dua hari lalu. Hari ini, Prasetya menjalani sidang sarjana.
Keizaa ingin datang untuk memberikan dukungan semangat pada Prasetya. Namun, dia ragu untuk melakukannya. Prasetya mungkin tak mengharapkan kehadirannya.
Jangan-jangan, kehadiranku malah membuat Pras merasa terganggu. Bukannya menambah semangat, aku malah membuatnya nggak fokus menjalani sidang. Keizaa galau sambil memandang dirinya di cermin kamar mandi.
* * * * *
Prasetya sudah selesai bersiap. Sekali lagi, dirapikannya dasi di lehernya. Dia tampak rapi dengan kemeja putih dengan celana panjang hitam. Sebelum beranjak dari depan cermin, dia sempat melihat penampilannya lagi.
"Kamu sarapan dulu, Pras," ujar ibunya ketika Prasetya muncul di ruang makan. Ayah dan ibunya sedang sarapan. Lily juga ada di sana.
"Sudah sarapan kok, Bun. Tadi, habis salat Subuh."
"Jadi, mau langsung berangkat?" tanya ayahnya.
"Iya, Yah. Jadwalku jam sembilan."
"Kok gak pake jas?" Lily yang sudah selesai sarapan langsung mendekati Prasetya.
"Entar aja di sana. Jasnya sudah kutaruh di mobil."
"Ya sudah. Kamu yang tenang, ya," ujar ayahnya. "Jangan gugup!"
Prasetya mengangguk. Dia menyalami kedua orang tuanya, lalu memeluk mereka. Lily juga dipeluknya.
"Semoga sukses, ya, Mas."
Ketiganya lalu mengantarkan Prasetya sampai ke mobil. Sebelum Prasetya masuk ke mobil, ibunya memeluknya lagi. "Bunda doakan semoga kamu sukses, Pras."
"Terima kasih, Bunda."
Prasetya melambaikan tangan kepada keluarganya sebelum mulai mengemudikan mobilnya. Seberkas keharuan menyelinap di benaknya. Dia merasa seperti hendak pergi untuk berjuang menyongsong babak baru dalam hidupnya.
Hampir empat tahun, dia menjalani kuliah. Ini ujian terakhirnya. Tak bisa dipungkiri bahwa dirinya agak gugup menghadapinya. Bagaimana tidak? Hari ini, kelulusannya ditentukan.
Sepanjang perjalanan, dia berusaha menenangkan hati. Dia tak ingin larut dalam kegugupannya. Untuk mengurangi rasa itu, dia mencoba mengingat persiapan yang sudah dilakukannya beberapa hari terakhir.
Mengingat itu, hatinya berangsur tenang. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Skripsinya sudah dikerjakannya sebaik yang dia bisa.
Sesampainya di kampus, dia melihat beberapa orang temannya sudah datang. Sesuai jadwal, dia mendapatkan giliran kedua. Sambil menunggu gilirannya, dia membaca sekilas laporan skripsinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terbiasa
RomanceKedekatan Bayu Dirgantara dan Danu Sudira sebagai sahabat baik yang sudah saling menganggap keluarga membuat anak-anak mereka juga sudah seperti bersaudara. Keduanya ingin mengikat kekeluargaan mereka dengan menikahkan anak-anak mereka. Namun, keing...