09 || L O S T

534 50 3
                                    

Kini Hezi sedang melaju menuju rumah sakit yang cukup ternama di Jakarta itu, tempat Khanza dirawat. Hezi tidak memedulikan umpatan dan cacian dari pengemudi di sekelilingnya ketika Hezi menyelip dan melaju melalui mereka.

10 menit kemudian, Hezi sampai ke rumah sakit itu, Ia langsung pergi ke lantai 2 mencari ruangan bernomor 210 itu. Ketika menemukannya ia langsung membuka pintu kamar VIP itu.

Keluarga Khanza terlonjak kaget melihat pintu dibuka secara kasar dan menampilkan raut wajah khawatir si pembuka pintu tersebut. Tapi Khanza lebih kaget, Ia tak pernah menyangka akan melihat raut wajah Hezi, oh tidak ia lebih tidak menyangka bahwa Hezi akan tau, bahwa Khanza dirawat di rumah sakit.

"Khanza" lirih Hezi ketika melihat wajah orang yang menyukainya selama 3 tahun itu terbaring lemas san pucat.

"Hezi" Khanza tersenyum namun itu malah membuat Hezi menatapnya semakin sendu.

"Hezi kenapa disi-" ucapan Khanza terpotong dengan Hezi yang langsung berada di sisinya dan memegang tangannya itu.

"gw mohon, lu harus sembuh, Za!" Hezi benar benar khawatir, Ia tak mau kehilangan orang yang disayanginya.

"Hezi udah mulai suka sama Khanza?"

Pertanyaan Khanza di respon anggukan kepala dari Hezi yang membuat Khanza bahagia, tersenyum indah seperti biasa namun dengan bibir yang pucat itu.

"syukur Hezi udah suka sama Khanza, Khanza berharap Tuhan kasih kesempatan lagi agar Khanza bisa hidup lebih lama!"

"Jangan tinggalin kita, Za!" ucap Sasya yang sudah menangis.

Oh ya, Rendi, Caca dan Sasya tadi juga pergi ke rumah sakit bersamaan dengan Hezi hanya saja mereka tertinggal beberapa langkah.

"lu harus sembuh, Za! kalau lu sembuh, entar gw beliin cilok mang Ujang tiap hari deh!" ucap Caca yang juga sudah menangis.

"gw juga bakal beliin lu es jeruk teh ayu tiap hari!" tambah Rendi.

Khanza hanya terkekeh kecil mendengar perkataan temannya, namun tubuhnya semakin lemas. Rasa sakit ini mulai menyerang ke seluruh tubuhnya. Ia hanya berharap kepada Tuhan untuk memberikannya waktu hidup yang lebih lama, Khanza belum siap meninggalkan orang orang yang disayanginya apalagi Hezi yang sudah mulai menyukainya.

"tapi maaf semuanya, Khanza ga sanggup lagi" Khanza menahan tangisnya, Ia benar benar tidak rela.

"maaf kalau Khanza sering ngerepotin kalian semua, kak Anna, Khanza titip mama ya!"

Suara tangisan makin mengeras, mamanya memegang satu lagi tangan Khanza dan menangis sekuat kuatnya. Hezi yang sedari tadi menahan tangisnya pun pada akhirnya air matanya jatuh.

"Kha-Khanza kuat! Khanza ha-harus sem-buh!" isak Kak Anna.

Khanza tersenyum. Itu senyum terakhirnya sebelum akhirnya ia menutup mata, menghembuskan napas terakhirnya dan memunculkan garis lurus di layar EKG.

Semuanya memanggil nama Khanza. Menggoyang goyangkan badan Khanza berharap Khanza belum meninggalkan mereka. Seorang dokter pun dan 2 suster masuk mengecek keadaan Khanza setelah Rendi berteriak memanggil mereka.

Hari itu semuanya menangis, semuanya bersedih dan semuanya kehilangan sosok yang ceria dan menyenangkan. Khanza Ros Aurelliane.

Sorry, I'm late || JaeRose✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang