01

545 36 6
                                    

Aku kini tengah berteduh dibawah pohon selepas menghilangkan dahaga. Entah berapa jam aku berkecimpung ditengah keramaian dengan suhu udara sepanas ini. Itu melelahkan, sungguh.
Aku saat ini sedang ada di sebuah acara yang diselenggarakan oleh kampusku, ngomong-ngomong.

Sesuatu bergetar di dadaku. Ah, kukira getaran cinta, rupanya ini ponselku. Haha.

Dan satu buah pesan singkat itu seolah mengisi kembali energi yang aku kuras sejak pagi. Senyumku merekah. Semoga aku tidak dianggap gila setelah ini.
Sekonyong-konyong aku berdiri dan menyapu pandangan ke arah gerbang masuk dan juga tengah-tengah keramaian. Aku mencari seseorang yang baru saja mengirimiku pesan kalau dia sudah tiba.

Disana!

Aku berjalan mendekat. Dia ada ditengah-tengah kerumunan banyak orang. Rambutnya kecoklatan, apik sekali terpapar sinar matahari. Asal kalian tau, dia mewarnai rambutnya untukku. Dan aku senang karenanya.

Wajahnya tampak kebingungan, mungkin bercampur rasa takut. Dia terus memutar tubuhnya, sembari menoleh kesana-kemari. Menggemaskan.

Jari-jarinya yang bebas itu aku gapai dari belakang. Ia tersentak. Tapi aku langsung menoleh ke arahnya. Oh Tuhan, kacamata bulat dengan frame tipis itu mengganggu. Bolehkah aku singkirkan ?!

"Nggak usah nangis, ada aku." begitu yang kuucapkan saat melihat matanya sudah memerah.

Aku membawanya pergi dari pusat kerumunan. Tak jarang, satu dua mahasiswa lain melihat ke arah kami. Ada juga yang sedikit menggunjing sosok yang aku gandeng. Jangan kalian kira aku tuli, aku dengar ya! Tapi masa bodoh, gadisku lebih penting.

Tempat dimana aku berisitirahat tadi kini jadi tempat kami berdua. Disana sudah ada dua temanku. Senyum mereka menyambut kehadiran sosok yang aku bawa.

"Aduh aduh, kalian ini dateng-dateng udah gandengan."

Gadis berkacamata ini langsung melepas tautan tangan kami dengan cepat. Padahal sedang nyaman-nyamannya aku genggam.

"Yuk, Mike, kita cabut aja. Mereka butuh waktu berdua." kata salah satu temanku yang lain.

Selepas mereka pergi meninggalkan kami berdua, aku mengajaknya duduk. Tapi air wajahnya tampak ragu. Atau, merasa bersalah ?

"Aku ganggu pasti ?" tanyanya pelan.

Aku menggeleng, "mana ada! Tugas mereka masih banyak makanya mereka pergi."

Ia duduk bersimpuh di dekatku dengan totebag yang menutupi lututnya. Rok itu pendek. Aku tak habis pikir kenapa anak perempuan sangat suka menggunakannya walaupun tau kalau mereka akan malu sendiri. Kemeja flanel kotak-kotak berwarna coklat yang kupakai segera kulepas, dan mengganti totebag itu dengan kemeja.

"Aku udah sering bilang. Kalau kamu nggak nyaman jangan dipakai." nadaku sengaja kubuat tak enak. Ya, dia harus tau aku marah karena itu.

"I-inikan dari kamu juga.."

Sekarang aku yang merasa bersalah. Aku pernah memberikannya kado dihari ulang tahunnya. Itu hanya modusku agar aku bisa menjadi temannya. Dulu di awal ospek aku melihat gadis ini hanya sendirian. Kemanapun itu. Teman-temanku berkata jika ia susah ditembus, dalam artian untuk berteman. Aku bahkan sempat mencuri data dari senior yang mengawasi kami kala masih menjadi mahasiswa baru. Apapun kutawarkan agar seniorku itu mau menunjukan lembaran biodata yang dikumpulkan padanya. Dan aku mendapat tanggal lahirnya hari itu.

Mendekati tanggal, aku terus berpikir pakaian apa yang sedang menjadi trend dikalangan anak perempuan. Satu buah hoodie crop berwarna putih dan rok plisket pendek hitam aku hadiahkan.

Dan ia memaksakan diri untuk memakai baju itu sekarang.

"Iya aku tau, aku bodoh. Aku nggak tanya ke kamu sebelum ngasih kado. Maaf." ujarku.

"...jangan balik minta maaf." interupsiku. Aku melihatnya menutup bibirnya rapat.

Kami terdiam untuk beberapa saat, dan aku tidak suka jika gadisku terus berpikir macam-macam. Langsung saja kusodorkan seporsi rice bowl dan juga satu cup minuman.

"...sesuai janji, chicken salted egg sama lemon sparkling."

Dia menerimanya dengan mengucap terimakasih tanpa suara. Hanya gerak bibir saja yang bisa aku lihat.
Aku memakan makananku terlebih dahulu. Ini sarapan dan makan siang yang aku jadikan satu. Sungguh, pagi ini aku sibuk hingga lupa mengisi perut.

"Kamu capek nggak sih temenan sama aku ?" bukanya setelah hening yang sempat mendera.

Pertanyaan itu lagi. Aku meresponnya dengan mendengus dilanjutkan tersenyum miring. Mana bisa aku lelah saat kamu membuat setiap hariku selalu cerah karena tawamu yang cuma kamu beri untukku ? Yang benar saja!

"Sekali mikir kaya gitu lagi, aku pulang." ancamku serius.

"...jangan minta maaf." interupsiku lagi. Aku selalu bisa menebak apa yang akan ia ucapkan. Dialognya selalu sama.

Hey, apa tidak ada dialog lain ? Seperti, 'Bayu, aku suka sama kamu' misalnya.

Hanya itu-itu saja. Kamu tidak tau ya aku sedang menunggu kalimat lain untuk kamu publish saat ini ?

"Bay, soal baju ini. Aku sengaja pakai biar keliatan pantes. Bukan apa-apa kok, cuma mau keliatan beda."

Aku mengalihkan pandanganku padanya dengan mulut penuh. Ia mengulas senyum untuk meyakinkanku.

"...biar kamu nggak perlu merasa risih karena diomongin orang lain gara-gara kemana-mana sama aku."

Aku menelan semua yang ada di mulutku. Pandanganku menatapnya lurus. Aku harus menegaskan semuanya.
"Rosalia, denger ya. Aku nggak pernah ngedengerin orang-orang selama ini. Aku nggak pernah risih sama komentar orang lain. Aku tau, mereka nganggap aku temenan sama kamu karena aku kasihan. Tapi bukan gitu kenyataannya, aku temenan bukan karena itu, tapi karena aku mau."

Dia menunduk dalam. Iya, gadis ini. Rosalia. Gadis yang selalu merasa paling bersalah atas segalanya. Gadis yang selalu kuanggap teman—ah, maksudnya mengganggapku sebagai teman. Dialah orangnya.

"Mending kamu makan aja, aku nggak mau kita berantem dan ngilangin selera makan kamu." balasku.

Aku melanjutkan makan siangku. Sementara dirinya hanya memandangi paper bowl dan isinya. Tapi ujung mataku mengawasi Rosa. Gadis cantikku ini tengah memilin pelan kerah kemeja flanel yang kuletakan dipahanya.

"...hey, aku nggak marah." ucapanku membuatnya menunduk semakin dalam. Kacamatanya ia lepas dan ia usap matanya dengan cepat.

Ah, gadisku menangis karena aku. Maaf, pasti aku sangat kasar.

"...aku beneran nggak marah, jangan nangis.."

Harusnya aku tidak pernah mengucapkan itu. Karena sekarang, gadisku menangis.




Bersambung...

Hallo! Selamat datang ke book ini. Karya ini aku ciptakan bagi siapa saja yang berminat.

Tolong jangan melakukan segala bentuk plagiarisme karena hak cipta dilindungi undang-undang.

Salam hangat!

03 Maret 2022

Karya Rosalia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang