09

66 16 1
                                    

Aku menarik tangan gadisku ke UGD. Tempat dimana Haris dan Mahesa menunggu. Mereka sedikit terkejut melihat gadis bersweeter lilac ini ada bersamaku.

Aku berkata pada mereka berdua, "Saya ada urusan mendadak yang nggak bisa saya tunda. Nanti saya minta Rino kesini untuk mengurus administrasinya. Tolong temenin Aji ya ?" pintaku pada dua yang lebih muda.

Mereka mengangguk tanpa bertanya kenapa. Aku dan Rosa pergi dari UGD dan segera menuju parkiran mobil. Memang, aku belum pernah berkunjung ke rumah Rosa. Tapi, ayolah aku tidak bodoh.

Supirnya pernah kutanya tentang alamat rumah gadisku. Dan beliau memberikan alamat lengkap beserta nomor rumah.

Oh ya, kalian ingat file karya Rosa yang aku curi waktu itu ? Aku sudah mengirimnya ke penerbit atas nama Rosa. Mereka bilang akan menghubungiku lewat email tiga bulan sejak pengiriman. Dan itu artinya, aku hanya perlu menunggu dua bulan lagi.

Aku telah membaca tulisannya. Rapi dan bagus. Pilihan diksinya mampu membuat hatiku bergetar. Bagaimana ia bisa kehilangan rasa percaya diri sementara skillnya sudah mumpuni ?
Dia memang gadis cantikku yang aneh.

Kami tiba disebuah rumah dengan gerbang yang mungkin setinggi tiga meter. Mendengar bunyi mesin mobil, pintu gerbang dibuka dari dalam. Itu supir pribadi Rosa.

"Siang pak." sapaku. Beliau tersenyum karena masih mengenaliku.

"...ayah sama ibunya Rosa ada didalam ?"

Beliau mengangguk, "ada mas. Mari-mari saya antarkan."

Rosa, si puan rumah hanya menunduk sambil berjalan disebelahku. Seperti bukan rumahnya sendiri. Ia seperti tamu yang malu-malu.

Sepasang suami istri tampak menyambut kami diruang tamu. Aku hafal betul siapa sosok berkacamata itu. Dia adalah ayahnya Rosalia.

"Selamat siang, bapak, ibu."

Melihat kehadiranku, salah satunya bertanya pada sang putri. "Kamu pulang sama siapa, Rosa ?" tanya ibunya.

"Mohon maaf bapak ibu, sebelumnya perkenalkan saya Bayu. Saya teman Rosalia semasa kuliah."

"Yang lulus cumlaude bareng sama Rosa itu ya ?" pertanyaan ayahnya langsung aku angguki.

Kami dipersilahkan duduk. Dan aku mulai buka suara. "Permisi bapak ibu, maaf sebelumnya mungkin kehadiran saya mengganggu dan tiba-tiba. Tapi saya kemari untuk memberitahu ibu dan bapak bahwa Rosalia, tengah mengidap penyakit kronis."

Aku menggeser berkas yang sedari tadi aku pegang itu kehadapan mereka berdua. Ayahnya yang mengambilnya dan mulai membaca.

"Kanker ginjal ?" beliau tampak shock.

"Rosa, ini sejak kapan ?"

Aku berusaha menengahi karena kulihat Rosa sudah ciut nyali untuk bicara. Dia hanya duduk diam di sebelah kiriku dengan pandangan ke lantai.

"Itu rekam medis hari ini, ibu. Rosa sendiri juga baru tahu. Dia bingung bagaimana cara menyampaikannya kepada ibu dan bapak jadi saya berinisiatif membantu."

Aku berbohong. Tapi Rosa tidak menyangkal. Mungkin dia tau arah pembicaraanku.

"...oh iya,maksud kedatangan saya kemari juga untuk melamar putri bapak dan ibu."

Mereka kembali terkejut oleh perkataanku. Mereka saling melempar tatapan.

"Nak Bayu yakin ?" tanya ayahnya.

"Saya sudah sejak lama yakin bapak. Sebelum saya tahu Rosa sakit, niat saya sudah ada. Sekedar informasi saja, kalau kedepannya putri bapak dan ibu harus melakukan operasi dan kemungkinan bisa hidup dengan satu ginjal. Jika itu memberatkan bapak ibu, biar saya yang bertanggungjawab kepada Rosa."

Ibunya tersenyum padaku. Senyumnya sama seperti yang beliau wariskan pada putrinya.

"Kami nggak pernah melarang jika itu sudah jadi niatan kamu, nak. Kami juga nggak keberatan untuk membiayai pengobatan Rosa kalau dia mau bilang dari awal. Tapi, Rosa selalu bilang sehat setiap paginya."

"Rosa minta maaf." cicit gadis manis ini.

Ibunya datang menghampiri, lalu memeluk putrinya. Beliau tampaknya tak menyangka putri semata wayangnya ini menanggung semuanya sendirian.

"Ibu sama ayah juga minta maaf ya sayang ? Kamu jangan nutupin yang kaya gini sendirian." tutur ibunya lembut.

Kulihat air wajah ayahnya tampak kalut. Pandangannya  ke berkas medis ditangannya, tapi aku tau beliau tak sedang membaca. Pandangannya kosong.

Aku tengah fokus memperhatikan ayahnya, namun tiba-tiba putrinya memelukku. Tubuhku terhuyung kebelakang. Nyaris kepalaku terhantuk sandaran sofa. Dia memelukku erat.

"Makasih Bayu." ucapnya ditelingaku.

Aku tersenyum dan mengusap punggungnya lembut. Aku senang seperti ini. Mendapatkan pelukan hangat dari gadis yang aku sayangi.

Tapi ini didepan orangtuanya, asdfghhjkljpy ! AKU MALU YA TUHAN!

"Jadi kapan rencananya ?"

Pertanyaan yang bagus keluar dari ayah Rosa. Ini tandanya beliau pun setuju.

"Kalau boleh dan kalau Rosa mau, besok pagi." kataku.

Sontak gadis bersurai madu yang baru saja memberikan pelukan hangat padaku berubah. Ia memberikan pukulan brutal sebab kesal dengan jawabanku.

"Kamu jangan bercanda!" katanya sambil terus melayangkan pukulan.

"Eh...eh...eh..beneran. Apa mau sekarang ?"

"Bayu!" dia memekik kesal. Aduh, aduh, aku ingin mengigit pipinya yang seperti buah persik yang masak itu.

"Sebelumnya, kami mau ketemu orangtua kamu boleh, Bayu ?" ibu Rosa bertanya.

Aku mengangguki. "Sangat boleh."

.

.

Bersambung....

Karya Rosalia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang