Part 9

2.5K 316 0
                                    

'La vi en Rose'

"Apa?", tanya Carlton yang ingin memastikan perkataan Roseanne. Gadis itu mulai mengatur napas dan berjalan ke arah jendela kamar. "Aku yakin saat ini aku tidak perlu memanggilmu kakak karena kau tidak memiliki ikatan darah sama sekali denganku" Roseanne menatap pemandangan di luar sambil menikmati desiran angin malam yang menerpa wajahnya. "Tentu" ucap pria itu, kini mereka berdua berdiri di sebuah jendela besar milik kamar penginapan itu. "Tuan Carlton, kau harus kembali pada posisimu" Roseanne membuka mulutnya dan menoleh kepada Carlton.

"Tanda yang ada pada Lady Beatrice, bukanlah semata sebagai identitas bahwa ia adalah pengikut kaisar akan tetapi-" Roseanne sedikit ragu untuk melanjutkan perkataannya. "Ia adalah calon yang dipilih oleh kaisar untuk menjadi tunangan Pangeran Mahkota Erziel"

Carlton menatap kedua bola mata violet milik Roseanne yang terlihat sedikit nanar. "Aku sangat heran darimana kau tahu dengan jelas semua hal yang terjadi di kerajaan ini" pria itu mengalihkan pandangannya pada sekeliling kamar itu kemudian kembali memfokuskan pandangannya tepat pada Roseanne. "Apakah kau memang benar seorang iblis?", tanya Carlton dengan serius. Roseanne tak kuasa menahan tawanya namun dengan cepat ia berusaha mengendalikan dirinya dan menanggapi perkataan itu "Bila tuan ingin percaya, Silahkan" Roseanne mengendikkan bahunya dan melanjutkan percakapannya.

"Apa kau mencintai Beatrice?"

Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Roseanne justru dapat dengan cepat dijawab oleh Carlton.

"Tidak. Sama sekali tidak" , ucapnya dengan yakin dan serius. Roseanne mengangguk karena mendapati reaksi yang sesuai dengan dugaannya. Carlton merogoh sesuatu dari saku celananya, kemudian gadis itu mendekat untuk mencari tahu benda itu. Sebuah pecahan dari stempel kerajaan yang lama. Roseanne berusaha mengaitkan berbagai kejadian yang ada untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Apakah kau tidak merasa aneh? Mengapa Kaisar membiarkanmu hidup?"

Carlton sontak tersadar dengan ucapan Roseanne. "Tidak mungkin ia meninggalkan jejak dengan sengaja" , sambung gadis itu yang kini mengambil pecahan stempel dari tangan Carlton. Ia membolak-balikkan benda itu dan menemukan sebuah kejanggalan di 2 sisi yang ada.

Kedua sisi itu sama-sama memiliki ukiran yang sama. Lalu sisi mana yang sebenarnya digunakan untuk cap surat?

"Darimana kau mendapatkan stampel ini?" Roseanne mengarahkan pecahan stampel itu di hadapan Carlton. "Kenapa aku harus memberitahumu?" Carlton berbicara sambil melepaskan kancing lengan bajunya. Gadis itu mendekatinya dan menatap pria itu dengan intens "Ini berkaitan dengan hidup matimu, Tuan" Roseanne kembali meletakkan pecahan stampel itu di tangan Carlton.

Gadis itu menghela napas dan melanjutkan perkataannya,

"Saya menduga bahwa Beatrice adalah putri tunggal dari Sepupu permaisuri, Marchioness Ivanka"

Roseanne menunjuk pria itu dengan jari telunjuknya,

"Dan kau adalah kambing yang akan dikorbankan pada hari pelantikan putra mahkota menjadi kaisar"

"Kau...dari sekian banyaknya kiasan mengapa harus kambing?"

"Itu tidak penting, Tuan. Saat ini, sebelum mereka berkuasa anda harus mengambil takhta itu kembali"

Carlton memalingkan wajahnya dari gadis itu dan mengacak rambutnya dengan kasar.

"Aku paham dengan hal itu, dan aku telah mencobanya...semuanya sia-sia, bajingan Ergis telah menyusunnya dengan sempurna tanpa celah sedikitpun"

Roseanne tertegun dengan perkataan Carlton, dan mulai membuka mulutnya "Kalau kau pikir Kaisar-lah yang menyusun semuanya....Berarti kau telah salah memulai langkah."

"Berarti, semua ini adalah ulah Erziel?" , sahut Carlton dengan pelan. Roseanne mengangguk dan mengambil kalung yang ada di lehernya. Ia menatap pria di hadapannya dengan serius kemudian menjawab,

"Sepertinya aku tahu harus meminta bantuan pada siapa"

****

Kriet...

Sebuah pintu besar menjulang yang ada di kastil tua itu terbuka dan menampakkan sosok pria berambut putih yang dikelilingi oleh kertas mantra berhamburan serta beberapa orang yang ikut mengitari meja bundar besar dihadapannya. Victor menoleh dan bola matanya membulat mendapati kehadiran Roseanne di kastil tua itu. "Nona Rose? Apa yang membawa anda kemari? Maaf saya tak sempat menyambut anda," Victor tersenyum hangat dan mengisyaratkan beberapa orang tadi untuk membawakan 3 cangkir teh.

"Sepertinya kali ini anda tidak sendirian" Victor menatap ke arah pria disamping Roseanne yang sedikit canggung. "Jadi kalung ini membawaku kemari?" Roseanne memegang kalung yang melingkari lehernya sementara Victor menjentikkan jarinya dan menjawab "Bingo! Saya lebih penasaran bagaimana anda tidak terkejut bahwa pelayan toko tempat anda membeli bros itu adalah saya, Padahal saya telah menggunakan penyamaran khusus untuk mengelabui anda" , sahut Victor mengalihkan pandangannya dan membawa Roseanne serta Carlton ke ruangan yang berada di sebelah kiri lorong kastil itu.

Sesampainya disana, orang yang tadi diisyaratkan untuk membawa teh segera menyajikannya lengkap dengan berbagai kudapan manis.

"Aku sempat heran mengapa kau tiba-tiba menangis...ternyata itu demi berteleportasi kesini" , Carlton sedikit tertawa menatap Roseanne sementara gadis itu menatap tajam ke arahnya. Victor yang melihat interaksi kedua orang dihadapannya menatap dengan penuh arti dan ia membuka pembicaraan di malam yang akan segera menuju pagi.

"Biar saya tebak, kedatangan anda kali ini bukan hanya karena anda merindukan saya tetapi karena pria disamping anda" , perkataan Victor yang tepat dengan tujuan Roseanne membuat gadis itu mengangguk yakin dengan pilihannya. "Ah...saya sedikit kecewa, tetapi tidak apa-apa. Apa yang harus saya lakukan?" Victor membuat adegan dramatis yang seakan patah hati karena Roseanne kemudian beralih kembali dengan wajah serius. "Saya ingin anda membantu Tuan Carlton untuk memegang takhtanya yang telah direbut"

Victor melipat tangannya dan berusaha memahami situasi yang dikatakan oleh gadis itu. Pria itu meneguk teh rosella yang masih hangat, ia kemudian mengambil pena yang ada di tangannya dan mengucapkan beberapa patah kata,

"Ikh'shetchman La Evons!"

Ia menodongkan penanya ke arah Carlton yang disertai perubahan atmosfir di sekitar mereka. Carlton seakan berhenti bernapas dan bergerak. Kemudian ia merasa bahwa dunia terhenti dan hanya terlihat Victor yang menyeringai di hadapannya. Meski peristiwa itu hanya terjadi beberapa detik namun Carlton merasa sangat terkejut dan seakan ingin memuntahkan isi perutnya.

Sementara Victor meletakkan pena itu di atas meja bincang mereka sambil menuangkan teh ke cangkir Roseanne yang telah kosong. Pria itu tidak menampakkan raut wajah apapun dan hanya bersandar pada sofa empuk yang telah ia duduki sedari tadi. Gadis itu pun tidak berbicara apa-apa dan hanya meminum teh yang telah diberikan oleh Victor. Roseanne juga merasa bahwa perubahan atmosfir tadi lebih terasa seperti ancaman pada Carlton dan dirinya.

Selang beberapa saat ketika suasana di ruangan itu sangat hening dan tegang, Victor beranjak dari tempat duduknya kemudian melangkah untuk keluar dari ruangan itu. Namun ketika ia menggenggam gagang pintu ruangannya, Victor berbalik dan menampakkan raut wajah yang tak pernah ia tampakkan pada gadis itu kemudian melontarkan beberapa kata yang menutupi pembicaraan itu dengan dingin.

"Tuan Carlton, anda tidak layak memegang takhta itu"

Yeayy, chapter kali ini sampai disini dulu dan akan saya lanjut setelah saya selesai ujian. Terimakasih telah membaca cerita saya dan bila suka kalian bisa kasih vote serta tulis opini kalian di kolom komentar 💗

The Villainess Wants To Meet A Good EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang