Hari sabtu telah tiba, tadi sebelum berangkat ke kantor, Gantan meminta Leha untuk siap-siap, karena mereka akan pergi ke rumah orang tuanya Gahtan. Laki-laki itu mengatakan kalau mereka akan berangkat setelah zuhur.
Jujur saja, Leha belum siap bertemu keluarga besar Gahtan, apalagi awal mereka menikah secara rahasia, apa yang harus Leha katakan pada mereka kalau senandainya ditanya, 'Kenapa mau nikah dengan duda yang usianya jauh lebih tua dari kamu, apa karena dia kaya?' Memikirkan itu semua membuatnya pusing. Apalagi sejak tadi pagi dia memang sudah merasa tidak enak badan.
Leha akan mengenakan pakaian yang sudah ia beli di butik teman suaminya. Saat ini dia sudah rapi, tinggal menunggu Gahtan pulang. Sebuah dress dengan lengan panjang dibawah lutut berwarna maroon, yang akhirnya menjadi pilihan Leha. Bukan, tapi Midi Dress ini pilihan Gahtan. Wanita itu terlihat feminin jika mengenakan dress seperti ini, berbeda dengan kebiasaannya sehari-hari yang memakai celana jeans di atas lutut, atau celana bahan. Dari dulu, Leha jarang-jarang memakai rok panjang atau dress, kecuali mau pergi ke pengajian.
"Kenape lagi ni perut pake acara mual segala." Leha meremas perutnya dari balik dress yang ia kenakan. Cepat-cepat dia lari ke kamar mandi, memuntahkan semua isi perutnya.
"Ape karna kebanyakan makan mie pake cabe?" Ya semalam wanita itu membuat mie rebus di campur beberapa biji cabai.
"Tapi gua kagak pernah sakit perut perasaan. Kenape sekarang mules banget ye?"
Leha benar-benar sudah tidak kuat lagi, kepalanya juga ikut pusing. Ia kemudian masuk ke kamarnya dan segera menghubungi Gahtan.
"Allo, Daddy dimane, perut ame pala aye, sakit." Belum sempat Gahtan menjawab, Leha langsung mematikan panggilannya.
Gahtan yang memang sudah di jalan langsung tancap gas karena khawatir mendengar istrinya tidak baik-baik saja. Lima belas menit kemudian, mantan duda Arab itu tiba di rumahnya, dia langsung menuju kamar.
Sampai saat ini Gahtan belum mendapatkan orang untuk menjadi asisten di rumahnya. Sebenarnya Leha yang tidak mau, dia takut suaminya tergoda oleh asisten rumah tangganya, seperti yang terjadi pada salah satu artis. Jadi, si artis itu malah menceraikan oleh suaminya dan laki-laki itu lebih memilih menikahi mantan asistennya. Leha tidak mau itu terjadi pada dirinya, mengingat dia yang tidak bisa dandan, bicara selalu blak-blakan. Takut Gahtan berpaling darinya. Leha juga tidak mau mempekerjakan wanita yang sudah paruh baya, katanya kasian. Kalau mau nyuruh-nyuruh orang tua jadi merasa enggak enak. Gahtan hanya menggelengkan-gelengkan kepalanya mendengar alasan Leha.
"Leha! Leha! Kamu dimana." Gahtan berlari menaiki undakan anak tangga. "Leha!" semakin khawatir karena tidak istrinya tidak menyahut.
"Astagfirullah, Leha! Kamu kenapa?" Saat masuk kamar, Gahtan melihat istri sudah tergeletak di atas lantai. "Sayang! Bangun."
Tanpa mengulur waktu lagi, Gahtan segera membawa sang istri ke rumah sakit. Di sepanjang perjalanan dia terus berdoa semoga tidak terjadi hal buruk pada wanita di sampingnya.
Gahtan membawa istrinya ke rumah sakit terdekat, hanya dua puluh menit dari kediamannya.
Saat ini dokter masih memeriksa keadaan Leha, Gahtan dengan setia berada di samping istri keduanya tersebut. Menggenggam erat tangan wanita yang ia nikahi hampir dua bulan itu, takut jika Leha pergi meninggalkannya.
"Apa yang terjadi dengan istri saya, Dok?" tanya Gahtan dengan nada khawatir. Awalnya dokter cantik itu tidak percaya kalau Gahtan suami Leha.
Dokter yang ber-Tag nama Yunita itu tersenyum, kemudian berkata, "Menurut pemeriksaan saya, saat ini istri Anda sedang hamil, dia hanya kelelahan. Untuk lebih jelasnya Anda bisa memanggil dokter kandungan," ujarnya ramah.
"Daddy!"
"Sayang, kamu sudah sadar?" Gahtan mengucap syukur ketika melihat Leha membuka matanya.
"Kalo masih pingsan kagak mungkin aye, buka ni mata," ucap Leha membuat dokter di sampingnya tertawa.
"Ape kate dokter?" hanya samar-samar Leha mendengar ucapan dokter tadi.
"Katanya anak onta udah ada disini," bisik Gahtan sambil mengelus perut sang istri.
"Beneran?!" Leha langsung menyibakkan selimut dan segera mengambil posisi duduk. Senyum di bibirnya merekah, "Daddy ga bohong 'kan?"
"Bapak dan Ibu bisa menemui dokter kandungan untuk memastikan," ujar dokter Yunita. "Baiklah, kalau begitu, saya permisi. Dokter kandungan berada di lantai dua, kalian bisa pergi kesana sekarang."
Setelah kepergian dokter, Gahtan segera mencari kursi roda untuk membawa Leha menemui dokter kandungan. Dia berharap semoga apa yang di katakan dokter tadi benar, jika saat ini Leha sedang mengandung darah dagingnya.
*****
"Enak?" tanya Gahtan. Pasangan suami istri itu saat ini sedang berada di sebuah restoran Jepang. Setelah pulang dari rumah sakit, Leha mengatakan kalau dia lapar, dan ingin makan ala masakan Jepang.
"Kok rasanye aneh, buat Daddy aje, nih." Piring kedua yang Leha berikan pada suaminya. Gahtan menghela nafas, tadi ibu hamil itu ingin makan masakan Jepang, dengan senang hati Gahtan membawanya ke restoran.
Oh, ya, tadi saat diperiksa oleh dokter kandungan, Leha memang sedang hamil, dokter juga bilang saat ini usia kandungan Leha masuk minggu ke lima. Keduanya sampai menitikkan air mata ketika melihat layar monitor yang menunjukkan bakal calon buah hati mereka.
"Terus kamu mau makan apa? Tadi mau sushi, tapi ga mau makannya, sekarang sashimi juga ga mau," heran Gahtan, padahal istrinya itu yang meminta makan masakan Jepang, tapi ketika semua terhidang wanita itu tidak mau makan.
"Ini koki-nye bisa masak ape kagak, sih. Masa semua ikannye belum mateng, tuh liat, masih merah dagingnya." Leha bergidik ngeri, memang ini baru pertama kali dia memakan masakan dari negeri Sakura tersebut.
"Tadi mending kite pergi beli gado-gado ame bakso aje, lebih enak," calon ibu muda itu mendengus, diantara makanan yang ada di hadapannya, tidak ada satu pun yang nempel di lidah Leha.
Sepertinya mulai detik ini Gahtan harus menyiapkan stok sabar lebih banyak lagi menghadapi istrinya, apalagi wanita itu tengah hamil, dimana moodnya akan berubah-ubah setiap saat.
"Cobain ini deh, shabu-shabu nya enak baget," ujar Gahtan sambil mencelupkan irisan daging sapi yang sangat tipis ke dalam panci khusus berisi air panas dan sayur-sayuran, tahu dan kuzukiri, di atas meja makan mereka. Sebelum di berikan pada sang istri, terlebih dahulu ia melambai-lambaikan irisan daging tersebut ke dalam kuah lalu di campur saus (tare) mengandung wijen yang disebut gomadare dan ponzu.
"Astagfirullah, ya Allah, Daddy mau ngasih aye, sabu-sabu?" Leha membulatkan matanya, menatap sang suami tajam. "Aye tau, istri itu memang harus nurut ame perintah suami, selama itu tidak bertentangan dengan agama. Tapi maaf, aye kagak mau kalo disuruh makan sabu-sabu. Haram! Ingat dosa."
Gahtan menepuk jidatnya, jika mereka sedang berada di rumah mungkin akan segera membungkam mulut istrinya itu agar tidak banyak bicara lagi. "Siapa yang nyuruh kamu makan sabu-sabu?"
"Makanan ini tuh namanya shabu-shabu, bukan sabu-sabu. Pake 'sha', bilangnya." Gahtan langsung memasukan makanan Jepang jenis Nabemono ini kedalam mulut istrinya, sebelum wanita itu kembali berbicara.
"Bagaimana? Enak 'kan?"
"Lumayan. Mau lagi. Aaaaa." Dengan telaten Gahtan menyuapi istrinya. "Kapan kite ke rumah orang tua Daddy?"
"Hari ini kita tidak akan pergi ke sana."
"Kenapa?" Leha bersorak gembira dalam hati.
"Ayah sama Ibun pergi ke Bandung. Abah sakit. Mereka akan menjenguk Abah, mungkin untuk beberapa hari. Dan mungkin besok saya juga akan nyusul mereka, kamu mau ikut?"
Leha menggeleng tegas, "Takut mabok, Dad. Lain kali aje. Aye mau nginep di rumah enyak. Boleh 'kan?"
"Iya, boleh. Apa sekarang masih mau gado-gado?"
"Boleh. Setelah ini kita cari gado-gado dan bakso."
Bersambung,
Sabtu, 5 Maret 2022
Tuti H Buroh
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Rahasia Duda Arab(Duda Araban jilid 4)
Short StoryCerita ini hanya fiktif belaka, apabila terdapat kesamaan dalam penulisan nama tokoh tempat dan lainnya, semua terjadi tanpa ada unsur kesengajaan. Squel dari Istri Kontrak "Kamu menjadi istriku hanya sampai melahirkan anakku, setelah itu kamu beb...