12. Finally

2.6K 212 12
                                    

Jeno menghampiri Jaemin dengan perlahan. Kemudian menarik Jaemin dan membawanya ke pelukannya. Ia menangis, sungguh. Jeno takut kalau Jaeminnya tidak baik-baik saja. Begitu pula Jaemin yang sekarang berada di pelukannya, badannya bergetar hebat, keringat dingin pun bercucuran, persis sekali seperti kejadian waktu di supermarket.

"Jeno jahat! gak usah cegah aku, kamu bukan siapa-siapa aku, Jen." teriak Jaemin sambil memukul dada bidang Jeno.

Jeno yang mendengar perkataan itu langsung terdiam dan berpikir. Benar apa yang dikatakan Jaemin. Apa haknya melarang Jaemin untuk melakukan suatu hal?

"Na, jangan bercanda. Kamu mau bunuh diri—"

"Mau. Gak usah cegah aku lagi, Jeno."

Jaemin hendak berdiri, tapi ditahan oleh Jeno. Mata Jeno memerah, tak kuat menahan tangisannya yang sudah keluar daritadi. Baru pertama kali ini Jaemin melihat Jeno menangis. Dan itu karena perkataannya.

"Listen, there's no sunlight if I loose u, Na. Please, jangan lakuin ini, demi aku. Demi Jeno."

Jeno berlutut di bawah Jaemin, mengusap tangan Jaemin dengan lembut. Menatap setiap jari jemari lentiknya yang sangat Ia sukai dari dulu. Jeno tidak mau kehilangan Jaemin. Sama sekali tidak mau dan tidak ingin.

"Hak kamu apa? kamu siapa aku?" tanya Jaemin sambil menatap Jeno dibawahnya.

Jeno menunduk sangat dalam, kemudian berkata, "Aku sayang sama kamu, Nana. Aku cinta sama kamu. Jeno mohon, jangan tinggalin Jeno."

Seketika Jaemin meneteskan air mata pertamanya setelah 4 bulan ini. Jaemin sangat ingin mendengar pernyataan itu, entah dari siapapun. Ia sangat butuh kasih sayang, Ia rapuh. Tapi Ia tidak tau bagaimana meminta kasih sayang kepada orang lain. Jaemin kebingungan dalam gelap hidupnya.

Jaemin kemudian memeluk Jeno dengan erat, menangis dengan kencang di pelukannya. Ia juga sayang kepada Jeno, sungguh. Tapi keegoisannya menguasai pikiran Jaemin sampai Ia tak bisa berpikir dengan logis.

"Jen— hic, Jeno m-maaf hic—

"Sshh.. udah udah, akhirnya kesayangan Jeno bisa nangis." Jeno menangkup kedua pipi Jaemin, menatap muka sembab itu lalu mengecup kening Jaemin lama. Harus berapa kali Ia mengatakan kalau dirinya sangat menyayangi pemuda di depannya ini? beribu-ribu juta kali pun Jeno siap mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangi Na Jaemin.

-It's Not Like That-

Kedua manusia yang sekarang sudah saling sayang itu berbaring berdampingan di atap hotel ternama di Seoul. Memandangi langit indah di sore menjelang senja. Keduanya masih sibuk dengan pikirannya masing-masing, hingga tak sadar kalau telepon milik Jeno sudah berbunyi berkali-kali.

Sampai salah satu dari keduanya membuka suara, "Jeno, handphone kamu." menyadarkan Jeno yang sedang menatapi Jaemin sedari tadi dengan tidak berkedip.

"Biarin, kamu lebih penting sekarang."

Raut muka Jaemin berubah datar. Berusaha tidak mendengarkan apa yang dikatakan Jeno tadi. Iya, Ia merajuk.

"Hahaha, iya ini aku angkat."

Jaemin tersenyum kembali, lalu meletakkan kepalanya di dada bidang Jeno yang sekarang sedang duduk bersandar pada pagar pembatas.


Jisung's calling....

"Hei, apa Sung?"

Jeno membenarkan duduknya lalu merangkul pundak Jaemin dengan tangan satunya. Tersenyum melihat Jaemin yang nyaman tertidur di dekapannya.

"Finally, gimana bang Jaemin?" terdengar hembusan nafas lega di seberang sana.

"Udah nyaman tidur di pelukan gue, lo nelpon cuma buat nanya itu doang?" tanya Jeno memastikan.

"Semua beres, Bang."

"Apanya?"

Terdengar suara yang sangat sibuk di seberang sana, sepertinya anak itu sedang di Seoul juga.

"Jaehyun, Mark, Haechan, udah gue amanin di peti mati."

"Gila lo, Park Jisung!!" teriak Jeno sampai membangunkan Jaemin. Ia menyuruh Jaemin kembali ke tidurnya dan berkata bahwa tidak ada apa-apa.

Jeno sangat terkejut, ya meskipun Jeno sedikit senang mendengar berita itu. Tapi bagaimana kalau beritanya sampai ke telinga Jaemin? bisa bunuh diri lagi anak itu! Akhirnya Jeno pun memilih untuk diam, tidak memberi tau hal apapun kepada Jaemin.

Jeno menutup teleponnya. Mengatur nafasnya sejenak lalu mulai membangunkan Jaemin yang rupanya sudah tertidur pulas di dekapannya. Meskipun Ia tak tega, tapi Ia lebih tak tega lagi kalau Jaemin tertidur sambil kehujanan.

"Nana, ayo ke kamar, mau hujan." ucapnya lembut, berusaha tidak mengejutkan Jaemin.

Jaemin membuka matanya perlahan, lalu merentangkan tangannya, "Jeno, gendoongg.."

Tanpa berpikir lama, Jeno menggendong Jaemin lalu membawanya ke kamar yang tadi sudah Ia pesan. Belum apa-apa sudah minta gendong, nanti kalau sudah sah, mau minta apa Jaemin itu?

-It's Not Like That-

Busan, 9 A.M.

"Nenek Lim! Nana kangen banget."

Mereka sekarang sudah berada di Busan. Jaemin yang memintanya pulang. Jeno bingung, tapi lebih baik mengiyakan permintaan Jaemin saja daripada nantinya akan merajuk lagi.

"Kangen Nenek atau kue pie Nenek, hm?" Nenek Lim menggoda Jaemin, yang digoda terkekeh gemas.

"Emm, keduanya?"

Mereka berdua tertawa bersama, melupakan seonggok daging bernyawa yang daritadi menatap mereka dengan tatapan yang hangat. Akhirnya, Jaeminnya kembali.








To Be Continue.

Haii, tetap jaga kesehatan yaa!

Hope u like it!

Sampai jumpa ^^

;Gynminny

It's Not Like ThatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang