16. Awan

308 77 34
                                    

Hari pertama Airin terbangun di kamarnya lagi setelah beberapa minggu ia tinggal di apartemen Angga

Saat suasana rumah masih sepi, Airin memilih keluar untuk jogging di sekitar perumahan.

Hari kemarin dilewati gadis itu dengan perasaan suudzon yang berlebihan, ia pikir namanya akan dicoret dari Kartu Keluarga, tapi ternyata ketiga saudaranya membantu mengurus kasus yang menyangkut dirinya itu.

Hari ini tidak boleh melewatkan sinar sehatnya matahari begitu saja. Dibalut legging hitam, kaos hitam dan sepatu hitam, Airin berlari kecil melewati jalanan perumahan yang masih sepi.

Di atasnya, langit mulai dihampiri awan-awan yang terlihat teduh, namun beberapa jam yang akan datang mereka mungkin akan berubah. Entah akan membuat langit cerah dengan warna putihnya. Mendung dengan warna kelabunya, atau ia juga bisa membuat langit terlihat biru dengan menghilangkan dirinya sendiri.

"Peggy!"

Bersamaan dengan suara nyaring anak perempuan itu seekor anak kucing keluar dari sela-sela pagar rumah yang akan Airin lewati.

"Peggy jangan kabuuuurrr!" teriak anak itu lagi, berharap kucingnya kembali. Namun kucing tetaplah kucing yang bisa berlari.

"Kakak tolong tangkap Peggyyyyy!"

Eh? Airin melihat ke belakang, tidak ada siapapun selain dirinya. Pandangan mata anak itu juga mengarah pada Airin.

"Kakak tolong Pegyyy!"

Peggy alias anak kucing itu berlari menuju arahnya. Airin diam menunggu lalu ketika semakin dekat barulah, HAP! 

"YEAYYYY!" Suara riang itu terdengar membuat Airin ikut tertawa kecil. Padahal Airin hanya menangkap anak kucing, tapi bagi anak itu mungkin Airin seperti sudah menyelamatkan harta karun yang paling berharga miliknya.

Satu hal kecil bagi kita adalah hal yang berharga bagi orang lain.

Peggy kembali ke pemiliknya. Setelah membalas ucapan terima kasih dari anak itu, Airin akan kembali jogging, namun mendengar omelan si anak manusia itu pada anak kucing membuat Airin kembali ke depan pagar.

"Peggy kalo siang siang jangan suka kabur dong. Aku jadi gak suka siang karena Peggy suka kabur. Lagian kenapa harus ada siang sih! Kenapa enggak malem aja adanya, jadi kan Peggy gak akan kabur kalo malem terus."

"Wahhh." Suara Airin mengalihkan perhatian anak itu. "Kalo gak ada siang, kita gak akan bisa liat itu dong, Dek," katanya sambil menunjuk langit dengan sinar matahari pagi.

Anak itu melihat langit lalu melihat Airin dan mengangguk setuju. "Iya juga ya, Kak. Nanti kalo gak ada siang, langitnya bakal terus-terusan gelap. Hih serem."

Airin mengangguk setuju.

"Tapi, Kak. Kenapa harus ada siang dan malem? Kenapa kalo malem gak ada matahari?" tanyanya penasaran.

"Karena bumi itu berotasi, Dek!" Bukan Airin yang menjawab, melainkan anak lelaki berusia dua belas  tahun. Ia keluar dari dalam rumah, menghampiri adik kecilnya.

Menurut perkiraan Airin selisih umur mereka sepertinya berbeda enam tahun.

"Bumi berotasi selama selama dua puluh empat jam dalam satu hari. Nah pada saat itu, ada saat bagian bumi menghadap matahari, dan ada saat bagian bumi tidak menghadap matahari. Saat menghadap matahari, maka bagian bumi akan menjadi siang, saat tidak menghadap matahari matahari maka bagian bumi akan mengalami malam. Gitu, Dek." lanjutnya seperti seorang guru yang sedang menjelaskan kepada anak murid.

Airin tersenyum.  Penjelasan anak lelaki itu memang benar, tapi...

"Kak, berotasi itu apa? Terus tadi apanya yang dua puluh empat jam kak? Kok lama banget?"

Aurora BorealisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang