The Truth

438 51 3
                                    

Sudah hampir seminggu Bona tak tahu lagi kabar Seola. Kakaknya sama misteriusnya tak mau berbagi cerita tentang Seola dan berkata bahwa Seola sudah pindah ke tempat barunya. Semua barang Seola yang tertinggal pun sudah diambil diam-diam tanpa ada yang tahu Seola kembali ke sana, hanya Bibi yang bertemu dengannya.

Min Jae makin sering mengantar jemput dan menghabiskan waktu bersama Bona. Dan sejujurnya, walaupun jahat tapi Bona tak bisa tak mengakui bahwa Ia setuju menghabiskan banyak waktu bersama Min Jae karena dia merasa menemukan wajah Seola di wajah Min Jae, adiknya.

'What are you thinking?' tanya Min Jae ketika mereka sedang makan siang dan Min Jae merasa Bona sedang melamun.

'Ah, enggak... By the way, aku belum bilang ke kamu kalo... Seola Unnie udah nggak tinggal di rumahku lagi, dia pindah sejak minggu lalu...' kata Bona.

Min Jae mengehentikan aktivitasnya menyeruput kopi. Terpaku sejenak kemudian kembali ke dirinya dan berusaha tersenyum sambil mengangguk.

Telepon Min Jae berbunyi, di layar terlihat bahwa ayahnya yang menelepon.

'Ne Appa... What? When? Ah... Okay...' wajah Min Jae pucat.

'Kenapa?' tanya Bona khawatir.

'Eomma ku pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit Gyeongbuk... Aku harus ke sana sekarang' jawab Min Jae.

'Aku anter...' kata Bona sigap.

'Gapapa, aku...' Min Jae berdiri namun agak terhuyung.

'Udah ayo...' Bona memapah Min Jae ke arah mobil dan menyetir ke rumah sakit.

Mereka menemukan Ayah Min Jae terduduk dengan tatapan kosong di depan ruang gawat darurat.

'Appa... Eomma kenapa?' tanya Min Jae.

'Ginjalnya bermasalah lagi, dan dia butuh tranfusi darah secepatnya... Sementara stok darah yang cocok sedang sulit, mereka sedang mencari kemana-mana...' suara ayahnya gemetar.

Dokter keluar dari IGD dan Bona sayup-sayup bisa mendengar percakapan mereka. Kondisi ibu Min Jae tidak baik dan sangat butuh transfusi darah sekarang juga, sementara rhesus darah suami dan anak lelakinya tak ada yang cocok dan stock darah rhesus tersebut cukup langka memang.

Bona sebenarnya tak ingin berada di suasana keluarga seperti ini. Ia ingin undur diri perlahan, namun langkah Bona terhenti ketika dari jauh tampak seseorang berlari ke arah mereka. Seseorang yang sangat dikenal dan (mungkin dirindukannya). Seola.

Seola melewati Bona begitu saja dan langsung muncul di hadapan dokter, ayah serta adiknya.

'Kenapa kalian nggak ada yang hubungin aku? teriak Seola frustasi ke arah ayah dan adiknya, yang hanya bisa menunduk.

'Dokter Park, ambil darahku, cuma aku yang rhesus darahnya cocok sama Eomma...' suara Seola bergetar sambil terengah-engah.

'Hyunjungah... Are you sure?' Dokter Park tampak sudah akrab dengan keluarga ini.

'Ya, ayo cepat... Aku nggak ngerokok, minum alkohol atau konsumsi obat tidur sama sekali, karena terakhir Eomma collaps aku nggak bisa tranfusi gara-gara obat tidur itu kan...' rengek Seola.

'Yhaaaa... Tapi tanpa minum obat tidur itu, kamu kan nggak bisa tidur... Udah berapa hari kamu nggak tidur?' Dokter Park tampak khawatir.

'Nggak penting. Cepet, nyawa Eomma yang paling penting sekarang... Appa tolong kasitau dokter Park, tolong....' Seola putus asa.

'Dokter tolong...' ayah Seola bersuara lirih sambil menunduk.

Hal terakhir yang Bona lihat adalah dokter Park tampak setuju, lalu Seola dan ayahnya masuk ke IGD.

You and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang