Mereka melanjutkan perjalanan mengikuti peta yang berada di buku milik Redo. Dari hari pertama berpetualang, Redo selalu menjadi orang yang memegang peta. Namun karena kakinya sedang sakit, tugasnya dialihkan kepada Aning. Mereka kemudian mulai berpetualang menyusuri suatu pedesaan. Banyak sekali rumah disana, namun sama sekali tidak ada penghuninya. Aning masuk ke salah satu rumah, sedang Liru dan Redo hanya melihat Aning.
Aning masuk ke dalam rumah itu. Rumah itu cukup tua, dan tinggi. Mungkin seharusnya rumah ini memiliki 2 tingkat. Terdapat tangga kecil yang menuju kepada sebuah ruangan yang tidak begitu besar, namun cukup jika digunakan sebagai tempat penyimpanan buku. Disana, banyak sekali buku-buku yang tertata didalam rak buku.Di ujung lantai rumah itu, terdapat 1 sumur yang amat kecil.
Aning menjumpai peti berwarna kuning, setelah dibuka nampaklah sketsa sebuah keluarga. Sketsa itu digambar dengan tinta berwarna kuning. Aning melihat sketsa itu dengan seksama, tak lama air matanya menetes membasahi sketsa itu. Redo dan Liru yang mendengar isakan tangis segera menghampiri Aning ke dalam rumah itu.
Namun sialnya, pintu rumah itu terkunci, Liru berusaha mendorong, memukul pintu dengan kayu namun tak kunjung terbuka. Suara isakan tangis dari Aning semakin keras, keras dan keras. Tiba-tiba terdengar juga teriakan berbunyi "Jangan percaya" menggelegar di ruangan itu. Redo dengan kaki bengkaknya berusaha membantu Liru.
"Redo, tidak usah membantuku! Kakimu masih terluka!" bentak Liru melihat Redo berusaha mendobrak pintu rumah itu.
"Aku tidak apa! Bagaimanapun, tenaga pria lebih besar dari tenagamu." balas Redo yang masih meyakinkan Liru bahwa ia baik-baik saja.
"Tapi Redo-"
"Liru, sudah. Lebih baik kamu bersiap mengambil semua barang kita. Dan bacalah peta, setelah Aning berhasil keluar kita akan langsung pergi!" pintah Redo. Liru segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Redo. Sedang Redo tetap berusaha membuka pintu tersebut.
Ada sesuatu yang aneh, suara tangisan Aning berubah menjadi tawa wanita dewasa, yang sangat melengking. Redo ketakutan namun berusaha menahan hal itu. Dia kembali berusaha membuka pintu tersebut, namun tiba-tiba pintu itu terbuka sendirinya begitu mudahnya. Padahal dari tadi Redo perlu usaha yang besar agar pintu terbuka. Aning keluar dengan raut muka seakan tidak terjadi apa-apa.
"Redo, kamu kenapa?" tanya Aning. Redo menyadari sesuatu, dia hanya diam tidak berkutik. Aning kemudian pergi meninggalkan Redo yang masih mematung dan beralih menemui Liru. Mereka berdua bercakap-cakap dan tertawa bersama. Redo semakin bingung dibuatnya, dia menatap mata Liru tajam, dan Liru juga menatapnya dengan tatapan penuh maksud.
Sekarang Redo paham, dia masuk keruangan itu. Dia mencari sesuatu, dia masuk ke ruangan diatas tangga, namun tidak menemui apa-apa. Dia melihat kedalam sumur kecil, dan menjumpai Aning. Dia berusaha membantu Aning keluar dari situ.
"Aning? Aning? Aning?" Aning menjawab Redo dengan menyanyikan sebuah kidung yang biasa dinyanyikan. Redo kemudian sadar, bahwa ini adalah Aning yang asli, sedangkan Aning yang bersama dengan Liru bukan Aning. Aning kemudian membuka laci, kemudian mengambil sebuah kantung berwarna kuning.
"Lemparkan serbuk kuning ini kepada Aning palsu, aku akan menyiapkan ramuan untuk memusnahkan dia." Redo segera melakukan perintah itu.
Redo berjalan perlahan-lahan, namun sialnya dia malah menjatuhkan sebuah barang dan menimbulkan bunyi yang besar. Aning yang bersama Liru sadar, Aning palsu langsung mengeluarkan serbuk, dan ingin menyiram itu kepada Liru sebagai bentuk ancaman.
Sosok Aning palsu kini berubah menjadi monster raksasa berwarna kuning. Liru, Redo, dan Aning tercengang.
"Berhenti di tempat atau Liru akan segera hilang dari muka bumi ini." ancam Aning Palsu, dia mengangkat kakinya seakan hendak menginjak Liru. Redo dan Aning terdiam, mereka sungguh bingung ingin melakukan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Busur Berwarna (SELESAI)
ContoDunia ini bukan seperti dunia sekarang, yang dengan mudah kita bisa membuat warna dan memilih warna apa yang ingin kita gunakan. Tidak! Tidak seperti itu. Tetapi dunia ini juga bukan dunia hitam putih seperti tampilan televisi jadul. Bukan seperti w...