Happy reading, semoga suka.
Luv,
Carmen______________________________________
Josephine tiba di pesta dengan diantar oleh Kimberly. Pesta itu bertempat di mansion Russell yang megah dan mewah dan sejenak Josephine merasakan desakan untuk meminta sahabatnya memutar mobil dan pulang.
"Ayo turun, kau sudah sampai."
Josephine menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Lalu ia melirik Kimberly.
"Bagaimana caranya nanti aku pulang?"
Kimberly berdecak pelan. "Remember? Your goal is to seduce your boss and spend a night with him. Tentu saja dia akan mengantarmu pulang besok."
"Kim!" hardik Josephine sementara wajahnya terasa panas. Bisa-bisanya ia membiarkan Kimberly menanamkan gagasan itu ke dalam otaknya. Keseluruhan rencana ini adalah ide Kimberly, mulai dari berbelanja, merias Josephine, this whole make over... itu semua untuk menarik Russell ke dalam pelukan Josephine.
'Habiskan satu malam bersamanya, kalaupun dia tidak membalas perasaanmu, kau akan memiliki sesuatu untuk dikenang.'
Josephine hanya tidak tahu apakah peluang itu akan datang untuknya malam ini. Tapi gagasan itu memang membuatnya takut sekaligus antusias. Adakah yang bisa mengerti perasaannya?
"Just go, Josie. Jangan berubah pikiran di saat terakhir. Just go to the party and seduce him. The rest... well, let's see. Jika kau gagal mendapatkannya, aku masih bisa memberimu tumpangan pulang nanti."
Josephine tertawa pelan. "Oke, itu cukup menghibur, Kim. Thank you," ucapnya dengan nada dilebih-lebihkan.
Tangan Josephine sudah berada di handel pintu ketika Kimberly ketika berbicara.
"Ya ampun, Josie. Kau hampir lupa memakai topengmu."
"Oh ya ampun!"
Josephine menyambar topeng pesta kecil dari dalam tas tangan dan langsung mengenakannya. Kimberly dengan cepat merapikan topeng kecil itu sementara Josephine memeriksanya dari cermin rearview.
"Apa kau gugup, Josie?"
"Kau tak akan bisa membayangkannya," jawab Josephine.
"Kau akan baik-baik saja."
Kata-kata itu tak banyak membantunya.
"Kau pikir Russell akan mengenaliku?" tanya Josephine lagi tiba-tiba.
"Kalau aku adalah dirinya dan kau sudah bekerja dua tahun padaku, tentu saja aku akan mengenalimu dalam sekali pandang."
Perut Josephine bergolak lagi.
"Jangan terlalu banyak berpikir. Ayo, turun. Aku mau pulang. Telepon saja kalau nanti butuh," usir Kimberly sambil menjulurkan tangan untuk membuka pintu lalu mendorong bahu Josephine. "Ayo, turun, Josie. Aku tidak punya waktu semalaman."
Setengah mencibir, Josephine pun turun.