Happy reading, semoga suka.
Yang udah menunggu2 story lengkapnya, ada kemungkinan versi penuhnya akan meluncur duluan di karyakarsa ya. Probably early of April.
Jangan lupa vote dan komennya.
Luv,
Carmen________________________________________
Mansion Russell Maxwell memiliki ballroom yang mewah dan indah, juga luas dan didesain khusus untuk acara-acara pesta seperti ini. Acara pesta dansa tahunan Maxwell's Department Store adalah salah satunya. Josephine sudah menghadiri pesta itu tahun lalu dan kenangannya sama sekali tidak menyenangkan. Tapi yang diingatnya dari pesta itu tetap sama - ballroom luas yang didekorasi mewah, meja-meja yang penuh makanan, lampu hias cantik raksasa yang menerangi area tengah yang nantinya akan dikosongkan sebagai tempat dansa, pelayan dengan nampan-nampan minuman dan berpuluh-puluh peserta pesta dengan pakaian terbaik mereka.
Perasaan rendah diri, perasaan tak yakin, seribu satu perasaan negatif menyerbu Josephine saat ia melihat para wanita dengan dandanan terbaik mereka. Gugup, ia mulai menarik gaunnya turun, memainkan ujung gaunnya dengan jari dan menepuk-nepuk debu yang tak kelihatan.
Apa sih yang kau lakukan, Josie?
Ia menarik napas dalam dan menghitung sampai lima lalu kembali melangkah. Josephine takkan berbalik dan meninggalkan pesta, hal itu takkan terjadi malam ini, setelah semua usaha dan tekad yang dikumpulkannya. Tapi ia bersyukur tahun ini Russell menggelar pesta dansa bertopeng. Setidaknya, dengan topeng yang menutupi bagian atas wajahnya, orang-orang mungkin tak akan memperhatikan, bahwa Josephine yang biasanya kaku dan konsevatif kali ini berdandan habis-habisan. Hal itu membuatnya lebih tenang. Lebih baik lagi tak ada yang mengenalinya.
Bagaimana dengan Russell? Kau ingin dia mengenalimu? Bagaimana jika dia bertanya mengapa kau berdandan seperti ini?
Josephine menyingkirkan perdebatan dengan dirinya sendiri dan bergerak menuju meja panjang untuk mengambil segelas sampanye. Minuman akan sedikit banyak membantunya untuk mengontrol kegugupannya dan memberi Josephine keberanian lebih. Setelah mengambil segelas sampanye, ia kembali berbalik untuk memperhatikan keramaian pesta sambil menyesap pelan minumannya.
Bosnya ada di sana, di seberang ruangan, tampak sedang bercakap-cakap dengan Josh Barret, executive vice president Maxwell's Department Store dan seorang pria lain yang belum pernah dilihat Josephine. Bahkan dengan topeng pesta menutupi setengah wajah atas, Josephine bisa dengan mudah mengenali keduanya. Itu lasti karena ia sudah bekerja dengan mereka selama dua tahun ini. Melihat Russell, begitu juga dengan semua orang di pesta ini, dan Josephine sadar kalau malam ini istimewa, spesial, seperti itulah aura para tamu, seperti itulah yang seharusnya dirasakan Josephine juga. Ini adalah pesta, saatnya bersenang-senang, saatnya menyingkirkan rasa takut dan menjadi lebih berani. Saatnya bagi Josephine untuk mengambil resiko. Jika ia memang mencintai Russell seperti yang diyakininya, malam ini ia harus membuktikan hal itu pada dirinya sendiri.
Go get the guy, Josie!
Jika ia bisa... jika ia berani, Josephine akan bisa mewujudkan semua fantasinya.
Ia bisa melakukannya.
Pasti bisa.
Sambil menyemangati dirinya sendiri, Josephine menyesap kembali minumannya dan berusaha tenang. Benaknya berusaha menyusun rencana walau ia gugup setengah mati. Di sekitarnya tak.seorang pun yang sadar kalau seluruh saraf dalam tubuh Josephine menegang.
Ini adalah malam yang tak biasa, malam penuh kejutan, segalanya mungkin saja. Josephine hanya harus yakin pada dirinya. Ia tahu ini bukanlah hal yang biasa dilakukannya pasti Josephine akan melakukannya malam ini. Ia akan menggoda bosnya. Ia akan merayu pria itu untuk naik ke tempat tidur bersamanya. Selama ini tak pernah ada pria yang membuatnya begitu tertarik. Tak pernah ada pria yang membuatnya berfantasi, begitu basah dan bergairah hanya dengan menatap dan membayangkannya. Selama ini hanya Russell Maxwell yang bisa melakukan ini padanya.
Selama ini, Josephine menyembunyikan ketertarikannya dengan baik. Russell sama sekali tidak tahu isi hati Josephine. Atau bagaimana gugupnya ia setiap kali masuk ke kantor pria itu dan berduaan dengan bosnya. Atau bagaimana jantungnya berdebar gila saat mereka duduk berdekatan di ruang rapat. Tapi mengapa Russell akan memperhatikan hal-hal seperti itu? Dia bahkan tak pernah menatap Josephine baik-baik. Pria itu menganggapnya tak lebih seperti alat untuk menyelesaikan pekerjaannya, seperti laptopnya, tabletnya, kursi dan meja kerjanya. Persis seperti itu.
Tapi malam ini semua akan berubah. Josephine akan mengubahnya. Dengan kepercayaan baru yang ternyata mengagetkan dirinya sendiri, Josephine bertekad untuk mewujudkan fantasinya malam ini. Russell bisa jadi memang tidak akan pernah jatuh cinta padanya, tapi seperti yang pernah dikatakannya pada dirinya sendiri, sudah cukup jika ia bisa memiliki pria itu satu malam - satu malam yang panas yang bisa dikenangnya sepanjang hayat.