2. Helping

448 32 0
                                    

"Motor lo kenapa?" Tanya Jeno, yang saat ini memperlambatkan motornya di samping Jaemin, yang sedang mendorong motornya.

"Buta mata lo? Menurut lo, kalo orang lagi dorong-dorong motor, tandanya motornya kenapa?" Ketus Jaemin, yang terus jalan, seraya mendorong motornya.

"Ya gue tau kalo motor lo lagi mogok. Yang gue tanya sekarang, motor lo mogok kenapa?" Tanya Jeno, berusaha sabar menghadapi wanita ketus yang ada di sampingnya.

"Gue gatau. Tiba-tiba ini motor mati. Padahal bensinnya masih ada." Jawab Jaemin seadanya.

"Naikin aja motor lo. Nanti gue stutin dari belakang." Ujar Jeno, yang membuat langkah Jaemin berhenti.

Jaemin menatap langsung menatap Jeno dengan tatapan tidak yakin. "Lo seriusan? Emangnya bisa?" Tanya Jaemin, yang sukses membuat Jeno terngaga.

"Wuah, meremehkan gue. Tentu aja bisa dong! Baru juga stutin lo. Boncengin lo sampe rumah pun gue bisa." Balas Jeno.

Jaemin hanya mendecak, begitu mendengar ucapan Jeno. Jaemin langsung naik ke atas motornya, tanpa membalas perkataan Jeno.

"Buru ish! Niat nolongin gak sih?!" Protes Jaemin.

Jeno tersentak kaget begitu mendengar protesan Jaemin. Tanpa lama, Jeno langsung menaruh kakinya di knalpot motor Jaemin, dan mulai menjalankan motornya.

Di sepanjang jalan menuju bengkel, tidak ada percakapan lebih di antara Jeno dan Jaemin.

Jeno yang fokus dengan menyetirnya. Ya walaupun sesekali melihat punggung belakang Jaemin. Atau melihat wajah Jaemin dari kaca spion.

Sementara Jaemin yang sedang takjub. Ia tidak menyangka bahwa dirinya merasakan di stutin orang lain. Biasanya dia hanya bisa melihat. Namun sekarang dia bisa merasakan.

Sampai akhirnya mereka tiba di bengkel. Jaemin langsung turun dari motornya, dan menaruh motornya kepada tukang bengkel.

"Makasih. Lo boleh pulang sekarang." Ujar Jaemin kepada Jeno.

Namun bukannya pulang, Jeno malah menyetandarkan motornya, dan turun dari motornya.

"Lo mau ngapain? Minta imbalannya? Oke." Ujar Jaemin, yang langsung mengambil uang yang ada di saku bajunya.

"Aish. Gue nolongin lo dengan ikhlas kok. Gue gak minta imbalan." Ujar Jeno.

"Lantas, kenapa lo turun dari motor lo?" Tanya Jaemin, menatap Jeno jengah.

"Gue gak pengen pulang. Gue pengen nemenin lo. Tunggu sebentar ya." Ujar Jeno, lalu pergi dari hadapan Jaemin.

Jaemin hanya bisa menggelengkan kepalanya, seraya menghela nafasnya kasar. Ia lebih memilih untuk duduk di bangku yang tersedia. Daripada harus memahami sikap absurd pria yang baru menolongnya tadi.

Tak lama, Jeno pun datang dengan membawa kantung belanja. Lalu duduk di samping Jaemin.

Jaemin tidak menghiraukan Jeno. Ia lebih memilih untuk melihat abang tukang bengkel, yang sedang membenarkan motornya.

"Ini buat lo." Ujar Jeno, seraya memberikan satu botol minuman teh dingin, dan juga beberapa camilan kepada Jaemin.

"Beneran? Ikhlas gak nih?" Tanya Jaemin, menatap Jeno dengan tatapan ragu.

"Beneran. Udah buru minum sama makan. Motor lo lama soalnya." Ujar Jeno.

Jaemin langsung membuka botol minumnya, dan langsung minum. "Berapa lama?" Tanya Jaemin.

"Sampe malem ini mah." Ujar Jeno.

"Ck! Jangan ngarang deh." Kesal Jaemin kepada Jeno yang sok tau.

"Beneran kok. Lo bisa tanya langsung abangnya." Ujar Jeno.

Jeno memang tidak jago dalam membenarkan motor. Namun ia sering bermain di bengkel temannya.

Tanpa tunggu lama Jaemin langsung menghampiri abang tukang bengkel, yang saat ini tengah membenarkan motornya.

"Bang, emang lama banget ya bang? Sampe malem?" Tanya Jaemin.

Sang abang yang merasa di panggil pun menoleh. "Iya nih neng. Motornya turun mesin soalnya." Ujar abang tukang bengkel.

Desahan pasrah langsung keluar dari mulut Jaemin, begitu mendengar jawaban abang tukang bengkelnya. "Kira-kira kelar jam berapa ya bang?" Tanya Jaemin.

"Kira-kira sih selesainya jam 9 neng, itu juga kalo langsung nyala motornya. Tinggal aja motornya neng. Nanti pas jam 9, neng ke sini aja lagi. Atau neng tinggalin nomor teleponnya aja. Nanti saya kabarin eneng." Ujar abang tukang bengkel.

"Gak usah deh bang. Nanti saya balik aja lagi." Ujar Jaemin, yang menolak untuk memberikan nomor teleponnya.

"Oh kalo gitu ya udah neng." Balas tukang bengkel.

Dengan langkah guntai, Jaemin kembali lagi ke kursi yang tadi ia duduki.

"Gimana? Benerkan gue?" Tanya Jeno, yang langsung di balas anggukkan kepala oleh Jaemin.

"Jadi gimana? Lo mau tunggu apa balik?" Tanya Jeno.

"Balik lah. Yakali gue nunggu sampe malem. Banyak pr yang belum gue kerjain." Jawab Jaemin.

"Eit. Mau ke mana?" Tanya Jeno, begitu melihat Jaemin mengambil tas sekolah miliknya yang ada di kursi.

"Mau pulang. Kan tadi gue udah bilang." Ketus Jaemin.

"Gue anter." Ujar Jeno, yang langsung berdiri dari duduknya.

"Gak usah. Lo bukan tukang ojek." Ujar Jaemin, menolak tawaran Jeno.

"Ya emang bukan tukang ojek. Lo kan teman gue. Udah sepantasnya sesama teman, saling membantu satu sama lain." Ujar Jeno.

"Dih, sejak kapan lo teman gue? Kenal juga kagak. Bahkan gue gatau nama lo." Ujar Jaemin, yang masih dengan nada ketusnya.

"Lee Jeno, nama gue Lee Jeno. Walaupun baru kenal tadi, kita masih tetap satu sekolahan." Ujar Jeno.

"Gue gak nanya nama lo ya." Ujar Jaemin, memutarkan kedua bola matanya malas.

"Ya udah. Ayo buru naik! Keburu maghrib." Ujar Jeno.

Bukannya naik, Jaemin malah terdiam. Memikirkan tawaran Jeno.

"Yak! Kau gila?!" Pekik Jaemin, karena ulah Jeno yang tiba-tiba menggendongnya, dan menaruhnya di atas motor milik Jeno.

"Mikir lo kelamaan! Tinggal naik aja apa susahnya sih? Gue juga gak minta bayaran sama lo." Ujar Jeno, yang sedang memasangkan helmet untuk Jaemin.

"Kalo gue pake helm, lo pake apa dong?" Tanya Jaemin, karena ia memakai helmet Jeno. Sedangkan dirinya tidak membawa helmet, karena jarang sekali memakai helmet ketika berangkat ke sekolah.

"Ya gak pake helm lah." Jawab Jeno seadanya, dan langsung naik ke atas motornya.

"Gue gak usah pake helm deh. Biar lo aja." Ujar Jaemin, yang sudah siap melepas helmetnya, namun terhenti karena Jeno yang langsung menancapkan pedal gas motornya.

"Yak! Pasti kau sedang modus kan?!" Teriak Jaemin, yang langsung mengalungkan tangannya ke pinggang Jeno secara spontan. Namun tak lama, ia melepaskan tangannya kembali, dari pinggang Jeno.

"Modus apaan sih! Gak ada ya modus-modusan atau apalab itu. Lagian, kenapa gak bawa helm sih? Padahal kan lo naik motor?!" Balas Jeno, seraya menaikkan nada suaranya, supaya Jaemin bisa mendengar apa yang dirinya ucapkan.

"Ya karena gak suka aja. Pake helm enggap. Kepala gue suka gerah." Ujar Jaemin apa adanya.

Padahal mah itu hanya alasan yang ke sekian. Ada alasan utama kenapa Jaemin tidak pernah pake helm kalau berkendara. Kecuali berkendara jauh. Ia takut di tilang polisi.

SAME BUT NOT SAME - NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang