Koridor sekolah yang sepi, hanya diisi oleh dua orang berbeda gender, yang sejak tiga menit yang lalu masih bertatapan. Ketika manik hazel itu bertemu dengan obsidian abu-abu di depannya, entah mengapa segala hal yang berada di sekitarnya terasa melambat.
Ada rasa geli di hati Vernon, kala gadis di depannya masih diam layaknya patung. Kedua mata bulat dengan binar kejut didalamnya, hidung yang mungil, dan bibir semerah ceri itu. Sepertinya Vernon tak bisa mengelak tentang keimutan manusia mungil di depannya.
Saat hendak menyentuh bulu mata yang lentik itu, seseorang menarik Nachelle ke belakang. Membuat pergerakan tangannya terhenti di udara. Dengan tatapan yang kembali datar, Vernon menatap pemuda yang menyembunyikan Nachelle di balik tubuhnya. Mengangkat salah satu alisnya seakan bertanya 'apa?'. Mengapa dia datang dan menganggu? Vernon mendengus sebal.
Dengan tangan yang masih menggenggam lengan mungil di belakangnya. Ravish bersitatap langsung dengan Vernon.
Memang, sejak tadi Ravish mencari Nachelle. Ia bertanya pada siswi di kelas nya di mana gadis itu. Dan mereka menjawab jika Nachelle sedang ke toilet.
Saat berjalan menuju toilet, ia malah disuguhkan dengan pemandangan yang membuatnya sedikit kesal. Terasa janggal kala hatinya bergemuruh melihat posisi mereka. Ravish takut jika Nachelle, ada berbuat salah pada salah satu sahabatnya itu. Ravish sudah mengenal Vernon sejak kelas dua SMP. Vernon tak suka berdekatan dengan perempuan. Bukan hanya Vernon. Arghi dan Iden juga sama. Mungkin, hanya Zahra lah yang di perbolehkan mereka untuk dekat atau berada di sekeliling ketiganya.
Jadi, melihat Nachelle di sana, wajar saja jika Ravish khawatir, bukan?
"Lo ada masalah sama Nachelle?" Tanyanya to the point.
Bukannya menjawab, Vernon mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh, lalu berbalik dan berjalan meninggalkan keduanya.
Ravish hanya bisa menghela nafas panjang menghadapi tingkah pangeran es itu. Membalikkan tubuhnya guna melihat kondisi Nachelle, dapat ia lihat gadis itu tengah menatap lekat tangan yang masih saling bertaut.
Pemuda itu melepas genggamannya dengan tangan yang beralih menggaruk tengkuknya. Ia berujar kaku.
"Eh, sorry."Nachelle mendongak, menatap Ravish yang terlihat salah tingkah. Gadis itu ikut-ikutan menggaruk tengkuknya.
"Ah, iya."Dan hening. Keduanya diselimuti kecanggungan. Seperti Ravish, ia canggung untuk berbicara. Dan Nachelle yang tengah berfikir, bagaimana agar bisa kabur dari protagonis pria di depannya.
Kring...
Kring...Suara bel sekolah yang menandakan jika waktu pelajaran telah usai, membuat kedua insan itu saling bersitatap.
"Udah bel pulang." Ravish membuka percakapan.
"Iya." Dalam hati, Nachelle menggerutu. Kupingnya masih berfungsi ya! Dia juga denger kok.
"Ke kelas bareng?" Tawar Ravish. Batinnya berdoa agar gadis itu mengiyakan. Itung-itung pdkt. Eh?
Hendak menjawab, namun sahabat satu-satunya terlihat berjalan kearahnya dengan tangan yang menenteng ransel miliknya.
"Alhamdulillah." Gumam lirihnya yang masih bisa didengar oleh Ravish.
"Kenapa, Chel?"
Gadis itu kembali menatap Ravish. "Tas gua udah di bawain sama Araya, tuh." Terangnya dengan jari yang menunjuk ke arah ujung koridor.
Mengikuti arah tunjuk gadis itu, Ravish berdecak kesal melihat perusak rencananya. Dengan wajah yang berubah masam, Ravish pamit undur diri. "Yaudah deh, gua ke kelas ya Chel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei Antagonist! Change Destiny
FantasyKetika jiwa sang antagonis digantikan oleh seorang reader. Apakah alurnya akan tetap berjalan sebagaimana mestinya? We Love You Zahra. Merupakan salah satu novel yang sedang booming di kalangan remaja. Novel yang bergenre Harem itu sangat diminati...