Dua Bulan Sebelumnya

2.4K 113 4
                                    

Biasakan tekan bintang sebelum membaca. Okay?

✨✨✨

Ranjang pasien itu didorong melewati lorong-lorong rumah sakit yang sepi. Menimbulkan bunyi cukup berisik karena si pasien menangis keras ditambah isakan beberapa anggota keluarga yang ikut mengantar.

"Isabella, Sayang.." bisik suaminya serak. Dia genggam erat jemari istrinya yang tampak pucat dan kesakitan. "Everything will be fine. Kamu harus kuat."

Istrinya mengangguk-angguk, kemudian menggeleng dengan air mata berderai. "Sakit, Mas.."

"Maaf, Bapak bisa tunggu di luar?" Perawat hendak menutup tirai dan pintu ruang operasi. "Keadaan pasien cukup serius. Kita harus melakukan persalinan lebih cepat."

"Tapi Sus—"

"Mas!" Seorang perempuan berlarian dari lorong sebelumnya bersama sepasang suami-istri yang menjabat sebagai mertuanya. Begitu mereka tiba di depannya, semuanya tampak sangat cemas. Adik ipar dan ibu mertuanya bahkan sudah berurai air mata. "Gimana keadaan Kak Bella? Dia baik-baik aja, kan?"

"Apa kata Dokter?" sambung ayah mertuanya.

Pintu di depan mereka terbuka dan Dokter keluar dari sana. "Bisa bicara berdua dengan suami Ibu Isabella?"

Laki-laki itu mengangguk dan mengikuti Dokter tersebut ke ruangan yang sering dikunjunginya kala memeriksakan kandungan bersama sang istri.

"Isabella akan baik-baik saja, kan?" tanyanya langsung ketika pintu ruangan ditutup.

Dokter itu menarik napas panjang. "Aku udah bilang ini dari sejak awal. Kamu harusnya tahu keadaan ini bakal terjadi."

"Ra—"

"Istri kamu kritis. Kita akan segera melakukan tindakan operasi setelah kamu menandatangani ini," Dokter tersebut menyodorkan selembar formulir persetujuan dari wali pasien. "Kemungkinan kita bisa menyelamatkan bayi serta ibunya lima puluh banding lima puluh."

"Lima puluh banding lima puluh?" ulangnya. Meski sudah menduga hal ini akan terjadi, tetap saja perasannya kalut luar biasa. "Tapi, usia kehamilannya masih tujuh bulan."

"Semakin cepat kamu mengambil keputusan akan semakin baik, By."

Aby mendongak kepada teman dekatnya sebelum menikah. Dahulu kala, entah apa sebabnya perempuan itu tiba-tiba menyatakan cinta sehari sebelum dirinya menikahi Isabella. Hal yang membuatnya kontan menjauh dan baru dipertemukan lagi ketika istrinya membutuhkan dokter pribadi untuk memantau tumbuh kembang anak mereka.

Untung saja, segalanya kembali membaik. Aby bersikap seolah peristiwa itu tak pernah terjadi, begitu pula sebaliknya.

Aby meraih kertas tersebut dan membaca kilat. Hatinya semakin teriris kala membubuhkan tanda tangan. Tanda jika dirinya siap kehilangan. Walaupun dirinya sangat mengharap anak mereka tak perlu ada, ada satu sisi dari hatinya yang menginginkan hal yang sama dengan istrinya.

"Tiara," panggilnya usai kembali menyerahkan formulir tersebut. "Tolong selamatkan istri dan calon anakku."

Permintaan itu disanggupi dengan anggukan. "Operasi akan segera dilakukan."

✨✨✨

"Namanya siapa nih, Kak?" Sabrina menoel pipi keponakannya yang masih merah. Dua hari sejak dilahirkan, anak itu sama sekali tidak rewel seperti bayi kebanyakan. Membuat orang lain khawatir sekaligus terharu. Menyangka sikapnya sama seperti ayahnya yang cenderung tak banyak bicara.

Isabella duduk bersandar di atas ranjang dengan wajah pucat dan bahagia. Keluarga mereka berkumpul menyambut anggota keluarga baru penuh suka cita. Ibu mertua beserta suaminya bahkan berkali-kali mengucap terima kasih atas perjuangannya melahirkan malaikat mungil itu ke dunia.

TURUN RANJANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang