Sebelum Menikah

1.5K 103 13
                                    

"Baru pulang, Sab?" sapa Aby ketika melihat adik iparnya muncul di ruang keluarga pukul delapan malam. Entah apa yang dilakukan gadis itu untuk menghasut mertuanya sampai percaya kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan perkuliahan.

Sabrina meringis. Tahu persis jika kakak iparnya sudah tahu akal bulusnya selama ini.

Satu bulan lebih sejak kakaknya meninggal dunia akibat kebocoran jantung pasca melahirkan, Aby tinggal di rumah orangtuanya bersama Celia. Ibunya memaksa agar mereka saja yang bantu merawat cucunya sampai kesehatan Celia stabil. Bayi itu terlihat begitu mungil dari bayi pada umumnya karena dilahirkan secara prematur. Hal itu juga yang membuat Aby menyetujui hal tersebut karena hidupnya juga sangat kacau usai istrinya tiada.

Seluruh kebutuhan Celia diurus oleh Ibu mertuanya. Dari mulai memandikan, memberi susu, hingga kembali menidurkan bayi itu. Aby hanya sesekali terbangun tengah malam ketika bayinya menangis kehausan, atau popoknya yang terasa kurang nyaman. Sampai saat ini, Aby tidak mau Celia diambil alih ketika dirinya bisa menjaganya sepulang bekerja.

Seperti saat ini, laki-laki itu tengah menggendong putrinya yang sudah terpejam. Kadang Aby merasa sangat terpuruk jika melihat anaknya harus tumbuh tanpa hadirnya seorang ibu.

"Celia belum tidur, Mas?" tanya Sabrina ketika melihat keponakannya belum masuk ke dalam kamar seperti biasa.

Lalu dari dalam, muncul seorang dokter yang kerap kali hadir hingga membuat ibunya cemas tanpa sebab. Saat tatapan mereka bertemu, Sabrina langsung sadar jika dokter yang membantu persalinan kakaknya waktu itu memanglah cantik.

Dia cantik loh, Sab. Mana dokter lagi. Aby pasti nggak keberatan kalau Celia punya ibu pengganti kayak gitu.

Ucapan ibunya kembali terngiang-ngiang di kepalanya.

Dia jadi ikutan kesal.

Apa kakak iparnya berniat menikah lagi dalam waktu dekat?

"Loh, Sab. Baru pulang lagi? Kamu kuliah apa dijajah sebenarnya? Heran. Tiap hari kok selalu ada alasan—"

"Ma, Cel nanti malem tidur sama aku, ya?" ucap Sabrina tiba-tiba. Semua langsung menatapnya, termasuk ayah si bayi yang mengernyit tidak terima. Sabrina balas dengan wajah masam. "Dia ponakan kesayangan aku, lho. Masa aku nggak boleh ngelonin sih?"

"Kamu kesurupan? Ayo, mandi dulu. Terus makan biar otaknya lancar." Ibunya memberi usul.

Sabrina justru mendekati Aby yang seketika bergerak mundur. "Kamu dari luar," katanya. Yang berarti: Jangan sentuh anakku dengan tangan kotormu itu!

Sabrina langsung manyun.

"Aku mandi dulu. Nanti aku ambil Cel."

"Celia tidur sama Mas," kata Aby, menanggapi.

Yakin dirinya akan kalah, Sabrina langsung ubah strategi.

"Malem ini aja, Mas. Ya? Ya? Plissssss... Aku kangen banget sama Cel." Wajahnya sudah memelas. Sangat aneh karena setiap hari juga sering bertemu Celia. Aby saja yang sibuk kerja bisa tahu kalau Sabrina punya jatah waktu lebih lama bersama Celia dibanding dirinya.

Saat wajah Aby masih tampak sangat keberatan, dokter di situ ikut ambil bagian. "Celia udah nggak apa-apa kok. Tadi muntah cuma karena kekenyangan. Lain kali coba kasih dia susu di jam yang udah aku jadwalkan. Kamu bisa tenang, By."

Sabrina kontan melirik ibunya yang juga tengah meliriknya.

Tanpa ba-bi-bu, Celia diambil dari tangan Aby begitu saja. Lelaki itu langsung terkejut. "Ma?"

"Nggak apa-apa, biar Celia sama Sab malam ini. Kasihan, kamu jadi kurang istirahat waktu Cel bangun tengah malam."

"Aby nggak apa-apa, Ma."

TURUN RANJANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang