1. The CEO

1.5K 162 56
                                    

Ada beberapa perubahan bab-bab awal dalam cerita ini ya, readers. Versi yang sekarang sama dengan versi ebook yang akan diterbitkan di Google Play.

=======

Zanna merapikan kerah kemeja dan blazer merahnya sesaat sebelum meninggalkan pelataran parkir. Setelah tiga tahun menjadi asisten pribadi CEO Lands Corp yang pensiun sebelum waktunya, pagi ini karir Zanna di perusahaan raksasa tersebut mulai dipertanyakan. Pasalnya, sang mantan CEO meminta Zanna meneruskan pekerjaannya sebagai asisten penggantinya. Namun, setiap CEO maupun eksekutif lainnya di perusahaan tersebut punya hak prerogatif untuk memilih siapa yang akan menjadi asisten pribadi mereka. Zanna khawatir CEO baru Lands Corp sudah mempunyai calon asistennya sendiri.

Zanna berjalan memasuki lobi gedung berlantai dua belas itu dengan tergesa-gesa. Seharusnya ia bisa datang lebih pagi agar tidak terlambat, tetapi ada hal penting yang menahannya untuk pergi tepat waktu. Senyuman manis yang ia lontarkan untuk orang-orang di sekitarnya dibalas sambutan hangat sang resepsionis.

"Selamat pagi, Bu," sapa si resepsionis sambil tersenyum ramah.

"Pagi." Zanna menghentikan langkah di depan meja resepsionis. "Apa Bu Donna dan Pak Aksa sudah datang?"

"Sudah, Bu. Baru beberapa menit yang lalu. Kayaknya mereka langsung ke ruang meeting, soalnya mereka langsung naik tadi, Bu."

"Oh, gitu. Terima kasih ya, Bu Lin."

"Sama-sama, Bu."

Zanna berusaha berjalan secepat mungkin menuju lift. Jika CMO dan asistennya saja sudah berada di ruang meeting, berarti calon penguasa baru perusahaan itu akan segera datang. Suasana lobi yang sepi membuat Zanna semakin merasa was-was. Kemungkinan besar para staf sudah berada di ruang kerja masing-masing dan para pemimpin divisi sudah berada di ruang pertemuan, pikirnya.

Zanna harus menunggu beberapa detik sampai pintu lift terbuka lalu masuk. Di saat pintu lift nyaris tertutup, seorang pria berjas abu-abu menahan lalu menyelinap masuk. Zanna mengabaikan kehadiran pria itu. Ia sedang dikejar waktu dan hanya peduli pada kepentingannya sendiri. Ia bahkan tidak merasa heran jika pria yang baru saja masuk tersebut tidak menekan tombol angka pada panel di samping pintu. Zanna pikir mereka punya tujuan yang sama ke ruang meeting. Lands Corp punya banyak staf dan Zanna tidak bisa mengingat mereka satu per satu.

Lift berhenti di lantai lima. Zanna tidak sabar ingin segera keluar dan berlari ke ruang meeting. Namun, apa yang terjadi kemudian membuat Zanna meradang. Alih-alih bisa lebih cepat tiba di ruang meeting, Zanna justru meraup malu sekaligus kesal lantaran terperangkap lebih lama di dalam lift. Saking tergesa-gesa, ujung sepatu Zanna menyandung sepatu hitam berkilat pria yang bersamanya dan nyaris membuat Zanna jatuh.

"Are you okay?" tanya si pria setelah berhasil meraih lengan Zanna dan menyelamatkan wanita itu dari benturan ke lantai.

"Iya. Thanks." Zana menjawab sambil merapikan blazer dan rok span hitamnya. Matanya masih fokus pada pintu lift yang terbuka lebar, tak mengindahkan pria itu.

Tak bermaksud mengabaikan etika, hanya karena terburu-buru, Zanna segera keluar dari lift. Namun, langkahnya tertahan lagi tepat di depan pintu lift. Kali ini bukan karena tersandung, melainkan karena hal lain yang erat kaitannya dengan kenangan buruk tapi sangat manis yang pernah ia alami.

"Harley Quinn?" Pria itu menegaskan sebuah nama tokoh villain dari komik favoritnya.

Jantung Zanna tiba-tiba berdebar sepuluh kali lebih kencang dan nyaris meledak saat nama itu menyapa telinganya. Ia mendadak kehilangan kemampuan motorik dan terpaku di tempatnya berdiri sementara si pria melangkah ke hadapannya. Zanna benar-benar ingin menenggelamkan diri ke samudra Atlantik dan bersembunyi di dalam bangkai Titanic saat tatapan mereka berserobok dan saling mengunci. Mata cokelat terang itu mata yang menarik Zanna ke dalam kegelapan dan penyesalan yang terasa sangat indah.

CEO MeresahkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang