BASKARA mencengkram rem tangan sepedanya saat telah sampai di gedung administrasi kantornya. Ia menoleh ke belakang, mengisyaratkan Dikara untuk turun.
"Makasih banyak ya, Bas!" ujar Dikara seraya turun dari sepeda.
"Iya, sama-sama." Baskara tersenyum simpul.
"Oh iya, Bas. Aku boleh minta nomor kamu, gak? Soalnya yang dulu kehapus semua gara-gara ganti HP."
Baskara nampak berpikir sejenak sebelum menjawab; "Saya lupa nomor saya."
"Kalo gitu, kamu catet aja nomor aku!" pungkas Dikara yang membuat Baskara tak dapat berkilah lagi.
Mau tak mau Baskara menyerahkan ponselnya pada Dikara, membiarkan laki-laki itu menyimpan nomornya.
"Nih," Dikara menyodorkan benda pipih berwarna hitam itu kepada sang pemilik.
Baskara menerima benda tersebut dan bertanya. "Kamu langsung pulang ke rumah atau balik ke kantor dulu?"
"Langsung ke rumah kayaknya, soalnya kalo ke kantor dulu pasti udah bubar pas nyampe sana." ujar Dikara diiringi kekehan pelan.
"Terus absennya?"
"Di siniii," Dikara menunjuk-nunjuk ponselnya. "aku 'kan ada aplikasi untuk absen."
Baskara hanya mengangguk-angguk tipis. "Yaudah, saya pamit duluan, ya."
Dikara mengangguk. "Iya. Aku juga pamit. Makasih banyak ya, Bas!"
Baskara hanya tersenyum tipis menanggapinya, ia segera mengayuh sepedanya, meninggalkan Dikara.
"Dadah, Babas!" Dikara melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Senyum lebarnya terpatri pada wajahnya. Baskara menoleh ke belakang, ia hanya mengangkat tangan kirinya tak terlalu tinggi dengan senyum tipis sebelum akhirnya ia kembali fokus pada jalanan di depannya.
Dikara menatap punggung lebar Baskara yang semakin lama semakin mengecil dan hilang dari jarak pandangnya tanpa beranjak sedikitpun dari tempatnya berdiri. Jantungnya berdegup tak beraturan, bunga-bunga di hatinya perlahan mulai kembali mekar.
Ah, sepertinya Dikara mulai jatuh suka, lagi?
Sudah seminggu sejak mereka bertemu, Baskara tak ada menghubungi Dikara barang sedetik pun. Hal tersebut jelas membuat Dikara uring-uringan sepanjang waktu.
"Kev, sumpaaaah! Gue salah ngetik nomor atau gimana, yaaaa? Baskara kenapa nggak ngechat gue sihh?!"
"Baskara cowok tai. Gue udah di ujung kepala dua jadi kayak bocah gara-gara galauin dia."
"Keeviiinn! Sebutin skala satu sampe sepuluh berapa persen gue bakal jadi lakinya Baskara?"
"For fuck's sake, Dikara! Anjrit lo lebih rese waktu mabok cinta dibanding mabok minuman!" Kevin menoyor pelipis Dikara, kesal. Pasalnya sahabatnya itu tak ada henti-hentinya berceloteh tentang Baskara, dan hal itu membuat kepala Kevin pening.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARAKARA [NOMIN] | END
FanfictionKisah ini dimulai saat Dikara, seorang auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan RI, tersesat di kawasan Badan Tenaga Nuklir Nasional saat ia tengah mengaudit bagian keuangan lembaga tersebut. Dari kecerobohannya tersebut, haruskah ia bersyukur atau kab...