DIKARA tengah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang dengan Baskara duduk di kursi penumpang. Sore ini Baskara menjemput Dikara di kantornya, kemudian sang suami meminta untuk mengendarai mobil tersebut, maka jadilah Dikara menjadi supir Baskara untuk sore ini.
"Jangan ke tengah-tengah, Cinta. Kasian kendaraan yang lain mau lewat jadi susah." komentar Baskara.
Dikara menunjukkan cengirannya kemudian segera mengarahkan mobil tersebut kembali pada jalanan yang semestinya. Tangan kirinya menggamit tangan Baskara, dan mengecup punggung tangannya.
"Jangan nyetir pake tangan satu ah. Kamu masih belum mahir." ujar Baskara seraya menarik tangannya.
Dikara menahannya. "Ihh, aku bisa kok. Gini aja, ya? Aku kan juga pengen ngerasain nyetir mobil tangan satu, terus tangan satunya lagi pegangan sama kamu gini." keluhnya.
Baskara terkekeh pelan dan kemudian mengecupi punggung tangan Dikara dengan lembut. "Dah, ya." ujarnya seraya mengarahkan tangan Dikara pada stir mobil.
Dikara merengut sedikit kesal karena ia harus kembali menyetir dengan kedua tangannya. Tapi tak apa, setidaknya tadi Baskara telah mencium tangannya.
"Kemarin 'kan aku beliin kamu apple pie. Dimakan nggak?" tanya Dikara memecah keheningan.
Baskara mengangguk. "Aku makan kok. Aku habisin juga. Makasih, ya."
"Utututu pinternaaa Tayang, Tayang..." Dikara mengusap-usap tengkuk Baskara. "Elusan sayang soalnya Babas udah jadi anak pinter," celetuknya yang membuat Baskara tertawa.
"Gak jelaaaas!" sungut Baskara seraya tertawa.
Dikara ikut tertawa mendengarnya. "Anak pinter, anak hebat, besok kalo Mommy beliin lagi dihabiskan, ya?"
"Yes, Mommy."
"HUEEEKKK!" baik Baskara dan Dikara keduanya refleks berpura-pura muntah kala mendengar suara Baskara yang sedikit dibuat imut layaknya anak kecil. Keduanya tertawa saat menyadari betapa anehnya percakapan keduanya.
"Apaansi geli banget!" tukas Dikara.
"Lah, aku juga geli ngomong begitu." ujar Baskara yang membuat keduanya semakin tertawa.
Dikara segera mengambil buku catatannya di kamar ketika ia tiba di rumah. Kemudian ia langsung beranjak menuju meja makan, dimana Baskara berada.
"Bas, kita harus atur keuangan kita." ujarnya yang diangguki oleh Baskara. "Boleh." ucap Baskara.
Dikara mulai membuka bukunya, ia mulai mencatatat post-post mana saja untuk mengalokasikan keuangan keduanya. Ia mulai membagi antara kebutuhan rumah, simpanan hari tua, serta kebutuhan dan keinginan keduanya.
"Aku masih ada tanggungan kuliahnya Bahtera." ujar Baskara yang diangguki oleh Dikara. "Berapa tahun lagi Bahtera selesai?" tanya Dikara.
"Sekitar setahun lagi. Tahun ini dia udah semester enam kok." tutur Baskara.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARAKARA [NOMIN] | END
FanfictionKisah ini dimulai saat Dikara, seorang auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan RI, tersesat di kawasan Badan Tenaga Nuklir Nasional saat ia tengah mengaudit bagian keuangan lembaga tersebut. Dari kecerobohannya tersebut, haruskah ia bersyukur atau kab...