35. Dicintai

1.6K 268 71
                                    

Pada dasarnya Tuhan itu adil karena, meski bukan dari orang yang aku harapkan namun aku masih dapat merasakan dicintai.

***The Bond***

Ari menutup pintu kamar, menguncinya, lalu membaringkan tubuhnya ke ranjang. Matanya dia pejamkan sembari menghela nafas panjang. Satu tangannya dia gunakan untuk memijat kepala yang terasa pening.

Hari ini sangat kacu, pingsan di sekolah dan muntah-muntah di lestoran. Ari benar-benar tak paham dengan tubuhnya ini. Kenapa semakin hari tubuhnya semakin lemah, tak bisakah dia mengerti Ari sedikit saja untuk bisa terlihat kuat di depan semua orang. Setidaknya dia tidak boleh menyusahkan orang lain. Dia tidak boleh tumbang di depan kembaranya seperti tadi siang! Dia tidak mau melihat wajah khawatir Arya!

Tapi bicara soal Arya, sepertinya kembaranya itu benar-benar sangat marah pada Ari. Buktinya saja meski tadi Ari pingsan di hadapan Arya, saat Ari bangun dia tak menemukan Arya di sampingnya. Padahal yang Ari kenal kakaknya itu adalah satu-satunya orang yang akan sangat khawatir bila terjadi sesuatu pada Ari. Dia sangat protektif pada Ari! Sangat menjaga Ari! Tapi kali ini tidak ada rasa peduli yang Ari lihat dari Arya, dia bahkan tidak peduli meski Ari pingsan. Mengecewakan... Entah mengapa ada rasa sedih yang timbul di hati. Jadi, Ini kah yang Arya rasakan saat Ari mengabaikan Arya?

Ari kena karma.

Ari membuka matanya lalu mengakat sebelah lenganya dan menatap jari-jari tangannya. Kalau saja malam itu Ari tak memukul Arya dan dapat menahan emosinya untuk tak berkata kasar, mungkin saja kembaranya itu sudah memafkan Ari saat ini. Dia tak pernah marah pada Ari sampai selama ini. Meski Ari selalu bersikap buruk, kembarannya itu selalu memaafkan. Tapi kali ini berbeda, malam itu Ari memang sudah keterlaluan, dia bahkan berani memukul Arya yang merupakan kakaknya, jadi sialnya Ari pantas dibenci oleh Arya kali ini. Dan lagi, ditambah kejadian di atap saat mereka bertengkar karena roko. Ari tak akan dapat termaafkan.

Setetes kristal bening merosot jatuh dari sudut mata Ari. Ari menghirup nafas panjang kemudian menghembuskanya perlahan. Dia tak boleh menagis, kan? Dia tak boleh lemah, kan? Ini baru awal dan Ari harus belajar untuk menahanya kalau dia ingin lebih lama tingg di sini. Kemudian pemuda itu pun mengelus dadanya yang tiba-tiba terasa tidak nyaman 'sesak' sembari mengubah posisi tidurnya menjadi miring.

"Akhh!" dia mengerang tertahan dengan kerenyitan di kening dan mata yang kembali dia pejamkan erat. Rasa sakit itu membuat Ari kepayahan. Seperti ada yang menghimpit dadanya dengan keras dan jantungnya berdebar seperti ingin meledak. "A-yahh.."  lirih nya, Sialnya pada saat seperti ini hanya sosok itu yang Ari inginkan. Sosok ayahnya di masalalu. Sosok ayah yang selalu ada di sampingnya dulu ketika Ari sedang sakit. Tapi itu dulu. Dulu sekali saat kedua orangtuanya belum berceria namun sekarang semua hanya tinggal kenangan yang Ari rindukan.

Hingga sedetik kemudian saat dia kembali membuka mata, matanya speechless langusng membulat sempurna saat Ari mendapati sosok yang tak terduga keluar dari kamar mandinya. Sontak seperti lupa akan rasa sakit Ari reflek bangkit dari posisinya berbaring menjadi duduk.

Seseorang yang menjadi fokus matanya kali ini adalah seseorang yang seharunya tidak ada di sini. Kok bisa..??

"Papa?! Kenapa papa bisa di sini??" Jantung Ari berdegup kencang efek terkejut. Pasalanya tadi Ari mengunci pintu, loh, sebelum masuk kamar. Sedangkan Hafza yang melihat ekspresi syok Ari langsung menyungirkan cengiran kahsnya.

"Papa abis naro oleh-oleh buat kamu, terus papa kebelet jadi papa pake toilet kamu. Maaf, ya..." Jelas Hafza malu-malu, kikuk sambil garuk kepala yang tidak gatal dan berjalan ke arah Ari guna menunjuka sebuah peperbag berisi oleh-oleh yang tadi dia taro di nakas samping tempat tidur Ari "Oh iya, kata bunda, kamu suka banget bakpia kan, papa beliin itu buat kamu. Tapi karen papa gak tau apa rasa kesukaan kamu jadi papa beli semua rasa, ada coklat, keju, kacang hijau." Ari menerima paper bag yang di berikan oleh papa tirinya itu dan mengintip isi dalam paper bag itu. Seulas senyum tipis tergambar jelas di bibir Ari. Papahnya saja tau apa yang di suka Ari, tapi kenapa ayahnya tak pernah tau itu. Sedihnya.. alih-alih membelikan Ari oleh-oleh setelah berpergian untuk Ari yang tinggal serumah, pria itu lebih mengutamakan Arya yang tinggal beda rumah. Lalu saat ayahnya memberikan sesuatu, pasti sesuatu itu bukan sesuatu yang Ari suka, melainkan yg kembaranya itu suka. Entah ayahnya itu lupa akan hal yang disuka Ari atau tidak tau, saat itu ari hanya bisa menerimanya tanpa mengeluh.

The BondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang