14 (nomin)

173 26 0
                                    

Ceklek

Pintu ruang osis terbuka memperlihatkan seorang pria jangkung yang memasukan sebelah tangannya pada saku celana. Jeno memenuhi panggilan Haechan, ia betul betul datang ke ruang osis untuk menemui si ketua.

Kakinya ia langkahkan ke arah ruangan Haechan, ruang khusus ketua. Dibuka kenop pintu dan langsung masuk setelah kembali menutupnya lagi. Matanya menangkap Haechan yang sedang berdiri menatapnya datar. Seperti biasa, tidak pernah ada tatapan spesial Haechan untuknya.

"Kenapa, Chan?" Mulai Jeno.

"Lo yang kenapa Jen?"

"Apa?" Tanya Jeno yang tak mengerti arah pembicaraan Haechan.

"Lo jauhin gue tuh alasannya apa?" Haechan melirik sedikit pada tangan Jeno yang mulai mengepal.

"Aku ga paham kamu ngomong apa sih, hm?" Suara Jeno mulai begetar, meskipun sang empu mencoba untuk setenang mungkin.

"Gue tau lo ga sebodoh itu, Jen."

Jeno tersenyum sinis, "kamu peduli? Ga perlu Chan, kepedulian kamu ga bakal buat aku bisa dapetin kamu."

Haechan tercekat, "Jen–"

"Kenapa harus dia sih Chan? Kenapa harus sama dia yang aku benci selama ini? Kenapa, Mark.." suara Jeno kian memelan, getaran pedih sangat terasa. Dunia seperti tak mengizinkannya bahagia. "Apa ga bisa aku aja Chan? Apa ga ada lagi kesempatan buat aku? Cukup dia ambil orang tua sama rumah aku Chan, jangan kamu, jangan lagi.." air mata tak tertahan turun deras dibalut pedih hati Jeno. Ia raih pundak Haechan agar bisa merasakan bagaimana sakitnya.

Haechan menatap lurus pada raut wajah Jeno yang begitu penuh harapan. Pria yang selalu tersenyum di hadapannya ini aslinya sangat rapuh. Hanya pura-pura tegar agar ia terlihat kuat oleh sekitar.

"Jeno, lepasin gue ya? Hati gue milik kakak lo, bahkan sebelum lo punya hati untuk gue. Ikhlas ya? Jangan benci Mark ya?"

Jeno menurunkan tangannya dari pundah Haechan. Takdir sebercanda ini padanya. Ia tertolak, Haechan resmi mematahkan harapan Jeno pada sebuah kepercayaan cinta pandangan pertama. Jeno hapus jejak air matanya–tersenyum getir menatap Haechan. "Sorry, Chan." setelah itu Jeno melangkah pergi dengan hati yang amat hancur. Maaf— itu mungkin untuk penolakannya pada permintaan terakhir Haechan.

Satu lagi miliknya, kembali terenggut Mark. Terima kasih Haechan, terima kasih sudah pernah menjadi cinta masa SMA Jeno. Cinta pandangan pertama yang selalu membuat Jeno merasakan detak jantungnya tak karuan, cinta yang pernah membuat Jeno merasa kagum setiap harinya.

Hari ini, Jung Jeno telah kalah di medan perang, bahkan sebelum ia memulai.

◇◇◇

Langkah beratnya ia arahkan ke rooftop sekolah. Tempat sepi yang jauh dari jangkauan para guru dan siswa. Jeno mengeluarkan sekotak nikotin setelah ia sampai di atas. Jangan tanya kenapa Jeno berani merokok di lingkungan sekolah saat kalian tahu hatinya saja sedang hancur lebur sebab sebuah penolakan.

Setelah mengeluarkan satu batang rokok, ia nyalakan dengan korek bertuliskan circle-k yang dua hari lalu ia beli di Braga. Ia hisap nikotin itu dengan prustasi.

Lalu bagaimana dengan hatinya sekarang kala Haechan benar benar menolak cintanya. Perlukah ia buang perasaan yang sudah satu tahun setengah ia rasakan.

"Bajingan!" Teriak Jeno dengan lantang sembari mengusap furstasi wajahnya.

"Apa kata Haechan kalo liat lo ngerokok di lingkungan sekolah?" Suara itu bukan suara Jeno, melainkan suara yang muncul dari belakangnya. Jeno sontak berbalik, ia tahu suara siapa ini. Didapatnya seorang pemuda Na yang berjalan mendekatinya.

Fatum perfectum [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang