3

230 34 4
                                    

Pagi pagi sekali langit Bandung sudah diguyur hujan. Semua siswa berlarian dari gerbang menuju gedung sekolah. Meskipun hujan deras, semangat mereka tidak pudar. Berbanding terbalik dengan Haechan yang masih duduk manis di kursi penumpang mobil pribadi Hendery.

"Turun sana buru! Telat siah Dek." Titah Hendery pada Haechan yang terlihat sangat tidak semangat.

"Males Bang.. pulang lagi aja deh." Rengek Haechan yang enggan beranjak dari posisinya.

Hendery menggeleng tak habis pikir, "lo tuh ga bersyukur, dek. Coba deh lo bayangin anak anak yang berangkat sekolah harus lewatin sungai, danau, hutan, gunung. Lo harus berlajar bersyukur dari mereka." Jelas Hendery panjang lebar, Haechan hanya menatap lurus ke arah gerbang sekolahnya.

"Iya dehhh ini gue turun.. lo ke kampus apa pulang?" Pandangannya kini menatap Hendery dari samping.

"Ke rumah Dejun kayaknya, ini anaknya ngirim chat pengen ketemu." Jawab Hendery. Dejun adalah pacar Hendery, terhitung sudab 2 tahun berpacaran. Dejun sering Hendery bawa ke rumah keluarga Seo, bertemu papa Jo dan ayah Ten. Dejun lelaki yang baik, suka sekali bermain gitar dan memiliki suara yang indah. Hendery bahkan pertama kali jatih cinta pada Dejun saat bertemu di salah satu cafe dijalan braga, saat Dejun sedang mendapat job nyanyi disana.

"Mau ngapain katanya?" Hendery mengedikkan bahu, "gatau, ga dijawab lagi chat abang." Jawab Hendery.

"Ahhhh hayolo abang ada salah apa sama dia??? Mampus lo mau diputusin deh kek– AWH IH ABANG SAKIIIT" Rengek Haechan setelah mendapat pukulan dari Hendery tepat di bibirnya. "Kalo ngomong ya lo ga pernah bismillah." Balas Hendery. "... udah udah sana ah turun lo dari mobil gue!" Lanjutnya sembari mendorong dorong bahu Haechan.

"Iyaaaaa abaaaang... byee" pamit Haechan saat sudah keluar dari mobil Hendery dan berlari menuju gedung sekolah–menghindari basah kuyup akibat air hujan.

Haechan melangkah masuk ke dalam kelasnya dengan kondisi rambut yang sedikit basah terkena hujan. Suasana kelas nampak ramai. Mungkin karena belum bel dan belum ada guru yang masuk kelas. "Chan! Tadi Jeno kesini nyariin lo." Ucap Renjun saat haechan baru saja tiba di bangkunya.

"Ngapain?" Tanya Haechan penasaran.

"lo disuruh ke ruang osis buat bahas acara amal cenah." Jawab Jaemin–Haechan mengangguk.

"Liat tugas sejarah, Chan." Ucap Jaemin. "Ambil di tas." Jawab Haechan terlihat tak acuh dan memilih fokus pada ponselnya. Tak lama bel berbunyi dan guru jam pertama datang ke kelas.


Waktu berjalan dengan cepat. Mapel pertama selesai saat bel pergantian pelajaran berbunyi. "Baik sampai disitu dulu materi kita hari ini. Kamis depan kalian akan mulai diajar oleh guru baru. Kebetulan ada guru magang baru yang mengajar bahasa Inggris. Ibu akan mengambil cuti melahirkan selama 3 bulan. Jadi ibu harap kalian dapat menyusesuaikan diri lebih cepat dengan guru baru itu." Jelas Bu Martiwi. Memang beliau sedang hamil 9 bulan, dan sudah sering membahas mengenai cuti melahirkan sejak 2 bulan yang lalu. Jadi tidak ada yang kaget saat beliau menginfokan mengenai cutinya.

Tapi mengenai guru baru, satu kelas langsung ribut membahas siapakah guru itu. Entah kebetulan atau apa, 2 hari ini sekolah memang diramaikan oleh rumor mengenai guru bahasa Inggris baru yang masih berumur 20 tahunan. Entah pria atau wanita, tapi rumor mengenai guru baru itu sampai ke semua penjuru sekolah, salah satunya Haechan. Namun bukan Haechan namanya jika ia ikut termakan rumor tidak berguna seperti itu. Haechan jelas memilih tak acuh pada rumor itu. Ia lebih memilih fokus pada apa yang ia harus fokuskan.

"Kalo ganteng, fiks dia jodoh gue..." celetuk Jaemin yang sudah mengepalkam tangannya untuk berdoa.

"Lo kalo ke yang ganteng mah gercep. Coba aja guru mtk yg diganti, gue ikut semangat dah." Timpal Renjun dari bangku belakang.

Fatum perfectum [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang