Hari ini kuliah libur sehingga Gika bisa bermalas-malasan di dalam kamarnya. Kalau saat masuk kuliah maka Gika diharuskan bangun pagi, maka jika libur seperti ini kebalikannya. Gika tidak perlu khawatir terlambat atau apapun itu sehingga ia bisa lebih malas dari hari biasanya, kerjaannya sampai hari menjelang siang ini hanya tidur. Gika bahkan tidak peduli kalau perutnya dari tadi pagi hingga sekarang belum diisi oleh makanan apapun, Gika terlalu asyik di alam mimpinya. Seakan walau ada badai ataupun gempa dan tsunami sama sekali tidak bisa membangunkan tidurnya nyenyak dengan mimpi yang kelewat indah itu.
"Dasar anak ini."
Tuan Nelson yang baru saja membuka pintu kamar putrinya hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat kalau Gika masih bergelung dengan nyaman di dalam selimut tebal.
"Gika, bangunlah." Tuan Nelson menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Gika.
"Hmm, sebentar lagi, Ayah. Gika masih ngantuk," gumam Gika dengan suara seraknya.
"Bukankah hari ini kamu ada janji dengan Raguna? Dia sudah menunggumu di bawah," ujar sang ayah membuat Gika langsung membuka matanya.
"Ya ampun, kenapa Gika bisa lupa!?" teriak Gika yang langsung terduduk.
"Ayah kenapa enggak bangunin Gika dari tadi!?" tanya Gika kesal
"Kamu seperti orang mati saat tidur, Ayah sudah membangunkan kamu lebih dari lima kali dan ini yang keenam kalinya," jawab sang ayah sambil mengangkat bahunya.
"Ayah!" teriak Gika kesal kemudian berlari secepat kilat menuju kamar mandi.
Tuan Nelson hanya terkekeh pelan, sebenarnya baru satu kali Tuan Nelson membangunkan Gika. Melihat Gika yang masih sibuk di kamar mandi membuat Tuan Nelson segera keluar dari kamar putrinya untuk menemui Raguna lagi.
"Di mana, Gika?" tanya Raguna.
"Dia masih mandi, kamu harus bersabar lagi menunggunya," jawab Tuan Nelson.
"Kebiasaan," gumam Raguna sambil menggelengkan kepalanya.
Beberapa saat kemudian Gika menuruni anak tangga dan berjalan menuju ruang tamu di mana ayah dan juga Daddy-nya berada.
"Pagi, Ayah, Daddy!" sapa Gika begitu ceria.
"Ini sudah siang, Gika," ujar Tuan Nelson membuat wajah Gila seketika memerah karena malu.
"Hehehe, Ayah jangan berkata begitu." Gika langsung mengambil tempat duduk di samping sang ayah, memeluknya erat untuk menyembunyikan rasa malunya itu.
"Kenapa peluk Ayah? Peluk saja Daddy-mu itu. Biasanya juga kamu selalu bersamanya 'kan? Sekarang juga kalian ingin jalan bersama," ujar Tuan Nelson sambil melepaskan pelukan putrinya.
"Ayah, kenapa bicaranya begitu? Ayah selalu sibuk sih, tiap Gika mau ajak pergi, pasti selalu nolak karena sibuk. Giliran hari ini Ayah luang, sayangnya Gika udah ada janji sama Daddy. Jadi, Ayah harus mengizinkan Gika pergi." Gika beralih tempat duduk di samping Raguna.
"Ya 'kan, Daddy?" Matanya mengedip manja ke arah sang ayah angkat.
"Hari ini, Gika milikku, Kak. Mungkin lain kali kau bisa pergi bersamanya," ujar Raguna.
"Ayah kecewa karena kamu lebih memilih Daddy-mu daripada Ayah, Gika." Tuan Nelson pura-pura merajuk.
"Jangan cemberut begitu, Ayah. Sangat tidak cocok dengan usia Ayah sekarang ini," kekeh Gika.
"Kau menertawakan Ayah? Dasar anak nakal, sudahlah kalian pergilah dan jangan lupa kembali tepat waktu. Untuk hari ini, aku biarkan kau membawa putriku, Guna, tapi ingat jaga Gika dengan baik. Jangan lupa kembalikan Gika secara utuh." Mendengar itu, Raguna tertawa, sedangkan Gika cemberut.
"Ayah! Gika bukan barang, sembarangan berbicara begitu!" protes Gika.
"Kau lebih berharga daripada barang, Gika. Sudah, kalian pergilah daripada nanti Ayah berubah pikiran dan tak jadi mengizinkan kalian pergi." Raguna berdiri diikuti oleh Gika.
Setelah berpamitan dan mengucapkan beberapa patah kata, Raguna dan Gika pun langsung pergi. Keduanya sudah berada di dalam mobil Raguna, dengan Ragunan yang fokus pada jalanan.
"Kita hari ini mau ke mana, Queen?" tanya Raguna melirik sekilas ke arah Gika kemudian kembali fokus pada jalanan.
"Cari sarapan dulu, Daddy. Perutku lapar, tadi aku belum sempat sarapan." Gika menyengir sambil mengusap perutnya.
"Kebiasaan." Raguna menggelengkan kepalanya.
Raguna menghentikan mobilnya di sebuah restoran yang menyajikan berbagai macam makanan khas Jepang. Raguna sangat tahu sekali kalau Gika sangat menyukai sushi, maka dari itu ia mengajak sarapan yang terlambat gadis itu ke sini.
"Daddy memang paling tahu tentang aku, makasih, Daddy!" Cup. Gika mengecup sekilas pipi Raguna kemudian segera keluar dari mobil sang ayah angkat.
"Gika, hei tunggu!" Raguna mengejar langkah Gika yang sudah memasuki area restoran.
"Daddy, aku mau pesan sushi!" ujar Gika saat mereka sudah duduk di sebuah kursi.
"Baiklah, Queen. Pesanlah," balas Raguna.
"Daddy tidak memesan?" tanya Gika.
"Tidak, Daddy masih kenyang. Kau pesanlah apa yang ingin dimakan." Gika tersenyum, gadis itu menyebutkan pesanannya pada seorang pelayan yang sedari tadi memang tengah menunggunya menyebutkan pesanan.
"Lihat itu, ada pria yang sangat tampan sekali. Kelihatannya dia masih single." Suara samar-samar dari pengunjung lain membuat Gika dan Raguna menoleh.
Nampak sekumpulan wanita dewasa yang tengah mencuri-curi pandang ke arah mereka, tepatnya ke arah Raguna.
"Single? Tapi gadis yang bersamanya itu siapa?" tanya yang lainnya.
"Itu palingan hanya anak atau keponakannya saja, dari penampilannya itu gadis masih kecil. Sedangkan pria itu sudah sangat matang sekali," ujar yang lain sambil terus memperhatikan Raguna.
"Benar juga perkataanmu, Mel. Kalau begitu bolehlah kita mendekati dia, siapa tahu di antara kita ada yang menjadi kekasihnya 'kan? Pasti sangat beruntung sekali."
Tangan Gika mengepal kuat ketika mendengar pembicaraan-pembicaraan beberapa wanita dewasa itu. Mereka bebas memuji Raguna, tetapi tidak merebut Daddy sekaligus cintanya.
"Deddy mau ke mana?" tanya Gika ketika Raguna berdiri dari duduknya.
"Daddy ingin pergi ke toilet dulu, kamu tunggu di sini ya." Gika hanya bisa mengangguk hingga akhirnya Raguna pergi dari hadapannya.
"Pria tampan itu pergi ke mana?" tanya seorang wanita berbaju biru tua itu.
"Mungkin ke toilet."
"Kesempatan bagi kita, kita bisa bertanya nomor telepon pria tampan itu pada keponakannya itu," ujar wanita berbaju merah.
"Iya benar, ayo kamu dan Della pergilah ke sana." Sebisa mungkin Gika menulikan pendengarannya, gadis itu berusaha cuek meskipun hati ingin sekali menjambak rambut wanita-wanita dewasa itu.
"Hei anak manis," sapa seorang wanita dewasa bernama Della.
Gika hanya menatap tak minat ke arah Della dan temannya itu, malas sekali berurusan dengan tante-tante girang yang haus akan kasih sayang pria tampan.
"Ada apa ya, Tante?" tanya Gika menekankan kata tante agar dua wanita tua itu sadar diri.
"Jangan panggil Tante ah, panggil saja kak. Kami masih muda," ujar Della tersipu-sipu.
Gika hanya memutar kedua bola matanya malas.
"Oh ya, apakah pria tampan tadi adalah om kamu? Bolehkah kami berkenalan dengannya?" Setelah berbasa-basi, akhirnya Della mengatakan juga keinginannya itu.
"Dia bukan omku, dia suamiku. Seharusnya Tante-tante sadar diri, sudah tua jangan genit-genit sama pria yang tidak dikenal! Pria tampan yang Tante-tante puja itu milikku!" ucap Gika pedas sekali.
***
Sebelum lanjut, jangan lupa tinggalkan komen dan vote yaaa. Terima kasih❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Faster, Daddy!
Romance*** "Daddy! Aku mencintaimu!" teriak Gika bersungguh-sungguh. Pria yang dipanggil 'daddy' itu pun menoleh ke arah Gika dan menatap gadis itu tidak percaya. "Kamu mencintaiku? Apakah kamu tidak salah? Aku ini sahabat ayahmu! Tidak seharusnya kamu me...