Part 9 - Aksi Reaksi

100 27 0
                                    

Pesawat tempur itu mendarat dengan mulus di landasan. Sang Pilot dengan percaya diri terus memandu menuju pangkalan. Dia membuka pelindung kepala sambil tersenyum, bersiap untuk keluar. Namun, senyumnya segera pudar saat melihat Oliver, asisten pribadinya yang langsung bergegas menghampiri. Seketika dia menyadari ada hal yang tidak beres.

"Kapten ... Yang Mulia," sapa Oliver setelah memberi hormat. "Ada informasi tidak menyenangkan dari Istana Musim Dingin. Kita kehilangan kontak dengan Ibu Suri dan rombongan, yang sedang dalam perjalanan menuju ibukota."

Bastian bergegas menuju ruang ganti. "Jangan ada pers dulu," titahnya. "Istana sudah bergerak?"

"Sudah, Yang Mulia," jawab Oliver. "Yang Mulia Ratu sudah memerintahkan keamanan dan intelijen untuk bergerak. Admiral Howard sedang dalam perjalanan ke istana. Beliau meminta personil seminim mungkin untuk menghindari gejolak massa."

"Aku setuju," angguk Bastian. "Kita segera kembali ke istana."

Oliver menyerahkan ponsel Bastian lalu memberi hormat. Dia menunggu di luar ruangan sementara Bastian berganti pakaian.

Bastian memandangi ponselnya. Tidak ada panggilan dari Ivana. Dia telah menduga. Ivana pasti akan berusaha untuk tidak terlihat panik. Bastian memutuskan untuk menghubungi istrinya. Dia tidak ingin Ivana merasa sendirian sebelum Bastian mencapai istana.

"Bas ..." suara Ivana terdengar. Seperti biasa, dia tidak terdengar panik.

"Ivy, aku baru selesai latihan. Aku baru mendengar ..."

"Jangan gunakan mobil resmi kerajaan," kata Ivana segera. "Gunakan mobil biasa. Pilih rute lain untuk pulang, Bas."

"Dimengerti, Yang Mulia." Bastian tersenyum. "Aku juga akan melakukan hal yang sama. Tunggu aku pulang."

"Pulanglah dengan selamat, Yang Mulia," lanjut Ivana. "Kamu tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana aku tanpamu."

"Aku akan pulang padamu," tegas Bastian. "Pastikan media tidak mendapat kabar apapun."

"Aku akan pastikan. Bas ..."

"Aku mencintaimu, Ivy. Kamu tidak sendirian."

"Aku mencintaimu, Yang Mulia. Jangan pernah membuat aku merasa sendirian."

Bastian menutup sambungan. Secepatnya dia berganti pakaian lalu meninggalkan ruangan. Oliver segera mengikuti. "Mobil anda telah disediakan di luar lapangan udara, Yang Mulia. Mobil resmi kerajaan telah berangkat lima menit yang lalu dengan rute biasa. Personil minimum."

Bastian mengangguk. Keduanya meninggalkan pangkalan latihan menggunakan motor. Oliver memandu dengan seksama sementara Bastian membonceng di belakang dengan kepala penuh rancangan strategi. Pada saat seperti ini, mereka dituntut untuk segera melalukan aksi ketimbang reaksi.

Sesampainya di tempat yang dituju, Bastian turun dari boncengan. Dia mengangguk pada Oliver lalu naik ke belakang kemudi mobil. Mobil itu kemudian meluncur melewati rute lain menuju istana. Oliver dengan motornya mengikuti sedikit jauh di belakang, tidak kentara dirinya sedang mengawal orang paling penting di Ottoka Raya.

***

"Ibu, Stella, dua orang pengawal dan sopir kerajaan." Ivana  berpikir keras. "Bagaimana mobil sebesar itu bisa hilang kontak? Ini Ottoka Raya. Mereka melewati jalan utama, lengkap dengan ponsel dan alat komunikasi khusus."

Riley menutup ponsel lalu menatap Ivana. "CCTV jalan raya di area yang dilewati Yang Mulia Ibu Suri telah disabotase, Yang Mulia. CCTV itu mati beberapa jam sebelum istana kehilangan kontak hingga dua jam sesudahnya. Sekarang sudah normal kembali, tapi tentu saja ini adalah tanda bahaya. Seseorang sedang menunjukkan bahwa dirinya leluasa mengacaukan beberapa sistem di Ottoka."

"Apa yang anda pikirkan, Admiral?" Ivana masih tidak terima. "Ke mana mobil sebesar itu hilang?"

"Pihak keamanan akan segera menemukan pokok permasalahannya, Yang Mulia." Riley berusaha menenangkan. "Anda jangan khawatir. Pertahanan Ottoka sangat tangguh dan setia pada istana."

"Namun, di antaranya ada yang kesetiaannya diragukan, Admiral." Ivana merenung. "Mungkinkah ada hubungannya dengan stempel Royal Navy?"

"Kita akan telusuri semua kemungkinan, Yang Mulia. Untuk sementara, kita harus usahakan berita ini tidak bocor ke media." Riley menghela napas. "Syukurlah kita bisa menghubungi Yang Mulia Raja."

"Perjalanan darat menuju istana akan memakan waktu kurang lebih lima jam," ujar Ivana. "Helikopter kerajaan tidak akan mampu mengelabui mereka, seandainya memang ada skenario buruk dalam istana ini."

"Anda telah terbiasa, Yang Mulia," cetus Riley. Dia berusaha menguatkan. "Anda dan kita semua pernah berada di situasi yang jauh lebih buruk. Yang Mulia Raja adalah seorang prajurit tangguh. Beliau ahli strategi, prima secara fisik dan memiliki senjata. Beliau bisa melindungi diri."

"Ayahku sendiri adalah seorang ..."

Ivana menghentikan kalimatnya. Mengingat kembali segala hal yang terjadi tidak akan bisa mengatasi kondisi saat ini. Istana sangat bergantung pada Commander Sterling dan Kolonel Meyer. Mereka tidak bisa menjemput Bastian dengan helikopter karena akan menimbulkan kecurigaan. Siapapun yang sedang merencanakan sabotase, tidak boleh dibuat senang dengan kepanikan maupun pengumuman kondisi darurat.

"Saya mengerti, Yang Mulia," angguk Riley. "Kita akan pakai strategi anda yang telah terbukti berhasil. Istana akan tetap bersikap biasa hingga keadaan tertanggulangi."

"Aku mengkhawatirkan Ibu," kata Ivana akhirnya. Dia mendongak, memandangi Riley. "Perdana Menteri sudah tahu?"

"Belum, Yang Mulia," geleng Riley. "Pemerintahan tidak akan dilibatkan jika belum dibutuhkan. Apapun niat orang ini, melenyapkan Ibu Suri bukan perkara gampang. Beliau bukan perempuan lemah."

"Ahli menembak kudengar. Tapi jika dikepung, tetap saja tidak akan berdaya."

"Menumbangkan para pengawal juga tidak semudah itu, Yang Mulia."

"Mungkinkah ..."

"Anda curiga pada sopirnya?"

Ivana mengangguk. "Hanya dia yang bisa membuat semuanya menghilang tanpa ribut-ribut," katanya. "Untuk saat ini, aku krisis kepercayaan."

"Sudah seharusnya begitu, Yang Mulia." Riley memberi hormat. "Saya akan menunggu di pos keamanan istana. Dari sana akan lebih mudah mengamati seluruh data CCTV dan mendapatkan informasi."

"Seluruh informasi diteruskan langsung padaku, Admiral."

Riley mengangguk. Dia memberi hormat. "Siap, Yang Mulia."

Admiral Riley Howard meninggalkan ruangan. Otaknya berpikir keras berusaha menyusun kepingan kejadian. Istana sedang disusupi. Dengan berat hati, dia meninggalkan Ivana di ruang kerja ratu.

Sementara Ivana terus mengamati posisi Bastian yang dikirimkan oleh suaminya via jalur aman yang dirancang khusus untuk mereka. Bahkan jalur inipun sekarang harus diwaspadai. Sungguh mengesalkan saat tidak mengenal kawan dan lawan. Ivana bersyukur dirinya masih terhubung dengan Bastian. Seandainya seluruh dunia mengkhianati mereka, setidaknya Yang Mulia Raja akan tetap berada di sisi ratunya. Dalam beberapa jam, Bastian pasti akan muncul dari balik salah satu dinding istana.

***

The Queen 2: Her MajestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang