Ibu tahu ada yang tidak beres saat mobil melenceng dari jalan utama. Beliau menepuk sedikit punggung tangan Stella, memberikan kode untuk tetap tenang. Stella membalas kode itu dengan anggukan meski hatinya sangat ketakutan. Dia tahu resiko bekerja untuk keluarga istana.
Masyarakat umum tahu istana selalu bersikap netral terhadap situasi politik dunia. Urusan politik dan pemerintahan adalah tugas Perdana Menteri beserta jajarannya. Namun, tentu saja itu hanyalah utopia yang diketahui khalayak. Kenyataan tidak selalu berjalan seindah di atas kertas.
Mobil kemudian menepi. Pembatas ruangan kemudi turun, menampakkan dua sosok pria bertopeng yang menoleh pada Ibu. "Yang Mulia," sapa salah satunya, yang berada di belakang kemudi. "Anda tentu tahu bahwa kita telah berada di luar radar kerajaan."
Ibu tidak menjawab. Beliau hanya tersenyum dan memandang ke luar jendela. Ibu menghela napas.
Sopir itu melanjutkan. "Kami tahu bahwa anda yang mengutus Renee untuk mencuri dokumen intelijen. Anda bisa bersikap pura-pura tenang, tapi jika Ratu Ivana mengetahui hal yang anda lakukan, kami ragu beliau masih bersedia melindungi anda."
"Katakan saja apa mau kalian," kata Ibu akhirnya. "Aku tidak punya banyak waktu mendengarkan keluhan tiap orang. Jika sesuatu yang buruk terjadi, kerajaan tidak akan tinggal diam."
"Tidak banyak, Yang Mulia," lanjut sopir itu. "Anda hanya perlu memastikan perjanjian perdagangan batu mulia dengan Negara-negara Bagian Utara dihentikan. Kami akan menjadi pemasok tunggal seluruh kebutuhan Ottoka Raya atas bahan baku perhiasan."
Ibu menggeleng. "Itu permintaan yang terlalu banyak," tolaknya. "Kerajaan tidak punya wewenang dalam urusan perdagangan."
"Tapi anda tentu punya pengaruh yang cukup kuat terhadap Perdana Menteri Howard," desak sopir. Dia mengeluarkan revolver berperedam dan menodongkannya ke arah Stella. "Anda tentu tidak ingin kehilangan dia, berikut Perdana Menteri Howard, bukan? Siapa yang bisa menjamin rem mobil beliau tidak blong dan ..."
"Kalian sedang mengancam Ibu Suri!" sergah Ibu akhirnya. "Kalian bisa dihukum mati!"
"Tapi sebelumnya, anda juga akan diasingkan sebagai salah satu pengkhianat negara." Sopir itu tidak mau kalah. "Tabloid juga pasti dengan senang hati membayar mahal untuk sebuah cerita masa lalu anda dengan ..."
"Cukup! Hentikan!" Suara Ibu mulai menajam. "Aku hanya bisa menjanjikan untuk bicara dengan Perdana Menteri. Sisanya, aku tidak jamin berhasil."
"Cukup bagus. Yang Mulia, jika anda atau asisten ini berusaha membocorkan pertemuan ini, kami akan tahu. Anda tidak akan bisa membayangkan akibatnya."
Pembatas antara ruang kemudi dan penumpang naik perlahan. Mobil bergerak kembali ke jalan utama. Stella dan Ibu berpandangan. Ibu kembali menepuk punggung tangan Stella. Beliau mengangguk. "Kita sudah biasa hidup dalam ancaman, bukankah begitu?"
"Yang Mulia," kata Stella khawatir. "Apakah para pengawal yang ikut dengan kita telah dihabisi oleh mereka?"
"Kita tidak tahu itu, Stella. Yang pasti, kerajaan pasti telah menerima berita bahwa kita hilang dari radar. Tenang saja." Ibu memandang ke luar jendela. Untuk pertama kali, dia berharap banyak pada kejelian Ivana. Jika kamu benar-benar bisa mengalahkanku, sekarang saatnya, Nak.
***
Kolonel Meyer dan Riley tercengang saat melihat mobil kerajaan yang ditumpangi Ibu kembali muncul di CCTV jalan raya. CCTV itu kembali normal seolah tidak pernah mati mendadak.
"Tiga puluh menit," kata Riley menghitung. "Ada tiga puluh menit yang hilang, yang harus dijelaskan oleh Yang Mulia Ibu Suri."
Kolonel Meyer mengangguk. "Ada hal yang tidak beres sedang berlangsung," katanya. "Istana sedang disusupi. Berasal dari hilangnya stempel Royal Navy, disusul kejadian hari ini."
"Saya rasa, anda tahu apa yang harus dilakukan, Kolonel," kata Riley. "Saya akan menemui Yang Mulia Ratu." Dia bergegas meninggalkan ruang kendali keamanan istana.
Pintu ruangan Ivana sedikit terbuka ketika Riley datang. Admiral itu mengetuk sopan, lalu masuk dan memberi hormat. "Mobil Yang Mulia Ibu Suri telah kembali terpantau CCTV jalan raya, Yang Mulia," lapornya. "CCTV juga telah kembali normal. Ada jendela waktu tiga puluh menit mulai dari saat kita kehilangan kontak."
"Tiga puluh menit." Ivana berpikir keras. "Tidak terlalu singkat, tapi juga tidak terlalu lama. Apa yang anda pikirkan, Admiral?" Dia duduk di belakang meja kerja sambil mengetuk-ketukkan pulpen.
"Ada negosiasi atau mungkin ancaman," jawab Riley tegas. "Tiga puluh menit bisa saja luput jika tidak waspada. Andai para pelaku mengira kita tidak mengetahui jeda ini, maka mereka bisa menganggap kita tidak akan menuntut penjelasan apapun."
"Kurasa mereka tahu bahwa kita tahu, Admiral."
Riley mengangguk. "Karena itu, kemungkinan paling besar adalah Ibu Suri diancam agar tidak bisa bicara. Jika demikian, berarti pelakunya punya mata-mata di dalam istana. Kolonel Meyer akan memperketat penjagaan, terutama pemindaian tamu, Yang Mulia."
"Termasuk mereka yang terbiasa keluar masuk." Ivana mengingatkan. "Jangan sampai keamanan melonggar hanya karena yang lalu lalang adalah orang yang sudah sangat dikenal. Semuanya harus dicurigai."
"Baik, Yang Mulia," angguk Riley.
"Jangan sampai menimbulkan kecurigaan. Buat seperti pemeriksaan tamu biasa," tambah Ivana. "Kita tidak ingin media tahu."
"Dimengerti, Yang Mulia." Riley kembali mengangguk. "Apa yang anda pikirkan?"
"Untuk saat ini, tidak ada." Ivana menggeleng. "Kita hanya perlu menunggu Ibu Suri. Apapun tindakan yang beliau lakukan nanti, pasti berhubungan dengan tiga puluh menit yang hilang itu. Kita tinggal memantau."
Riley tersenyum. Rasa hormatnya pada Ivana memang tidak salah tempat. Rasa yang mengikutinya lah yang salah tempat. "Kita akan pantau setiap tindakan dan perkataan yang tidak biasa dari Ibu Suri. Saya rasa, Stella juga pasti telah diancam, Yang Mulia."
Ivana mengangguk. Keningnya berkerut. Ingatannya melayang pada suatu malam di mana orang suruhan Ibu menyusup dan mencuri dokumen dari ruangan ini. Dokumen itu telah dipalsukan oleh Ivana. Mungkinkah orang-orang ini yang membuat Ibu melakukan hal itu? Apakah mereka akhirnya menyadari dokumen itu palsu? Apakah sekarang mereka menuntut dokumen yang asli? Apa yang telah dilakukan Ibu hingga bisa diancam?
Untuk saat ini, hanya ada spekulasi di benak Ivana. Dia harus menunggu Bastian untuk mendiskusikan semuanya. Cepat atau lambat, persoalan stempel Royal Navy berikut tiga puluh menit yang hilang, pasti akan muncul ke permukaan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen 2: Her Majesty
Romance©anita-daniel (2020). Karya ini dilindungi oleh UU Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Segala bentuk penjiplakan, pencatutan, penggandaan dan pendistribusian tanpa ijin akan dipidanakan. *** [ON GOING] Ini adalah buku ke 2 seri...