Langkah sepatu pantofel Aguero beradu dengan kerasnya marmer. Sepasang manik cobalt memperhatikan tiap pintu yang ia lalui, kamar kosong tanpa pemilik yang kebanyakan telah di ubah menjadi ruang kerja ataupun perpustakaan. Ia mendengus, mempercepat langkahnya menuju pintu di penghujung lorong, kamarnya sendiri.
Rumah Khun Eduan itu besar. Bahkan Aguero merasa rumah mewah itu lebih mirip asrama daripada sekedar hunian keluarga. Kamar-kamar yang ia lalui tadi pun bukannya kosong tanpa alasan. Mereka pernah memiliki pemilik, yang kini sudah tak akan mungkin kembali.
Aguero baru saja selesai mengganti bajunya dengan piyama saat mendengar pintu diketuk tiga kali.
"A.A, aku tidur disini, ya?" tanya si bungsu menyembulkan kepalanya di sela-sela pintu. Aguero mendengus, mengibaskan tangannya untuk memberitahu Ran segera masuk.
"Kau sudah SMA, tapi masih takut tidur sendiri?" ucap sang kakak. Ran langsung melompat ke atas ranjang, memperhatikan Aguero yang tengah menyisir rambutnya dengan wajah cemberut.
"Kau jarang pulang ke rumah utama, jadi tak masalah kan?"
Aguero mendengus, mengusak surai silver blue yang sama dengannya. Gemas, ia lalu mencubit pipi Ran sampai remaja itu memekik kesal.
"A.A sakit!"
"Makanya tidur sendiri sana!"
"Aku juga tidur disini!"
Satu buah bantal dilempar ke arah pintu yang baru saja dibuka. Ran sebagai pelaku, menatap malas Hachuling yang dengan mudahnya menangkap lemparan bantalnya tanpa menoleh. Satu tangan memainkan nintendo, sementara yang lain membawa bantal tadi dan berjalan menuju ranjang.
"Kenapa kau kesini juga, sialan?" gerutu Aguero memijat pelipisnya.
Yang ditanya mengedikkan bahu, ikut melemparkan tubuhnya ke atas ranjang sang gadis. Ia tidur melintang di bagian bawah, dengan bantal yang ia pungut sebagai bantalan kepalanya sendiri.
"Biasanya kau menginap di apartemenmu yang sederhana itu kan? Siapa tau kau ketakutan tidur sendiri di kamar sebesar ini."
Kalau apartemen senilai 7,4 miliar won termasuk sederhana, berarti Hachuling benar. Lagi pula memang benar kamarnya di apartemen tidak sebesar kamarnya di rumah ini.
"Kau pikir aku bocah?"
"Memang kan?"
"Kalian berisik, tidur saja sana!" si bungsu kembali bersuara. Ran sudah menyamankan diri di dalam selimut, bahkan sudah sempat tertidur jika saja tidak terganggu dengan perdebatan diantara dua kakaknya.
Aguero memperhatikan dua pemuda yang dengan santainya menguasai ranjangnya. "Aku pemilik kamar ini, kalian tahu?"
"Secara teknis, Khun Eduan yang memilikinya."
"Hachuling, A.A, diamlah!"
・・ • • ✿ • • ・・
Ingatannya terlempar beberapa jam yang lalu. Ucapan sang ayah membuatnya penasaran. Kira-kira, pemuda seperti apa yang Eduan maksud? Sehebat apa dia sampai-sampai orang semacam kepala Keluarga Khun itu bisa meminta Aguero untuk mempertimbangkannya?
Kantuk tak kunjung menjemput. Kendati tubuhnya lelah, matanya tak bisa terpejam. Langit-langit kamar menjadi pemandangan satu-satunya yang bisa ia tatap sekarang. Satu helaan nafas, dan sebuah suara menyahutinya.
"Tidak bisa tidur?"
Aguero melirik si penanya yang dalam posisi yang sama. Tidur melintang di bawah kakinya. Hachuling asik memainkan nintendo miliknya dengan sebelah earphone terbuka, seakan siap mendengarkan Aguero.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like Me Better .ft. BaamKhun
RomansaSetiap pertemuan selalu akan diikuti dengan perpisahan. Seperti pasang dan surut, terbit dan tenggelam, kesenangan dan kesedihan. Aguero menemukan ia membenci dirinya yang lemah. Ia gagal melindungi seorang teman sebelum kecelakaan, Baam yang terpis...