Cyra bertekad akan menghilangkan perasaannya demi hubungan persahabatan mereka. Awal tekadnya begitu kuat, tapi kian meluruh kala Caesar dengan gamblang berkata bahwa mereka bisa lebih dari sahabat.
Cyra yang masih terjebak friendzone, sekuat mungk...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
6. Patah Hati Pertamanya
Cyra menyambut hari selanjutnya dengan keadaan hati yang masih sama seperti sebelumnya—sebagiannya patah. Cyra sebenarnya juga tak tau alasan mana yang lebih tepat untuk patah hati pertamanya. Apa karena Caesar menganggap dirinya mengemis status lebih dari sahabat atau karena kerenggangan hubungan persahabatannya?
Cyra tidak mau ambil pusing karena tidak ada solusi selain menemui Caesar secara langsung. Namun, hatinya belum cukup kuat bertemu Caesar akibat insiden 'kita bisa lebih dari sahabat'. Cyra menatap kumpulan murid yang berlalu lalang di lapangan dari lantai dua, ingatannya tanpa sengaja teringat tentang penampilan tanpa mikrofon saat awal semester.
Perasaan asing itu datang lagi. Cyra meringis merasakan perasaan itu. Perasaan ingin bernyanyi di panggung. Perasaan ingin mendengar sorakan penonton yang kagum akan suaranya. Perasaan ingin ... ingin mengejar mimpinya lagi. Hatinya pun ikut bertanya.
Bagaimana rasanya jika mengejar mimpi terpendamnya kembali?
Lamunan tentang perasaan asing dan mimpinya sirnah kala merasakan kehadiran lain di sebelahnya. Seorang siswa dengan rambut hitam pekat bergaya Layered bowl cut dan tinggi yang tak berbeda jauh dibanding Caesar—oh, tidak! Jangan menyangkut pautkan Caesar dengan segala hal.
"Iqbal Naufal kalo lo lupa gue siapa," kata Iqbal setelah menyadari tatapan Cyra yang terpaku padanya.
Cyra mengerjap. "Ingatan gue masih bagus. Cuma gue hargai pengenalan ulang lo, Bal."
"Gue mengenalkan diri lagi untuk memperbaiki perkenalan kita sebelumnya," jawab Iqbal sambil memandang Cyra.
"Sebelumnya buruk?" tanya Cyra.
Iqbal menggeleng. "Kurang berkesan aja."
Cyra membulatkan mulutnya sebagai balasan karena Cyra sendiri tidak pandai memperpanjang pembicaraan dengan orang yang baru ia kenal. Malah, terkadang Cyra pandainya memotong pembicaraan. Cyra sendiri menilai bahwa sehabis ini tak akan ada pembicaraan lebih lanjut.
"Gue ganggu?" tanya Iqbal lalu meneliti ekspresi Cyra untuk memastikan jawaban yang akan tercetus dari mulut Cyra.
"Udah nggak, Bal," jawab Cyra.
"Kelihatannya lo bukan orang yang ga enakan, Ra," ungkap Iqbal kemudian, "lo jujur saat ditanya 'ganggu ga?' tanpa merasa ragu atau takut menyakiti perasaan orang lain."
"Diajak ngomong sama orang asing tentu lo ga boleh mengutamakan perasaan ga enak. Utamakan perasaan yang lo rasain waktu ngobrol sama orang asing itu. Nyaman apa nggak," jelas Cyra.
"Kebanyakan, tapi ngerasa ga enak."
Cyra mengangguk. "Lo sendiri ikut golongan mayoritas atau minoritas?"
"Gue mayoritas, tapi gue berani buat bilang engga kalo lawan bicara gue mengganggu."
Cyra melihat layar ponsel Iqbal, matanya seketika menyipit untuk mempertajam pandangannya. "Lo tau Neel?"