Sunyi. Kata tersebut yang menggambarkan keadaan dimana mereka sekarang.
Mereka diam, matanya menatap batu nisan yang bertuliskan “Gitara Adira Halina” dengan pandangan yang berbeda tiap anaknya. Pikiran mereka seolah ditarik kembali oleh waktu yang sudah berlalu. Hingga detik ini, kenangan mereka bersama tidak terlupakan dan tak akan pernah terlupakan.
3 tahun yang lalu, 19 September 2018. Nindi tersenyum mengingat awal dirinya dan Gita bertemu. Awal pertemuan mereka di halaman belakang sekolah. Ia masing ingat, hari itu ia membela Gita yang dibully habis-habisan oleh sekelompok gadis-gadis.
—3 tahun lalu—
"Harusnya sih disi—" langkah Nindi terhenti ketika melihat teman sekelasnya memukul seorang gadis yang sekiranya seumuran dengan mereka dan juga dirinya. Gadis itu terlihat tak berdaya, tak mampu melakukan apapun selain menunduk dan berpasrah dengan apa yang ia dapatkan dari orang-orang yang berdiri mengelilinginya.
"Dimana?"
Suara Dika dari belakang membuat Nindi tersadar. Ia buru-buru menghampiri temannya itu.
"Gue ada urusan, penting banget ini. Lo ke markas dulu bisa? Nanti barangnya kita cari pulang sekolah, gimana?"
Dika menatap Nindi bingung namun ia tak bertanya sepatah katapun. Ia hanya mengangguk, menyetujui kata gadis yang berdiri di depannya dengan raut wajah gusar.
"Gue gak tau lo mau ngapain, tapi gue pesen hati-hati. Gue duluan, lo nanti nyusul kan?"
Nindi mengangguk mantap dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, "trust me."
Nindi menghela napas ketika punggung temannya sudah hilang dari penglihatannya. Ia dengan langkah percaya dirinya menghampiri sekelompok remaja yang masih merundung seorang gadis.
"Dimana hati nurani lo pada?" Nindi menepis tangan Kayra, teman sekelasnya yang hendak melayangkan sebuah tamparan pada gadis itu. Ia menatap datar pada sekumpulan remaja tersebut. "Kalian sama-sama perempuan loh."
Fariza, teman Kayra, menatap Nindi dengan tatapan tak percaya. "This is none of your business, Nin."
Nindi mengangguk, "right, this is none of my business. Tapi gue bukan manusia yang gak punya hati kayak kalian."
Nindi menarik lengan gadis berpenampilan cupu tersebut dengan pelan agar berada di belakangnya. Ia menoleh, memberikan senyuman penenang.
"I can't believe this."
Nindi kembali menoleh ke arah mereka ketika mendengar ucapan April yang membuat dirinya terkekeh.
"Orang sekelas lo ngebela orang rendahan kayak dia. Are you crazy, Nin?"
"Well, kalau kalian sadar, kalian lebih rendah daripada cewek ini. Sekarang coba otaknya dipake karena gue yakin lo pada punya otak." Nindi maju selangkah. "Satu lawan lima anak, lucu aja sih. Right?"
Ketika Alena ingin menghajar Nindi, Kayra menahannya. Ia membisikkan sesuatu kepada Alena, "dia sama temen-temennya orang yang lebih berpengaruh daripada kita semua. Gue gamau mati, diem."
Walau bisikan, Nindi dapat mendengarnya. Ia tersenyum lebar bahwa mereka tak dapat berbuat macam-macam pada dirinya, itu artinya mereka kalah telak.
"I'm win." Nindi mengedipkan mata kanannya. Ia pergi dari sana menuju markasnya dengan lengan gadis tersebut yang berada digenggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Home
أدب الهواةPertemanan mereka penuh dengan misteri ©lelenys 14 Agustus 2021- #1 jeno -200324- #1 jaemin -200324- #1 renjun -200324- #1 haechan -200324- #1 karina -200324- #1 winter -200324- #1 giselle -200324- #2 nct...