Lanjutan Bagian 2

25 4 0
                                    

"Kalau sudah tiada, baru terasa. Ternyata aku sudah kehilangan hal paling berharga dalam hidupku," ujar Hamdan dengan perasaan haru. Tidak terasa air matanya menetes dengan perlahan ke pipi kanannya. Pria itu ada perasaan menyesal dan juga bersalah atas apa yang pernah mereka lalui bersama.

"Andai aku bisa mengulang waktu, mungkin aku tidak akan merasakan perih di dada ini," ujarnya lagi. Hamdan tidak berani untuk mendekat, dia tidak ingin mengacaukan semuanya. Setelah itu, Hamdan pun pergi ke rumahnya.

"Selamat ya, Kanaya." Ara memeluk Kanaya.

"Terimakasih."

Pernikahan akhirnya selesai, para tamu undangan satu persatu pulang ke rumah mereka masing-masing setelah selesai foto-foto dan juga makan. Ruangan itu mendadak sepi, dan Kanaya pun mengganti pakaiannya, dia membersikan sisa-sisa makeupnya. Bisma juga ikut masuk ke dalam kamar Kanaya yang sudah dirias sebagaimana kamar pengantin.

'Kenapa rasanya aneh, ya?' gumam Kanaya.

Bisma merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyentuhmu. Aku belum siap menerima perjodohan ini," kata Bisma.
Kanaya kaget dengan perkataan Bisma. Kanaya kira, hanya dia yang belum bisa menerima perjodohan itu.

"Kalau memang kamu belum bisa menerima, kenapa kamu mau?" tanya Kanaya.

"Aku hanya ingin menghormati ke dua orang tuaku."

Kanaya terdiam, dia mengira kalau laki-laki seperti Bisma tidak akan menghormati ke dua orang tuanya.

"Baguslah kalau begitu," ucap Kanaya.
Wanita itu bisa bernafas lega sekarang, dia tidak perlu repot-repot untuk menolak ajakan suaminya. Bisma dan Kanaya tidur dengan saling membelakangi, sebab di kamar Kanaya hanya ada satu tempat tidur saja. Di tengah-tengah mereka sudah diberikan pembatas, pembatas berupa guling. Tidak ada yang boleh melewati pembatas itu, apapun alasannya.

"Kamu kenapa mau dijodohkan?" tanya Bisma.

"Alasanku sama dengan kamu," jawab Kanaya.

Kanaya dan Bisma kembali terdiam, tidak ada lagi pembicaraan mereka selanjutnya. Kanaya sudah tidak sabar menunggu pagi hari, baginya malam ini sangat lama. Tidak terasa, perut Kanaya keroncongan, begitu juga dengan Bisma.

"Kamu lapar?" tanya Kanaya.

"Iya, bolehkah kalau kita makan dulu? Aku rasa kamu juga lapar," kata Bisma.

Tanpa banyak berbicara lagi, Kanaya akhirnya menyiapkan makanan untuk Bisma. Kanaya mengerti, kalau Bisma adalah orang asing yang ada dalam rumahnya. Kanaya harus membuat Bisma merasa lebih nyaman. Wanita itu berusaha untuk bersikap baik kepada Bisma. Kanaya meminta Bisma untuk bersabar dan menunggunya sebentar saja. Bisma tidak keberatan dengan hal itu.

"Kanaya, kamu lagi apa?" tanya Sinta.

"Aku dan Bisma lapar, Bu," jawab Kanaya.

"Kenapa kamu tidak ajak Bisma juga," ucap Sinta.

"Bisma masih perlu waktu untuk beradaptasi, Bu. Jadi, biarkan saja Kanaya yang akan membawakan makanan ke kamar," ujar Kanaya.
Sinta pun memberikan nasihat kepada Kanaya, Kanaya harus menghormati Bisma. Bisma yang merupakan suaminya sekarang. Sinta juga berharap agar Kanaya dan Bisma bisa menjalin hubungan pernikahan hingga tua nanti. Hingga mereka terpisahkan oleh kematian, itulah yang orang tua Kanaya harapkan.

"Kamu harus mengikuti semua keinginan Bisma, ridho Allah ada di dalam ridho suami mu," kata Sinta.

"Iya, Bu." Kanaya tidak berani berbicara banyak, dia tidak ingin tahu Sinta tahu kebenarannya. Kanaya menutupi semuanya.

"Ibu sudah tidak sabar ingin menimang cucu, semoga pernikahan kalian berdua berkah dan segera dikaruniai seorang anak, Aamiin."

Wajah Sinta penuh dengan harapan dan do'a. Apalagi yang akan ditunggu oleh Sinta, kalau bukan seorang cucu penerus keluarga. Kanaya hanya bisa memberikan seulas senyum kepada ibunya.

"Kamu buatkan kopi juga untuk Bisma," ucap Sinta.

"Iya, Bu."

Kanaya mengantarkan makanan dan segelas kopi kepada Bisma yang sudah menunggunya di kamar. Wanita itu melangkahkan kakinya dengan perlahan, pikirannya melamun. Dia memikirkan semua perkataan Sinta. Perkataan yang juga merupakan nasihat untuk Kanaya.

"Apa mungkin aku bisa mempertahankan pernikahan ini? Pernikahan tanpa cinta?" pikir Kanaya.

Nasi sudah menjadi bubur, memang tidak mudah untuk menjadi Kanaya. Apalagi, saat Hamdan memiliki perasaan yang sama.

Kebahagiaan orang tua juga menjadi pertimbangan baginya.

Jangan lupa tinggalkan komen yak! 😚

KEHIDUPAN SETELAH MENIKAH [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang