“ don't hide your tears, dear ”
“ kita bertemu lagi. ”
Suara monoton khas miliknya kembali menyapa setelah beberapa Minggu tidak menampakkan diri.
Keadaan yang sama, hanya saja kali ini 'tak ada noda darah yang mengotori perban putih miliknya.
“kau masih terluka?”
Sebuah gelengan lambat ia berikan.
Menunjuk perban yang melilit tubuhnya dengan telunjuk panjang dan sedikit kasar itu.
“Ini hanya kebiasaan.”
Ku perhatikan perban-perban itu kembali dengan cermat.
“Nona sendiri kenapa melilit seluruh jemari tangan indahmu dengan perban yang sama?”
Tuan di depanku kembali berucap, masih dengan nada datar dan dinginnya.
Sepuluh jari yang sepenuhnya tertutupi perban kuangkat dan menunjukkan padanya.
“Sejak kecil aku bermain piano, tapi usahaku 'tak pernah membuahkan hasil. Dan hanya menorehkan luka-luka di jariku.”
Benar. Ibu selalu memukul jemariku tiap kesalahan yang kubuat.
Tuan itu menatap lekat pada rintik-rintik hujan yang 'tak berhenti.
“Aku... 'tak pernah berhasil disemua percobaan bunuh diri yang selama ini kulakukan.”
Ku tundukkan kepalaku menatap genangan air di bentala kokoh.
“Lalu, kenapa tidak berhenti saja?”
Sekali lagi Tuan di depanku menatapku kembali.
Tatapan hampa seakan 'tak ada kehidupan yang terciprat sedikit saja pada dirinya
“Nona, menurutmu apa arti kehidupan?”
²⁰/⁰³/²²
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗽𝗹𝘂𝘃𝗶𝗼𝗽𝗵𝗶𝗹𝗲 [ ᴅᴀᴢᴀɪ ᴏꜱᴀᴍᴜ ] ✓
Fanfiction"ᵇᵘᵏᵃⁿᵏᵃʰ ⁱⁿᵈᵃʰ ʰᵘʲᵃⁿ ᵐᵉⁿʲᵃᵈⁱ ˢᵃᵏˢⁱ ᵖᵉʳᵗᵉᵐᵘᵃⁿ ᵖᵉʳᵗᵃᵐᵃ ᵈᵃⁿ ᵗᵉʳᵃᵏʰⁱʳ ᵏⁱᵗᵃ ᵇᵉʳᵈᵘᵃ" 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭• ·˚ ༘ ➳ 𝚔𝚎𝚍𝚞𝚊 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚘𝚖𝚋𝚊𝚗𝚐-𝚊𝚖𝚋𝚒𝚗𝚐, 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚝𝚊𝚗𝚙𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚎𝚗𝚊𝚕 𝚗𝚊𝚖𝚊 𝚜𝚝...