Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"I wish you here, dear"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Angin kencang menyapu lembut nisan-nisan yang terjejer rapi.
Rumput-rumput liar membaluti batu-batu bertuliskan nama yang telah pergi.
Hanya ada kesunyian yang menemani luasnya tanah.
Dalam jarak sepuluh meter aku bisa melihat kunci surai coklatnya yang terlihat beberapa kali melewati batu nisan yang menutupinya.
Hanya satu yang berada di bawah pohon besar itu.
Kulangkahkan kaki demi melihatnya kembali.
"Ini kedua kalinya kita bertemu tanpa hujan, Nona."
Pendengaran sangat tajam kupikir.
Meski aku tidak bisa melihat raut wajahnya sekarang, tapi aku bisa tau rasa dalam hatinya yang menyenderkan bahu kesepian pada nisan kokoh di belakangnya.
"Temanmu kah, Tuan?"
Aku melihat nama yang tertulis.
Ku perhatikan tubuhnya bangkit perlahan dan menepuk pelan mantelnya yang berdebu.
Langkah kaki panjangnya berhenti tepat dua puluh cm di depan sepatuku.
"Dia teman yang amat berharga bagi saya, Nona."
Senyum lembutnya yang jarang kulihat terpoles indah.
Tangannya terulur menggapai pipi kiriku yang bersemu.
"Ingin mengakhiri hidup bersamaku, Nona?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.