Risk • 3

495 75 2
                                    

💘

Seulho sedang menikmati sarapan bersama keluarga kecil sahabatnya. Setelah pertengkaran malam itu, Seulho memutuskan untuk pergi mencari udara segar diluar sebentar. Ia juga butuh ketenangan. Untuk kembali menjernihkan pikirannya. Seulho berkeliling di tepi Sungai Han sampai tengah malam. Dan kemudian ia merasa salah untuk pulang ke rumah. Kata-kata Harin menahannya. Membuatnya berpikir keras. Ia kemudian pergi menemui Jung Junmyeon untuk berbicara empat mata. Dan sampai detik ini Seulho menginap di rumah sahabatnya. Tempat yang jauh dari Harin.

“Jadi, kapan kau akan pulang?” Moonjae bertanya.

“Aku tidak tau.” Seulho menggeleng. Menyeruput kopi hangatnya dengan pelan. Pikirannya melambung jauh. Tentang rumah tangganya. Tentang masa depannya dan Harin.

“Hey, apa kau tidak keterlaluan? Kau berhenti jadi manajernya diam-diam dan lari dari rumah. Bersikaplah sebagai pria dewasa. Kau adalah suaminya.” nasehat Moonjae. Seulho sudah menceritakan apa yang terjadi kepadanya. “Ini sudah dua hari. Harin pasti mengkhawatirkanmu.”

“Aku hanya manajernya.” Seulho menghela nafas lemah. Kata itu menyakitkan hatinya. Tapi ia tidak bisa marah pada Harin.

Seulho tersenyum kecil saat tangan kecil putra Moonjae di gendongan ibunya menepuk bahunya. Seperti mengerti akan masalahnya dan mencoba menenangkannya. Seulho kembali ingat saat Harin belum mau memiliki anak bersamanya. Itu adalah pertengkaran yang lain. Tapi masih bisa dikendalikan. Seulho mengerti alasan Harin yang notabene adalah public figure. Pernikahan mereka juga baru berjalan tiga tahun waktu itu. Sebagai manajer yang bangga, tentu Seulho sangat mendukung karir artisnya yang cemerlang.

“Aku membuat kesalahan lagi. Dan ini yang paling buruk. Aku membuatnya malu. Dia malu mempunyai suami sepertiku.”

“Eii, berhentilah menjadi pria cengeng.”

“Itu benar, Seulho oppa.” tambah istri Moonjae bersuara. “Aku memang baru sekali bertemu dengan istrimu. Tapi aku yakin, dia selalu bangga padamu.”

“Ini selalu salahku. Dari awal seharusnya aku hanya bekerja, tidak jatuh cinta padanya.” sesal Seulho sedih. “Siapa aku ini?”

“Bukan kau, tapi dia. Dia yang pertama jatuh cinta padamu. Ingat itu.”

💘

Harin tidak pernah lepas dari ponselnya. Ia terus mencoba menghubungi Seulho setiap lima menit sekali. Tapi nomor Seulho tidak aktif. Harin tidak menghitung lagi berapa banyak pesan dengan isi yang sama sudah ia kirim, bertanya dimana Seulho sekarang. Tapi gagal. Harin mendesah. Ia ingin menangis. Merasa bersalah, khawatir dan kesal bersamaan. Seulho menghindarinya. Suaminya tidak pernah seperti ini kalau mereka sedang bertengkar. Seulho bahkan memilih berhenti bekerja untuknya. Ia pasti sudah melampaui batas, Harin menyadarinya. Tapi disini Seulho juga bersalah 'kan?

“Um, Harin eonnie, kau tidak punya jadwal lagi untuk hari ini.” Yeonmi mengecek jadwal Harin di ponselnya. Ia melakukan pekerjaannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Menjaga Harin. “Kau ingin ketempat lain?”

“Aku ingin pulang.” pinta Harin singkat, tanpa penolakan.

>>>>>

Harin langsung membuka sabuk pengamannya dan turun dengan cepat dari mobil saat melihat mobil Seulho terparkir dihalaman rumah. Seulho kembali. Harin tersenyum senang dengan mata berkaca-kaca sambil berlari kedalam rumah mencarinya. Ia ingin bicara pada Seulho dan meminta maaf. Meluruskan masalah mereka. Harin sangat merindukan Seulho.

Seulho sedang mengemas pakaiannya kedalam satu tas, saat ia mendengar langkah yang gaduh dari luar semakin dekat. Harin sudah pulang, ia yakin. Seulho tiba-tiba merasa gugup. Ia tidak tepat memilih waktu. Apa yang harus ia lakukan? Tenanglah, Seulho. Kemudian pintu kamar terbuka dengan Harin yang berlari kearahnya. Menghambur kepelukannya.

“Aku rindu padamu.” Harin memeluknya dengan erat. Menangis. Air mata yang sudah ditahannya beberapa hari ini akhirnya tumpah juga. Perasaannya campur aduk. “Aku rindu padamu, Seul.” gumamnya di dada Seulho. Seulho hanya terdiam. Tangannya ragu untuk membalas pelukan Harin.

“Oh kau sudah pulang.” ucap Seulho pelan. Harin melepaskan pelukannya dan mengangguk pelan. Merasa aneh. Tubuh Seulho tegang. Tidak ada balasan pelukan hangat dan usapan sayang di kepalanya. Tidak ada kata rindu darinya. Harin menatap mata Seulho tapi Seulho mengalihkan pandangannya secepat itu. Seulho kembali menyibukkan diri dengan memilih kaosnya di lemari. Harin memperhatikannya diam-diam. Bingung dan cemas.

“Kau— kau mau kemana?” gugupnya. Mendengus pelan sambil mengusap sisa air mata di pipi kanannya.

“Ah itu, aku ada pekerjaan diluar kota.” Seulho mengangguk. Dahi Harin mengernyit lalu mendecih. Ia tau Seulho berbohong padanya dan ia tidak suka. Seulho mencoba meninggalkannya dan lari dari masalah seperti anak kecil. Benar begitu?

“Sungguh? Kau berhenti menjadi manajerku dan sekarang kau sudah punya pekerjaan lain diluar kota. Pekerjaan apa?” sindir Harin kesal. Ia butuh penjelasan Seulho sekarang juga.

“Aku—”

Drrtt drttrrdd ddrtttd

Seulho merogoh saku jaketnya lalu menjawab telpon dari seseorang. Ia menjauh dari Harin untuk berbicara. Harin menatap Seulho tidak percaya. Ia bersusah payah menghubungi Seulho tapi sekarang apa. Seulho memblokir nomornya?! Istrinya sendiri yang membutuhkannya dan mengkhawatirkannya. Harin semakin kesal. Ia melihat tas Seulho di atas ranjang dan kemudian mengeluarkan baju-baju itu, memasukkannya kembali kedalam lemari dengan paksa. Seulho kaget melihat apa yang dilakukan Harin dan langsung menutup telponnya.

“Harin, apa yang kau lakukan?” Seulho menahan tangannya. Tapi Harin tidak peduli.

“Kau tidak boleh pergi kemanapun. Ini rumahmu.” larangnya. “Aku tau kau marah padaku. Maafkan aku...”

“Harin dengar—”

“Tidak! Aku tidak ingin mendengarmu. Kau yang harus mendengarkan aku. Aku artismu, kau harus patuh pada perintahku Manajer Kang!” Harin menatap tajam.

“Dengarkan aku!” untuk pertama kalinya Seulho berteriak. Suaranya yang berat dan nyaring memenuhi kamar. “Kita butuh waktu! Kau dengar aku?” Harin menatapnya terkejut dan nanar. Dadanya terasa nyeri. Takut. “Aku tau aku sudah membuat banyak masalah untukmu. Maafkan aku. Aku minta maaf sudah mengacaukan karirmu dan hidupmu. Tentang penggemarmu, keluargamu, pekerjaanmu, semuanya. Kau benar, aku terlalu bodoh tapi aku mencoba untuk memperbaikinya. Kau tidak perlu khawatir. Aku janji kau tidak akan terganggu lagi.” Seulho mendesah panjang dan mengumpat kasar. Ini membuatnya gila.

Sepi. Hanya deru nafas berat mereka yang terdengar saling beradu. Menahan rasa sedih dan juga amarah yang berkecamuk di dada dan tidak bisa diucapkan. Mereka sibuk dengan perasaan dan pikiran masing-masing.

“Apa kau sudah selesai bicara?” wajah Harin datar.

“Hmm.” Seulho mengangguk dan berdehem seadanya. Masih tidak bisa menatap lama mata Harin.

“Kalau begitu pergilah.” usirnya. Dingin. “Itu yang kau mau ‘kan? Jangan pernah kembali.” sangat menusuk. Seulho bisa merasakan hatinya patah dan berdarah. Matanya nanar.

“Maafkan aku karena aku bukan hanya manajer yang buruk. Tapi juga suami yang jahat untukmu.” Seulho mengangguk. Ia hanya parasit untuk Harin.

Seulho memakai tas punggungnya. Pakaian yang dibawanya sedikit, tapi kenapa rasanya sangat berat. Seulho keluar dari kamar diam-diam tanpa menoleh Harin. Mereka benar-benar butuh waktu. Tapi tidak tau sampai kapan. Atau ini memang sudah berakhir.

Harin duduk ditepi ranjang sesaat Seulho pergi. Kakinya lemas. Tubuhnya gemetar. Wajahnya masih tanpa ekspresi tapi air mata terus keluar jatuh di kedua pipinya. Dadanya semakin sesak setiap kali ia mengambil nafas. Harin juga terluka.

... bersambung

Love tip & other stories at
karyakarsa.com/authorka
Thanks 🤓

⨾ OUR RISK OUR CHOICE ⨾ end ⨾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang