Risk • 6

587 81 1
                                    

💘

“Harin?” suara berat yang khawatir itu menyadarkan lamunan panjang Harin yang duduk sendiri d iatas ranjang. Ia menoleh kearah suara dan seketika menangis keras. Tidak dapat lagi menyembunyikan emosi campur aduk yang ia pendam berhari-hari di dadanya. Seulho datang dan langsung memeluknya dengan erat. Tubuh Harin gemetar begitu juga suaranya. Seulho bisa merasakan ketakutannya. “Maafkan aku. Maafkan aku.”

“Kau meninggalkan aku... Aku benci padamu. Aku benci padamu.” Harin menangis dileher Seulho, tersedu. Ia benci sikap Seulho yang meninggalkannya begitu saja tanpa berpikir panjang. Tidak peduli seakan dirinya tidak penting. “Kenapa kau meninggalkan aku?” kalau Seulho bersamanya, bencana ini pasti tidak terjadi.

“Maafkan aku.” Seulho menangkup wajah Harin, menatapnya dengan sayang dan juga iba. Mengusap air matanya lalu mengecup bibirnya yang pucat. Harin terlihat kacau.

“Lihat, tanganku sakit.” seperti anak kecil Harin mengadu pada Seulho. Ingin perhatian. Ia menunjukkan pergelangan tangannya yang diperban gips karena terinjak.

“Apa sangat sakit?” Seulho menggenggamnya pelan. Harin mengangguk cepat. Seulho lalu mengecupi pergelangan Harin seakan mengusir rasa sakit itu.

“Kepalaku juga sakit.” lanjutnya. Seulho menatapnya sendu, semakin merasa bersalah. Ia bisa merasakan sakit Harin. Seulho kembali memeluknya. Mengusap pelan belakang kepalanya yang sakit. Harin menikmati kehadiran Seulho yang sangat dirindukannya. Ia semakin menempelkan diri di pelukan Seulho, tidak ingin kehilangan kehangatannya lagi. “Maafkan aku, aku menghilangkan cincin pernikahan kita di sana.” sesal Harin kemudian.

“Apa?” Seulho melonggarkan pelukannya dan menatap sang istri.

“Sungguh, Seul. Maaf.” Harin cemas melihat ekspresi Seulho. Ia tidak mau Seulho semakin marah karena kecerobohannya yang satu ini. “Aku mencoba untuk mencarinya. Mungkin terjatuh ke lantai tapi—”

“Apa ini? Jadi benar ini terjadi karena cincin itu?” Seulho ingat kata Yeonmi tadi. Harin terus menggumamkan tentang cincin disela tangisannya saat mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Seulho tidak marah karena kecerobohan Harin menghilangkan cincin itu. Ia sangat marah karena kecerobohan itu bisa membahayakan diri Harin sendiri. “Apa yang kau pikirkan, Harin? Kau rela mempertaruhkan nyawamu hanya karena cincin murah itu?!” ia kesal tidak percaya.

“Itu cincin pernikahan kita. Itu hadiah darimu!” Harin memukuli Seulho dengan tangan satunya. Ia mendorong dan menarik kerah jaket Seulho saking kesalnya. Suaminya ini tidak punya hati. Cincin itu adalah sumpah cinta dan setia mereka. Hari dimana Seulho menyematkan cincin itu dijari manisnya adalah hari paling indah yang akan Harin ingat disepanjang hidupnya. Benda kecil dan tampak sepele itu bukan hanya sekedar cincin murah. “Kenapa kau berkata seperti itu?! Itu cincin pernikahan kita. Cincin pernikahan kita.” Harin tidak berhenti menangis.

“Baiklah, tenanglah, maafkan aku...” Seulho mendesah berat dan menenangkan Harin kedalam pelukannya sekali lagi. Percuma mendebat Harin dalam kondisi begini. Ia sensitif dan tidak bisa di salahi. “Berhentilah menangis, hmm...” ia menciumi puncak kepalanya.

Harin jauh lebih berharga dari cincin itu.

>>>>

Tangan kanan Seulho memeluk pinggang Harin erat yang berbaring di dadanya, sementara tangan yang satunya mengusap pergelangan tangan kanan Harin yang cidera. Mereka sekarang berbaring bersama di ranjang hotel dengan tenang. Harin yang keras kepala terus menangis tidak ingin berlama-lama di rumah sakit. Rumah sakit adalah musuh kesekian Harin. Dan tidak ada pilihan lain untuk Seulho dan Yeonmi selain mengeluarkannya dari sana segera.

“Tidak—” Harin terkejut dalam tidurnya. Tubuhnya tegang sementara matanya terpejam rapat. Bibirnya merengut dan terus menggumamkan kata yang tidak jelas.

“Sshhh ssshh...” Seulho mengusap dan menepuk pelan punggung Harin untuk menenangkannya. Sudah beberapa kali Harin yang tidur tenang tiba-tiba gelisah. Kejadian di bandara pasti sangat membuatnya trauma. Seulho melihat Harin yang sudah kembali tenang. Kini balas memeluknya dengan erat dan lengket. Seulho sesekali mengusap rambut Harin dan menciumi keningnya. Nafasnya teratur. Tubuhnya tidak panas lagi, tidak gemetar lagi. Seulho mendesah, hari ini adalah hari yang melelahkan untuk mereka. Tapi ia tidak akan meninggalkan Harin sendiri lagi.

Setelah beberapa hari, akhirnya Harin bisa tidur nyenyak dengan memeluk Seulho. Ia bisa merasakan perhatian Seulho dari usapan dan ciumannya, juga pelukannya. Sangat nyaman dan menenangkan, seperti biasa. Mimpi buruknya pun pergi seketika. Hanya Seulho yang bisa melakukan itu untuknya. Dan Harin tidak ingin melepaskannya sedetikpun.

>>>>

Tiga hari kemudian. Gips di pergelangan tangan Harin sudah dibuka. Cideranya tidak terlalu parah. Dokter hanya memberikannya obat penahan sakit untuk berjaga kalau tangannya kembali terasa kram atau nyeri. Harin duduk didepan meja rias, sudah siap untuk bekerja lagi, menyelesaikan satu jadwalnya di Jepang yang tertunda. Seulho masuk kedalam kamar sesaat melihat penata rias Harin keluar. Ia menatap Harin dengan khawatir tapi Harin balik menatapnya dengan senyum cerah. Cantik. Membuat Seulho meleleh seketika.

“Apa kau yakin untuk pergi?” tanya Seulho. Ia bisa memundurkan lagi jadwal fansign untuk hari ini kalau Harin masih merasa tidak enak badan. Seulho sudah bicara pada manajemen mereka, gedung tempat pelaksaannya atau pihak-pihak terkait. Ia mengurus semuanya dengan cepat tanpa masalah. Terbaik.

“Hmm, aku yakin.” Harin mengangguk yakin dan Seulho tidak bisa melarangnya lagi.

Harin harus menjadi artis yang profesional. Apapun yang terjadi. Ia tau tugas dan tanggungjawabnya. Ia tau para penggemarnya juga mengkhawatirkannya dan tidak sengaja melakukan kekacauan. Ia juga merasa bersalah. Tidak ada siapapun yang menginginkan hal itu terjadi. Walau masih merasa cemas untuk bertemu orang ramai saat ini, tapi Seulho disini, ia tidak perlu takut lagi.

“Kau masih marah, benar 'kan?” Harin tidak tahan lagi dengan perang dingin mereka. Seulho memang kembali dan merawatnya dengan baik. Menyuapinya makan. Menyiapkan air mandinya. Memilihkan baju tidurnya. Seulho selalu disisinya sampai ia benar-benar merasa sehat. Tapi mereka belum berani bicara dengan serius tentang apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Sampai kapan mereka akan terus begini? Mereka bukan anak kecil lagi. Seulho tidak banyak bicara membuat Harin segan. Seulho jarang tersenyum padanya membuat Harin sedih. Harin menunduk salah sambil memainkan kuku jempol tangannya. “Aku tau kau masih marah padaku tentang hal itu. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud—”

“Kita bicarakan ini nanti, okey. Kita harus pergi sekarang atau nanti akan terlambat.” dalih Seulho yang merasa risih dengan topik pertengkaran rumah tangga mereka. Ia mengambilkan air minum di gelas untuk Harin. “Minum obatmu dulu.”

... bersambung

Love tip & other stories at
karyakarsa.com/authorka
Thanks 🤓

⨾ OUR RISK OUR CHOICE ⨾ end ⨾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang